Hatta Rajasa: Harga Elpiji di Tangan Menteri BUMN

Hatta Rajasa (kanan) dan Dahlan Iskan (kiri).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVAnews
– Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, menyatakan pemerintah mendengar suara masyarakat yang keberatan dengan kenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kilogram. Itulah kenapa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung menggelar rapat kabinet terbatas di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Minggu 5 Januari 2014, terkait isu tersebut.


“Kami akan konsultasi dengan BPK, karena ini (kenaikan harga elpiji) adalah rekomendasi BPK,” kata Hatta usai rapat kabinet terbatas itu. Dalam ratas itu, SBY meminta Pertamina dan menteri terkait meninjau kenaikan harga elpiji biru itu dalam waktu 1x24 jam.


Turun atau tidaknya harga elpiji, kata Hatta, bergantung pada Rapat Umum Pemegang Saham Pertamina. “Karena kenaikan harga ini keputusan RUPS, maka RUPS-lah yang bisa melakukan perubahan apapun. RUPS dalam hal ini BUMN, yakni Menteri BUMN. Nanti mereka yang menetapkan dengan mendengar masukan masyarakat,” ujarnya.


Hatta yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu menolak berspekulasi soal berapa kemungkinan harga elpiji 12 kg setelah peninjauan. “Tunggu 1x24 jam, itu perintah Presiden. Tadi saya mencatat, ratas diputuskan jam 15.30 WIB. Jadi (soal harga baru elpiji biru) paling lama diputuskan besok Senin jam 15.30 WIB,” kata dia.


Sementara Menteri BUMN Dahlan Iskan mengaku salah karena mengizinkan Pertamina menaikkan harga elpiji 12 kg. “Semua salah saya. Saya mengaku salah,” kata peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat itu.

Toyota Luncurkan Innova Baru Berpenggerak Roda Belakang

Dahlan mengatakan, Pertamina memutuskan menaikkan harga elpiji nonsubsidi karena kerugian yang ditanggung BUMN itu sudah sangat besar. Badan Pemeriksa Keuangan pun meminta Pertamina menurunkan kerugiannya.
Rusia Ngamuk dan Ancam Serang Instalasi Militer Inggris, Apa Sebabnya?


Menikah dengan Ria Ricis, Teuku Ryan: Batin Saya Tertekan, Cenderung Tak Dihargai
Hasil audit BPK menyebut Pertamina merugi hingga Rp7,7 triliun dari harga elpiji nonsubsidi yang terlalu rendah. Selama enam tahun terakhir, total kerugian Pertamina dalam bisnis elpiji biru bahkan mencapai Rp22 triliun.

“BPK mengatakan tidak bisa seperti itu (rugi terus). Kemudian BPK merekomendasikan harga elpiji 12 kg. Pertamina tidak bisa tidak menjalankan hasil audit BPK. Tapi harga itu dianggap terlalu tinggi. Oleh karena itu, kini dikoreksi,” ujar Dahlan.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya