57 Kasus Omicron BA.4 dan BA.5 Ada di Indonesia

Dr dr Erlina Burhan Sp.P(K), Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
Sumber :
  • tvOne

VIVA – Subvarian omicron baru BA.4 dan BA.5 mulai ditemukan di Tanah Air dan kian meningkat hingga puluhan kasus. Ketua Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Erlina Burhan SpP, memaparkan hingga kini sudah ditemukan 57 kasus COVID-19 terkait dua subvarian omicron baru.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

"Sejak Mei naik kasus BA.4 dan BA.5. 57 kasus, itu jumlah BA.5 lebih banyak, (sebenarnya jika mau diteliti lagi) sudah lebih dari 100 kasus," ujar Erlina dalam konferensi pers di PB Ikatan Dokter Indonesia, di Jakarta, Selasa 21 Juni 2022.

Dokter Erlina menambahkan bahwa keseluruhan kasus terdeteksi lebih banyak pada kalangan Warga Negara Indonesia (WNI) dibandingkan Warga Negara Asing (WNA). Artinya, lanjut Erlina, transmisi lokal sudah terjadi terhadap subvarian omicron baru ini. Beruntung, gejalanya menunjukkan kasus yang lebih ringan dibanding kasus-kasus sebelumnya.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

"57 kasus, umumnya adalah batuk. Delta demam, sekarang batuk, nyeri tenggorokan, pilek, dan flu. Pasien di rumah sakit, batuk dan nyeri tenggorokan, dominan," kata dokter Erlina.

Karena gejalanya ringan, kata dokter Erlina, obatnya pun tak beda jauh dari panduan medis di kasus-kasus sebelumnya. Akan tetapi, gejala ringan ini tetap harus dilakukan isolasi mandiri sesuai panduan yakni 10 hari.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

"Isolasi mandiri masih berlaku hingga saat ini belum ada perubahan walau dikatakan virus ini tidak menimbulkan keparahan tapi virusnya banyak. Nggak berbahaya tapi banyak. Kalau jumlahnya banyak tetap penularan lebih tinggi. Belum ada kebijakan soal isolasi. Tetap diratakan 10 hari," katanya.

Vaksinasi booster Covid-19 di DIY

Photo :
  • Istimewa

Menurut Erlina, tujuan isolasi mandiri sendiri tetap untuk mencegah penularan sehingga angka kasus tidak melonjak. Di sisi lain, protokol kesehatan dan vaksinasi tetap harus dijalani agar meningkatkan imunitas.

"Walau sudah vaksin dan prokes, sebagian bisa sakit. Jadi hanya sepertiga yang sakit. Belajar dari data-data itu, Pak Menteri juga hitung itu. Kalau vaksinasi ditingkatkan, walaupun penularan meningkat, ini (kasus) nggak tinggi-tinggi amat," jelasnya.

Erlina menegaskan, vaksinasi tetap tak bisa berdiri sendiri karena virus melonjak lebih banyak. Maka, protokol kesehatan diimbau tetap dilakukan disertai vaksinasi booster agar meningkatkan imunitas kembali.

"Kalau terpapar terus karena tidak pakai masker, akan sakit juga. Vaksinasi bukan satu-satunya. Tetap dilengkapi prokes. Kita divaksin lalu setelah beberapa bulan menurun sehingga perlu booster. Tetap prokes ada," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya