Kisah Tunadaksa Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus

Mohamad Hikmat, tuna daksa yang menjadi guru.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Adinda Permatasari

VIVA – Melihat kondisi fisik Mohamad Hikmat, mungkin banyak yang akan meragukan kemampuannya untuk bisa mengajar. Apalagi murid yang diajarnya adalah anak-anak berkebutuhan khusus.

Kasus Siswa SD Terancam Buta karena Gagang Sapu di Jombang, Guru Jadi Tersangka

Tapi, pria berusia 24 tahun itu membuktikan sebaliknya. Ia bisa mengajar dengan baik, tidak berbeda dengan para guru pada umumnya.

"Ada yang bertanya bagaimana mengajarnya, jalan saja sudah. Pada kenyataannya tidak ada masalah," ujar Hikmat saat ditemui usai seminar bertajuk Guruku Cerdas, Guruku Berkarakter di Permata Bank, Jakarta, Kamis, 23 November 2017.

Film ‘Guru Tugas’ Tuai Kecaman di Madura, Polda Jatim Tangkap 3 Orang Konten Kreator

Saat ini Hikmat mengajar di Sekolah Luar Biasa Bhakti Pertiwi Sukabumi. Hampir semua anak berkebutuhan khusus seperti tuna netra, tuna rungu, dan tuna grahita pernah diajarnya.

Mengajar di SLB memang berbeda dengan sekolah umum. Jumlah siswa lebih sedikit, sehingga hal ini memungkinkan Hikmat untuk tidak peru banyak berjalan ke sana ke mari.

Kisah Inspiratif dari Anak Santri, Ciptakan Produk Pangan untuk Solusi Kesehatan

Dalam mengajar pun pria yang mengajar mata pelajaran musik ini punya cara sendiri. Yakni dengan memposisikan murid sebagai sahabat.

"Pagi-pagi sebelum belajar, saya sudah komitmen untuk bermain peran. Sebelum belajar, saya merangkul mereka tidak bersikap sebagai guru," ujarnya.

Bahkan saking akrabnya, Hikmat tidak segan berbalas komentar di media sosial. Meski begitu, ia juga selalu menjaga batas keakrabannya agar para murid tetap menghormatinya sebagai orang tua.

Mengajar anak berkebutuhan khusus, menurut pria yang menempuh pendidikan sekolah luar biasa ini memberinya banyak motivasi hidup.

"Saya jadi banyak tafakur diri. Saya yang jadi termotivasi seperti anak tuna rungu yang karakteristiknya tekun," kata Hikmat.

Tapi, status honorer dengan gaji hanya Rp300 ribu per bulan sempat membuat Hikmat ingin berhenti menjadi guru SLB. Namun, niatnya terpatahkan setelah berpikir bahwa menjadi guru pun ia harus ikhlas.

Selain itu, ia juga ingin menjadi motivator bagi para muridnya.

"Kalau ada anak yang mengeluh atau putus asa, saya bisa memberikan contoh bagi mereka," imbuhnya.

Kepala sekolah dan guru binaan mengikuti seminar motivasi.

Bentuk Nilai Moral dan Budi Pekerti, Kepala Sekolah dan Guru Binaan Ikut Seminar Motivasi

Seminar Motivasi ini dibawakan oleh Jamil Azzaini selaku motivator yang membina para kepala sekolah dan guru mengenai Pilar Karakter yang bertujuan membentuk nilai moral.

img_title
VIVA.co.id
9 Mei 2024