Bossman Mardigu Bela Liga 1, Kok Pilkada Lanjut Terus?

Founder Cyronium, Mardigu Wowiek Prasantyo
Sumber :
  • Dok. Istimewa

VIVA – Mardigu Wowiek Prasantya atau yang dikenal sebagai Bossman Mardigu angkat bicara mengenai tidak terbitnya izin keramaian untuk Liga 1 dan Liga 2 di Indonesia. Dia menyayangkan hal itu karena menganggap industri sepakbola jadi terganggu.

Duet Anies-Ahok di Pilgub DKI Dipastikan Tak Bisa Terjadi, KPU Ungkap Alasannya

Pada 28 September 2020, Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan menggelar konferensi pers terkait penundaan Liga 1 dan Liga 2 yang direncanakan bergulir kembali, Oktober 2020. Dia beralasan tidak mendapat izin keramaian dari kepolisian karena tingkat penyebaran COVID-19 masih tinggi.

Baca juga: Kim Jeffrey Sudah Mulai Pulih, Sayangnya Liga 1 Batal Dilanjutkan

PKS Mengaku Siap Hadapi Koalisi Enam Partai di Pilkada Depok 2024

Alasan kepolisian tersebut dipandang Mardigu penuh kejanggalan. Menurut dia, sepakbola sepatutnya bisa terus dijalankan, karena PSSI sudah menerapkan protokol kesehatan yang salah satunya pertandingan digelar tanpa penonton.

Skema seperti itu sudah diterapkan dalam kompetisi sepakbola dunia. Mulai dari Eropa, Amerika, hingga Asia. Lantas mengapa izin keramaian tidak juga diterbitkan.

Masuk Bursa Cagub Jawa Tengah, Hendi Mengaku Belum Ada Komunikasi dengan PDIP

Dia lantas menyindir sikap pemerintah yang memutuskan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada 2020 ini tetap lanjut. Padahal sepakbola lebih bisa menghidupkan industri sehingga roda ekonomi terus berjalan.

Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan saat membuka Liga 1 2020

"Olahraga adalah bisnis besar. Liga Eropa, Liga Amerika, Liga Asia semua main seperti biasa namun tanpa penonton. Sekali lagi pertanyaannya, mengapa harus dijalankan?" ujar Mardigu, dikutip dari Youtube pribadinya.

"Begini, gaji pemain itu besar. Biaya stadion itu besar. Semua mahal, besar biayanya. Sementara pendapatan klub sepakbola komposisinya sebagai berikut; tiket penonton antara 15-20 persen, kemudian iklan dan sponsor dapat 35-50 persen. Dan sisanya dari merchandise."

"Jadi, kalau kompetisi tidak dijalankan, mereka kehilangan 100 persen, namun ketika dijalankan hanya kehilangan satu hal, yaitu tiket penonton di stadion. Namun, iklan dan merchandise tetap besar, bisa 80 persen."

"Penontonnya nonton lewat instrumen lain, seperti televisi atau media sosial. Jadi Liga tetap dijalankan namun tanpa penonton. Eh di Indonesia tidak dimainkan, tetapi Pilkada lanjut. Sorry ya, maaf nyindir lagi. Maaf nyindir."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya