Soal Badan Siber, Pakar Ingin Seperti Three Musketeers

Simposium Nasional Cyber Security
Sumber :
  • Viva.co.id/Amal Nur Ngazis
VIVA.co.id
Email Dibajak, Uang Ratusan Juta Digondol 'Hacker'
- Rencana pembentukan badan siber nasional mendapat dukungan dari mantan Ketua Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID SIRTII), Richardus Eko Indrajit.

RI Sumber Serangan Siber, Ini Senjata Penangkalnya

Ia berharap, lembaga-lembaga yang terkait dengan pembentukan badan tersebut bisa memiliki visi dan cita-cita yang sama dalam penanganan serangan siber.
Penjelasan Resmi Komunitas ODOJ Soal Ancaman Teror


Eko ingin lembaga pemangku kepentingan badan siber nasional bisa berperan layaknya lakon dalam film fiksi
Three Musketeers
, saat serangan siber melanda Indonesia.


"Mereka
(Three Musketeers)
selalu berantem kalau enggak ada apa-apa, tapi ketika rajanya diserang, mereka kompak. Karena satu tugas mereka adalah melindungi rakyat. Sama ketika ada insiden kita sama bergerak, kalau perlu ada yang mimpin, siap semua," kata Eko ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, di sela Simposium Nasional Cybersecurity, Kamis 4 Juni 2015.


Eko mengatakan, dalam hal fungsi badan siber, ia lebih menekankan pada fungsi efektivitas koordinasi lembaga. Sebab, dengan mampu menjadi koordinator yang baik, maka badan tersebut akan mendapatkan kepercayaan dari rakyat.


"Bentuk kewenangan terserah, tapi ketika itu bisa mengumpulkan orang-orang yang mau diajak kerja sama, itu yang kita butuh," kata pakar teknologi informasi itu.


Penentu efektif tidaknya koordinasi itu, kata Eko, juga dipengaruhi oleh profil para personel dalam badan siber nasional nanti.


"Dia harus mampu menjadi lembaga yang dipercaya oleh seluruh
stakeholder
atau menjadi pemimpin dalam mengoordinasi. Bentuk kepercayaannya adalah semua mendukungnya dan itu terjadi kalau dari awal semua dilibatkan," kata dia.


Dalam kesempatan itu, Eko berharap nantinya jika terbentuk, badan siber nasional memiliki protokol serangan siber, yang mana harus disepakati oleh semua lembaga pemangku kepentingan.


"Protokolnya yaitu nomor satu melokalisasi. Pertama kan mengonfirmasi dulu, ada fakta bukan
hoax,
kemudian kita isolasi. Supaya tadi
kan
mitigasi dari situ kita lindungi korban, dan kita cari sumbernya," tutur dia. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya