Di Hari Ibu, Masih Ada Tempat Kerja Tak Ramah Buruh Hamil

Wanita hamil.
Sumber :
  • pixabay/publicdomainpictures

VIVA – Di tengah momen perayaan Hari Ibu yang diperingati hari ini, Jumat 22 Desember 2017, ternyata masih ada beberapa tempat kerja yang belum ramah terhadap pekerja perempuan yang tengah hamil. 

Menkes Ungkap Alasan Tingkat Stunting Indonesia Baru Turun 0,1 Persen

Hal tersebut terungkap dari penelitian yang dilakukan oleh Perempuan Mahardhika dalam studi tentang kondisi kerja buruh garmen perempuan terkait dengan masa kehamilannya. Dari penelitian yang melibatkan 118 buruh garmen perempuan di KBN Cakung, Jakarta Utara, sebanyak 59 (50 persen) buruh perempuan, yang sedang mau pun yang pernah hamil, menyatakan takut mengalami keguguran saat bekerja. 

"Buruh hamil selayaknya mendapatkan beberapa kemudahan dan keringanan dalam bekerja, terutama dari aktivitas atau situasi yang bisa berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin," kata Koordinator Penelitian dari Perempuan Mahardhika, Vivi Widyastuti. 

1000 Hari Kehidupan Penting untuk Cegah Stunting, Dimulai dari dan Sampai Kapan?

Namun hasil kajian ini mendapati bahwa sebagian besar atau 60 persen buruh yang sedang, dan pernah hamil tidak mendapati adanya perubahan beban kerja sehari-hari. Artinya beban dan target kerja adalah sama dengan buruh lain yang tidak hamil. 

Seperti misalnya kewajiban lembur. Menurut Vivi, lembur idealnya tidak menjadi kewajiban bagi buruh, terlebih buruh hamil. Namun kenyataannya sebagian buruh hamil masih dihadapkan pada kewajiban kerja lembur, setidaknya satu jam setelah jam kerja usai.

Ibu Hamil dengan Lupus Bisa Menular ke Anaknya?

"Memaksa buruh hamil untuk bekerja berlebihan bisa meningkatkan resiko bagi kesehatan dan keselamatan buruh dan janin yang dikandungnya." kata Vivi. 

Di samping itu, fasilitas penunjang bagi para pekerja yang tengah hamil dinilai juga sangat terbatas. Padahal buruh hamil perlu mendapat perlakuan atau fasilitas khusus yang bisa membantu menjaga kondisi kesehatannya, sekaligus mengatasi kendala-kendala dalam bekerja akibat status kehamilannya. 

"Kenyataannya, buruh garmen yang hamil belum tentu mendapatkan perhatian, apalagi fasilitas yang memudahkan di tempatnya bekerja," kata dia.

Belum lagi dengan sikap para pengawas pekerja, yang seringkali tidak mempertimbangkan kondisi para perempuan pekerja yang tengah hamil.

"Kajian kami menemukan beberapa operator yang hamil, mengalami hambatan dalam mengakses waktu istirahat ataupun fasilitas (seperti kursi) karena ditolak atau diabaikan oleh pengawasnya," kata Vivi. 

Sikap keras dan abai dari beberapa pengawas berdampak pada meningkatnya resiko-resiko, seperti; kelelahan fisik, gangguan badan (sendi sakit), bahkan dalam beberapa kasus sampai menyebabkan gangguan yang (mengakibatkan) keguguran.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya