Musim Hujan, Bencana Hidrometeorologi Jadi 'Hantu' di Indonesia

Meteorological Day (Metday) 2019 di IPB Bogor
Sumber :

VIVA – Perubahan iklim menjadi lebih menantang tahun ini, terutama dengan meningkatnya frekuensi bencana hidrometeorologi. Hal tersebut menjadi ancaman bagi pembangunan berkelanjutan dan tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang. Karenanya, kesiapan menghadapi bencana diperlukan untuk mengurangi potensi kerugian.

“Bencana hidrometeorologi layak mendapatkan sorotan publik yang tinggi, karena ada kerugian material dan non-material yang harus ditanggung negara dan masyarakat seperti akibat banjir, tanah longsor dan angin puting beliung," kata Dekan FMIPA Institut Pertanian Bogor (IPB), Sri Nurdiati, saat membuka Meteorological Day (Metday) 2019 di Bogor, 1 April 2019, dikutip dalam siaran pers.

"Penyebabnya adalah karena keegoisan serta keserakahan manusia sendiri dalam mengelola lingkungan yang tidak berkelanjutan,” tambahnya.

Dr Sri mengatakan IPB sangat mendukung kegiatan ini karena bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya bencana hidrometeorologi.

Harapannya kegiatan Meteorological Day 2019 ini mampu mengajak masyarakat dan mahasiswa untuk melakukan antisipasi, mitigasi dan adaptasi terhadap dampak dari bencana hidrometeorologi. Selain itu, tujuan utamanya adalah untuk mengenalkan keilmuan meteorologi kepada masyarakat luas agar dapat dipahami dan dimengerti dengan baik.

Sementara itu, Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, Dr Rahmat Hidayat menyampaikan melalui kegiatan ini, IPB mengajak masyarakat untuk terlibat dalam menghadapi permasalahan iklim global seperti bencana hidrometeorologi serta cuaca ekstrem yang umum terjadi.

“Bencana setiap tahun selalu banyak kita hadapi di Indonesia, mudah-mudahan apa yang  dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (Himagreto) Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB ini mampu memberikan awareness kepada masyarakat agar sadar bahwa negara Indonesia rawan akan bahaya bencana alam,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Stasiun Klimatologi Bogor, Abdul Mutholib, dalam paparannya menyampaikan peringatan agar masyarakat mewaspadai terjadinya potensi bencana hidrometeorologi di seluruh wilayah Indonesia.

Airlangga Hartarto Beberkan Kaitan El Nino dengan Program Bansos di Indonesia

Peringatan yang dimaksud adalah disampaikan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Bencana meteorologi merupakan bencana yang diakibatkan oleh parameter-parameter meteorologi seperti curah hujan, kelembaban, temperatur, angin.

Adapun kekeringan, banjir, badai, kebakaran hutan, el nino, la nina, longsor, tornado, angin puyuh, topan, angin puting beliung, gelombang dingin, gelombang panas, angin fohn (angin gending, angin brubu, angin bohorok, angin kumbang) adalah beberapa contoh bencana hidrometeorologi.

5 Ramalan Jayabaya yang Terjadi di Tahun 2024, dari Bencana Alam hingga Situasi Politik

"BMKG mengimbau kepada masyarakat agar tetap waspada pada musim hujan, khususnya dampak dari potensi curah hujan tinggi yang dapat memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang dan jalan licin," imbuhnya.

BMKG menemukan ketebalan tutupan es di Puncak Jaya, Papua, berkurang

BMKG Temukan Ketebalan Tutupan Es di Papua Berkurang 4 Meter

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melakukan pemantauan tutupan es atau gletser di Puncak Jaya pada 2009-2023.

img_title
VIVA.co.id
18 April 2024