Lakon Wayang Gaul, “Ganteng-Ganteng Gatot Kaca”

Lakon Wayang Gaul, “Ganteng-Ganteng Gatot Kaca”
Sumber :
VIVA.co.id
- Apa jadinya lakon Gatot Kaca dipentaskan dengan warna ‘baru’. Memadukan antara seni perwayangan dengan musik hip hop. Inilah salah satu sajian kesenian wayang yang coba dikenalkan kepada generasi muda lewat pagelaran Wayang in Town - Journey in a Thousand Years di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta.


Kelompok asal Yogya, Wayang Hip Hop yang terdiri dari dalang Ki Catur Benyek Kuncoro, DJ Robert, vokalis Tiara Yanthika, serta Rapper Tyno TNT dan Inung Arhaen menyuguhkan kisah lahirnya Gatot Kaca dengan gaya kekinian berjudul Ganteng-ganteng Gatot Kaca. Penonton yang terdiri dari pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Umum (SMU) tidak harus menonton pertunjukan wayang semalam suntuk, melainkan hanya sekitar satu jam.

Lakon Wayang Gaul, ?Ganteng-Ganteng Gatot Kaca?

Sang dalang bergaya modis dengan setelan baju dalang, kacamata hitam, dan sepatu kets memainkan wayang kulit di balik layar putih yang disorotkan proyektor sehingga para penonton yang berada pada sisi lain layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke layar tersebut.
BCA Bakal Gandeng BPR Salurkan Kredit Usaha Rakyat


Pluit City Bangun Rumah Pintar untuk Anak Nelayan
Selain Hip Hop yang menjadi musik utamanya, lagu pop Top 40 hingga tembang jawa dilantunkan dengan sajian aransemen yang ilustratif. Dialognya menggunakan bahasa campuran (bahasa Indonesia dan Jawa) bahkan terkadang guyonan-guyonan disampaikan dengan bahasa asing. Meski dikemas modern, nilai filosofis sebuah wayang tetap tertanam dalam lakon ini.

Ini Cara BTN Kenalkan Siswa tentang Indonesia

“Kegiatannya bagus, anak-anak yang tidak tahu wayang menjadi tahu, interaktif, ada games-nya sehingga memacu kita ingat sama apa yang ditampilkan tadi. Baru kali ini saya melihat wayang dan langsung suka karena lakon wayangnya memakai bahasa gaul jadi seru.

Harapan ke depan lebih dikembangkan lagi agar generasi muda bisa mencintai dan menjaga budaya Indonesia. Orang luar negeri saja sampai mengorbankan kesini untuk belajar kebudayaan kita, masa kita nggak?” ujar Fatimah Setyawati, siswi SMPN 115 Jakarta di Gallery Indonesia Kaya 18 November 2015.


Wayang in Town – Journey in A Thousand Years diadakan di Galeri Indonesia Kaya dari 17-18 November 2015. Dihadiri oleh Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja, Ketua Senawangi Suparmin Sunjoyo, Ketua UNIMA T. A Samodra Sriwidjaja, Ketua Pepadi Kondang Sutrisno dan Dosen Program Studi Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Dwi Woro Retno Mastuti. Melalui kegiatan ini, BCA mengajak 600 pelajar yang diundang berasal dari 19 sekolah tingkat SMP dan SMU di Jakarta dan Tangerang untuk mengenal wayang lebih dalam melalui sejumlah pergelaran, talk show, dan kompetisi.


“BCA terus membuktikan komitmen untuk melestarikan wayang sebagai kebudayaan Indonesia yang sarat akan nilai moral. Kami menyadari pelajar merupakan generasi muda yang akan meneruskan keberadaan wayang sebagai kekayaan budaya Indonesia. Hal inilah yang mendorong kami untuk menghadirkan kegiatan-kegiatan wayang di tengah generasi muda, seperti Wayang in Town – Journey in A Thousand Years,” ungkap Jahja 17 November 2015.

Lakon Wayang Gaul, ?Ganteng-Ganteng Gatot Kaca?

Wayang in Town - Journey in A Thousand Years bagian dari rangkaian kegiatan Bakti BCA bidang budaya, yang berada di bawah payung program ‘BCA untuk Wayang Indonesia”. Acara ini diselenggarakan untuk mengedukasi sekaligus memperkenalkan wayang sebagai salah satu budaya Indonesia yang diakui oleh UNESCO kepada generasi muda Indonesia.


Selain pentas Wayang Hip Hop oleh Benyek, BCA menghadirkan berbagai jenis pertunjukan wayang lainnya seperti Pentas Wayang Golek oleh Adi Konthea, talk show “Wayang Menyeberang Jaman" oleh Woro dan “Wayang Di Pentas Dunia” oleh wanita asal Prancis Charlotte Malette, serta talk show teknik menggambar wayang oleh Sweta Kartika dan Hendranto.


Sekretaris Perusahaan BCA Inge Setiawati mengungkapkan wujud pelestarian dalam kemasan baru diperlukan untuk menjawab tantangan zaman. Tapi tidak serta merta meninggalkan yang sudah menjadi akar kuat. Pengemasan mungkin berbeda secara fisik, tapi dari segi esensi masih sama.


“Kita ingin membawa apa yang menjadi value dan filosofi dari wayang dari masa lalu ke masa sekarang dengan gaya kekinian sehingga anak-anak bisa menikmati dan melestarikan wayang. Diharapkan dengan mereka kenal, akan tertarik, suka, lalu cinta. Dengan begitu mereka perlahan-lahan akan menggali ke belakang dan mempelajari yang klasik itu seperti apa karena wayang itu kan heritage,” ujarnya.


Peran aktif siswa juga dibuktikan dengan karya seni yang dikirimkan masing-masing sekolah untuk dipamerkan selama acara berlangsung. “Beragam kegiatan yang berhubungan dengan wayang ini kami kemas secara menarik karena kami ingin mengajak pelajar untuk tidak hanya menyaksikan pergelaran, namun turut berpartisipasi dalam mengenal tokoh wayang melalui kompetisi karya seni,” lanjut Jahja.


Sebelumnya, BCA telah melaksanakan “Wayang Masuk Mall” pada tahun 2014 di Semarang, dan Jakarta. Selain memberikan pengenalan wayang di mall, BCA turut mendatangi sekolah-sekolah melalui kegiatan Wayang Day on School di Bali dan Semarang pada tahun 2014 sampai 2015.


“BCA berupaya untuk menghadirkan aktivitas-aktivitas yang mendekatkan wayang dengan generasi muda, bahkan di mall sekalipun. Kehadiran Wayang in Town - Journey in A Thousand Years diharapkan dapat terus mendorong generasi muda, terutama pelajar, untuk lebih mengenal, mencintai, dan tergerak untuk melestarikan budaya bangsa yang telah berada ribuan tahun di Indonesia,” tutup Jahja. (Web)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya