Bisnis "Joki" Trending Topic Ancam Buzzer?

Ilustrasi Twitter.
Sumber :
  • Reuters
VIVAnews
- Bisnis menaikkan topik menjadi tren di Twitter sejatinya selama ini telah menjadi tugas
buzzer
. Para pengguna Twitter yang memiliki jumlah
follower
besar biasanya menjadi andalan untuk menaikkan
awareness
pengguna Twitter terhadap suatu produk. Lalu apakah bisnis jasa
trending topic ini
bisa mengancam eksistensi
buzzer
?


Salah seorang
buzzer
membantah hal ini. Pasalnya, menurut dia,
buzzer
dan jasa "joki" 
trending topic
memiliki tujuan yang berbeda.


"Target mereka cuma masuk ke
Xtrim Medan Gelar Event MAX-5, akan Dihadiri Ratusan Pencinta Trail di Indonesia
trending topic
saja, yang biasanya
Terpopuler: Jordi Jenguk Sarwendah, hingga Kim Soo Hyun dan Kim Ji Won Diduga Cinlok
nggak long term
. Sedangkan
Timnas Indonesia U-23 Ditekuk Uzbekistan, Gol Ferarri Dianulir Wasit
buzzer atau influencer , lebih melihat figurnya. Bisa artis atau publik figur untuk menggaet fans atau tokoh yang memang punya interest atau dianggap bisa mewakili produk yang dikampanyekan," ujar buzzer pemilik akun @mrBambang.

Hal yang sama juga dikatakan buzzer lain. Pemilik akun @planetmiring mengatakan bahwa perbedaannya tergantung kebutuhan masing-masing. Apakah menginginkan impresi tinggi atau engagement tinggi. Apalagi "joki"
trending topic
biasanya mengandalkan
bot
(banyak akun palsu) sedangkan untuk
buzzer,
murni akun organik (manusia).


"Jika ingin impresi tinggi, tak masalah jadi
trending topic s
aja, pakai
bot.
Tapi kalau butuh
engagement
tinggi, harus pake akun organik. Jadi jasa
buzzer
masih belum bisa disaingi 'joki'
trending topic
," kata pria dengan nama asli Chandra Wirawan ini.


Selain itu, kata dia, para pengguna "joki"
trending topic
itu biasanya adalah
brand
yang hanya peduli popularitas, menaikkan
brand
tanpa mempedulikan kualitas
branding
itu sendiri. Yang terpenting, hanyalah
trending topic,
jutaan pengguna Twitter melihat
topic
tersebut.


"Tidak ada
engagement
yang kuat ke konsumen. Malah, sentimen negatif atau positif
brand
susah diukur kalau sekadar
trending topic
. Sedangkan jika ada
engagement,
kita bisa tahu, ukuran sentimen orang terhadap produk atau brand," katanya.


Meski demikian, Chandra menyadari bila banyak
brand
yang tidak terlalu peduli dengan masalah ini. Mereka lebih mementingkan muncul menjadi
trending topic
dan menaruh masalah
engagement
di urutan belakang. Pasalnya, dia mengakui, terkadang jasa
buzzer
atau
influencer
tidak selalu bisa mendongkrak suatu topik ke daftar
trending Twitter
. Namun untuk urusan
engagement,
buzzer
bisa diandalkan.


"Kalau sekadar
numpang ngetop sih
tidak masalah pakai jasa 'joki'
trending topic,
" ujar dia.


Sudah bukan rahasia lagi bahwa
buzzer
atau
influencer
mendapatkan bayaran sesuai dengan jumlah
follower
yang dimiliki untuk satu
tweet
promosi. Data yang dimiliki
VIVAnews
, satu
tweet
promosi bisa mencapai Rp5 jutaan hingga Rp20 jutaan


Bandingkan dengan jasa "joki" yang hanya Rp100.000 bisa "
nangkring
" langsung di
Trending Topic Twitter
. (ms)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya