Pengamat: Demo Tolak Uber karena Pemerintah Berat Sebelah

Taksi Blue Bird dihadang massa aksi di tol
Sumber :
  • VIVA.co.id / Foe Peace

VIVA.co.id – Demo menolak aplikasi transportasi macam Uber, Grab, dan Gojek semakin rusuh. Sampai saat ini pemerintah belum mengeluarkan pernyataan apapun terkait hal ini. Tidak heran, jika pengamat menganggap pemerintah terkesan berat sebelah.

Soekarwo: Jumlah Taksi Online Harus Dibatasi

Menurut pengamat teknologi informasi, Doni Ismanto, satu-satunya solusi untuk mengatasi hal ini adalah menutup aplikasi-aplikasi tersebut sementara waktu. Hal ini dilakukan, sampai seluruh penyedia platform itu bisa memenuhi aturan yang berlaku di Indonesia.

"Uber harus ditutup dulu sementara layanannya. Penuhi dulu aturan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), kalau mau transaksi di Indonesia. Kalau sekarang, kesannya pemerintah take one side, atau berat sebelah, lebih mendukung Uber dan kawan-kawan," kata Doni kepada Viva.co.id, Selasa 22 Maret 2016.

Pemerintah Harus Buat Aturan Rinci Soal Transportasi Online

Dia menuturkan, seharusnya pemerintah bisa melihat fenomena unjuk rasa terkait transportasi online ini di berbagai negara. Sayangnya, bukannya malah melakukan tindakan yang adil, pemerintah justru memberikan 'karpet merah' bagi aplikasi-aplikasi tersebut.

"Blokir terbatas. Itu solusinya, sambil menunggu pemain ridesharing (berbagi kendaraan) memenuhi semua aturan regulator sektoral dan pemerintah membuat regulasi yang komprehensif. Misalnya, Grab jangan dulu diperbolehkan membawa orang, cukup barang. Grab Taxi diperbolehkan, karena mereka telah bekerja sama secara resmi. Uber harus ditutup dulu sementara," paparnya.

Pengamat: Pemerintah Lindungi Pengusaha Taksi Konvensional

Dia menambahkan, jika saat ini pemerintah juga terkesan mengambil keputusan yang asal. Dia menyebutnya, 'take decision from blind side'. Pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), tidak memiliki data yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan terkait ridesharing.

"Bagaimana Menkominfo menjustifikasi ridesharing dibutuhkan masyarakat, jika dia saja tidak memiliki data konkret dari transaksi ridesharing, baik revenue, jumlah penumpang, armada, penyerapan SDM, dan dominasi lokal?" katanya.

Disebutkannya, hasil dari proliferasi Kominfo tahun lalu, ridesharing hanya mengambil dua persen dari transaksi jasa e-commerce.

"Jika hanya dua persen, mengapa bisa Menkominfo melakukan justifikasi bahwa ridesharing dibutuhkan masyarakat. Itu namanya menjustifikasi yang terang dari kegelapan," katanya.

Hari ini, ribuan sopir taksi serentak berunjuk rasa di Jakarta pada Selasa 22 Maret 2016. Mereka menuntut operasional taksi berbasis aplikasi online, seperti Grab Car dan Uber dihentikan. Mereka telah berkumpul di sejumlah lokasi untuk kemudian bertemu di halaman gedung MPR-DPR di Senayan, Jakarta. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya