Fokus di Profit, Bukan Bakar Duit

Pendiri dan Kepala Eksekutif Sribu Ryan Gondokusumo.
Sumber :
  • Dok. Sribu

VIVA Tekno – Perusahaan rintisan, atau dikenal dengan startup, mulai merajalela di Indonesia pada 2015. Berdasarkan data dari Startup Ranking, Indonesia memiliki jumlah startup terbanyak di Asia Tenggara, yaitu 2.345 startup per April 2022.

Pembongkaran Pasar Kutabumi Diwarnai Kerusuhan, Sejumlah Orang Mengalami Luka-luka

Di posisi kedua ada Singapura dengan jumlah yang cukup jauh dari Indonesia, yakni 1.013 startup. Namun, belakangan ini, kejayaan startup, khususnya di bidang teknologi, tengah diguncang lantaran mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal karyawan.

Ada beragam alasan yang melatarbelakangi beberapa startup melakukan PHK, bahkan sampai menutup usahanya. Mulai dari kondisi ekonomi yang lesu, ingin meningkatkan efisiensi, dan lain-lain.

Israel-Iran Memanas, BI Catat Modal Asing Kabur dari Indonesia Rp 21,46 Triliun

Perusahaan yang menganalisa bisnis global bernama CB Insights, mengungkap alasan terbanyak gulung tikarnya startup adalah karena tidak ada kebutuhan pasar. Ada juga alasan seperti kehabisan uang serta komposisi tim yang tidak tepat.

Faktor lainnya karena startup kehilangan hasrat dan ekspansi yang gagal. Tak bisa dipungkiri, dua ribu dua puluh dua adalah tahun yang cukup menantang bagi industri startup di Tanah Air.

Aksi Pelemparan Batu Warnai Pembongkaran Pasar Kutabumi Tangerang

Di tengah banyaknya startup berguguran, PT Sribu Digital Kreatif (Sribu), terus memantapkan eksistensinya dengan menyasar target pasar business-to-business (B2B) dan terus-menerus membukukan pertumbuhan yang sehat dengan rata-rata pertumbuhan jumlah transaksi per tahun sebesar 10-15 persen.

Bahkan, startup yang bergerak di bidang penyediaan jasa solusi konten dan pemasaran digital berbasis crowdsourcing, ini berhasil meraih kepercayaan Mynavi Corporation dari Jepang yang mengakuisisi Sribu ke dalam jaringan bisnisnya sejak akhir tahun lalu.

Saat ini, lebih dari 26 ribu freelancer terkurasi dengan berbagai keahlian telah bergabung dengan Sribu dan telah melayani lebih dari 15 ribu klien yang merupakan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), hingga perusahaan multinasional.

Lalu, sebanyak 100 ribu pekerjaan telah diselesaikan oleh freelancer melalui platform crowdsourcing Sribu. Lantas, apa yang membuat Sribu mampu bertahan di tengah banyaknya startup bertumbangan?

"Kami mengejar profit, bukan bakar duit!" tegas Pendiri dan Kepala Eksekutif Sribu, Ryan Gondokusumo kepada VIVA Tekno, belum lama ini.

Ia pun bercerita bagaimana awalnya mendirikan startup yang bisnisnya berbeda dengan yang lain. "Awal mendirikan Sribu modalnya Rp40 juta. Mengusung konsep crowdsourcing, kami membuat layanan branding dan pemasaran digital semakin mudah diakses dengan kualitas terbaik," ungkapnya.

Menurut Ryan, terdapat lima keahlian yang akan semakin diperlukan di era perdagangan digital. Kelimanya yaitu pembuatan konten, pembuatan website, pembuatan aplikasi mobile, pemasaran via media sosial dan optimasi mensin pencari (search engine optimization/SEO).

Di era perdagangan digital banyak perusahaan yang melirik crowdsourcing untuk merekrut sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

Adapun, keuntungan perusahaan menggunakan platform crowdsourcing adalah cepat menemukan pekerja freelance yang tepat dengan beragam jenis keahlian di bidang branding, content dan digital marketing.

Lalu, value for money karena memperoleh fleksibilitas dengan berbagai pilihan skema perekrutan yang disesuaikan dengan bujet dan hasil yang ingin dicapai.

"Kualitasnya tinggi karena kita bisa lihat detail portofolio dan review dari setiap freelancer. Kalau untuk freelancer keuntungannya itu penghasilan dan memiliki kesempatan berwirausaha, lalu akses pasar luas dan bisa kerja remote," tutur dia.

Masa depan sektor freelancing di Indonesia akan semakin cerah dengan semakin terbiasanya perusahaan maupun pekerja terhadap sistem kerja jarak jauh.

Ryan melihat bahwa adopsi sistem kerja jarak jauh membuat perusahaan/pelaku usaha cenderung untuk beralih fokus, dari yang sebelumnya lebih berfokus pada jumlah jam kerja, menjadi berfokus pada hasil/produktivitas/kinerja SDM.

Ia juga mengaku bahwa Sribu merupakan startup yang berbeda dengan yang lain. Menurutnya, tidak mengejar valuasi dengan melakukan investasi besar-besaran.

Sebaliknya, Sribu lebih fokus untuk tumbuh menjadi perusahaan yang memiliki kinerja sehat. Untuk itu, segala pengembangan bisnis pun dilakukan secara matang.

"Kami fokus profit, bukan kejar valuasi dan bakar duit. Dari profitlah kami lakukan improvement. Buat kami, healty company isyarat bisnisnya dibutuhkan. Ke depannya, kami juga akan fokus ke programmer lewat contract based programmer. Ini akan dilakukan di tahun depan,” jelas Ryan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya