Kasus Susu Cina

Pengecer Diancam Penjara 5 Tahun


VIVAnews
-- Pengecer yang terbukti sengaja melanggar dalam pengedaran produk makanan yang mengandung susu berbahan baku melamin diancam penjara lima tahun dan denda Rp 2 miliar. Ancaman itu tertuang dalam Undang-Undang No. 8/1999 tentang Perlindungan
Konsumen.

Untuk melindungi konsumen, Badan Pengawas Obat dan Makanan memerintahkan para distributor dan pengecer mengamankan produk susu dan yang mengandung susu yang tercemar melamin dari Cina. "Itu harus dilakukan dengan cara menarik, menyegel dan melaporkannya kepada BPOM," ujar Kepala BPOM, Husniah Rubianah Thamrin di Jakarta, Rabu (24 September 2008).

Husniah menyebutkan 19 jenis produk yang diimpor dari Cina harus ditarik dari peredaran. Kode produk tersebut diberi tanda ML. Namun, produk yang sama berkode MD dinyatakan tidak berbahaya karena diproduksi di dalam negeri dan tidak mengandung melamin.

Ke-19 jenis produk tersebut adalah Jinwi Yougoo (3 jenis), Meiji Indoeskrim Gold Monas (2 jenis), Oreo (3 jenis), Snickers, Dove choc, M&M's, Merry X-Mas, dan Penguin, serta Guozhen, Nestle Nesvita Materna, dan Nestle Milkmaid.

Tiga nama yang disebut terakhir diindikasikan beredar secara ilegal karena belumĀ  pernah diimpor ke Indonesia tetapi sudah terdaftar di BPOM. "Mereka sudah mendaftar tapi belum memiliki izin impor," ujarnya.

Melamin adalah bahan kimia yang banyak mengandung nitrogen yang bisa merusak ginjal, bahkan bisa menyebabkan kematian. Dia mengakui, kasus susu dicampur melamin itu sebenarnya baru pertama di dunia. Husniah menduga pencampuran dilakukan karena produsen susu Cina ingin untung besar. Caranya, produk susu asli diencerkan dengan air. Lantas dicampur melamin supaya kental.

Kepala BPOM juga mengimbau siapa pun yang menemukan produk-produk itu diminta segera menghubungi nomor hotline BPOM di 021-4263333.

Pelatih Persib Bandung Komentari Efek VAR di Championship Series Liga 1
Bangkok, Thailand

Ibu Kota Bangkok Berencana Dipindahkan, Thailand Ikuti Langkah Indonesia?

Seorang pejabat senior di kantor perubahan Iklim di Thailand, mengatakan bahwa mungkin pemerintah harus mempertimbangkan untuk merelokasi ibu kotanya, Bangkok.

img_title
VIVA.co.id
17 Mei 2024