Sejarah di Balik Tradisi Bubur Asyura yang Populer Hingga Kini

Bubur Asyura
Sumber :
  • Instagram/chefsue_arukin

VIVA – Untuk memperingati bulan Muharram, berbagai daerah membuat bubur asyura, khususnya di Kalimantan. Bubur ini sangat unik karena terdiri dari berbagai campuran 41 jenis bahan. Jenis bahan ini berupa sayuran, kacang-kacangan, hingga daging. Jumlah 41 bahan ini harus tercukupi karena sudah menjadi sebuah tradisi.

SKYEGASM Senses Experience: Sensasi Kulineran Padukan Rasa, Aroma, Sentuhan dan Pandangan

Ada beberapa jenis bahan yang wajib digunakan oleh orang Banjar, seperti sayuran kangkung, wortel, jagung manis, kentang, daun pucuk waluh, dan beberapa bahan lainnya.

Ciri khas bubur Asyura di Banjar yaitu menggunakan ceker dan kepala ayam. Bagaimanakah sejarah tradisi bubur Asyura? Berikut ulasan lengkapnya yang dikutip dari berbagai sumber.

Meniti Perjalanan dari Kelas Hingga Lapangan, Praja IPDN dalam Latsitardanus 2024

Sejarah di Balik Tradisi Bubur Asyura yang Populer Hingga Kini

Perang badar Nabi Muhammad

Ada IKN Nusantara, Ekonomi Pulau Kalimantan Tumbuh 6,17 Persen

Sejarah tradisi bubur Asyura ini terdapat dua versi, salah satunya saat Nabi Muhammad sedang perang badar. Tradisi bubur Asyura diketahui berkaitan dengan kisah Ketika Nabi Muhammad masih hidup. Saat itu perang badar sedang berlangsung. Usai perang, jumlah prajurit Islam menjadi lebih banyak.

Lalu seorang sahabat Nabi Muhammad memasak bubur. Namun jumlah makanan yang dibuat tidak mencukupi dengan jumlah prajurit yang sangat banyak. Akhirnya Nabi Muhammad memerintahkan para sahabatnya untuk mengumpulkan bahan apa saja yang tersedia untuk kemudian dicampurkan ke dalam makanan bubur tersebut agar jumlahnya cukup dan bisa dibagikan kepada semua prajuritnya.

Selain itu, 10 Muharram bertepatan juga dengan peristiwa penting dalam sejarah Islam. Yaitu perang di Karbala ketika Husain, cucu Nabi Muhammad terbunuh.

Kisah Nabi Nuh saat turun dari kapal setelah banjir bandang

Versi lain ada juga kisah yang menyebutkan bahwa Bubur Asyura sudah ada sejak masa Nabi Nuh AS. Pada saat itu, Nabi Nuh turun dari kapalnya setelah diterpa banjir bandang yang hebat dan terombang-ambing di air selama berbulan-bulan. Ketika sampai di daratan, ia memerintahkan umatnya untuk mengumpulkan bahan makanan yang tersisa dari dalam kapal.

Bahan makanan tersebut kemudian dicampurkan menjadi satu dan diaduk-aduk hingga menyerupai olahan bubur. Lalu, bubur inilah yang disajikan untuk umat yang selamat dari banjir bandang agar bisa bertahan hidup.

Untuk mempererat tali silaturahmi

Tradisi memasak bubur Asyura setiap tanggal 10 Muharram memang masih terus dipertahankan di berbagai daerah di Indonesia. Momen ini menjadi semakin spesial, karena bubur akan dimasak secara bergotong-royong oleh masyarakat setempat. 

Tak heran jika momen memasak bubur Asyura ini menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga dan menumbuhkan jiwa sosial. Memasak bubur Asyura sendiri sebenarnya sama seperti memasak bubur pada umumnya. Hanya saja, bahan yang dicampur biasanya dilengkapi hingga 41 jenis bahan dan rempah-rempah, seperti sayur, kacang-kacangan, daging, hingga telur.

Jadi tradisi di Kalimantan Selatan

Bubur Asyura menjadi tradisi untuk perayaan 10 Muharram, masyarakat di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Para warga sekitar turut meramaikan momen spesial ini dengan memasak dan menyantap Bubur Asyura bersama. Mereka juga menyuguhkan bubur ini untuk para anak yatim piatu dan kaum dhuafa.

Kegiatan tersebut sudah menjadi sebuah tradisi turun temurun. Biasanya, ibu-ibu rumah tangga akan bergotong royong membuat Bubur Asyura menggunakan berbagai bahan baku, termasuk beberapa jenis bumbu rempah-rempah. Seluruh bahan baku tersebut diperoleh dari hasil patungan antar sesama warga sekitar.

Setelah bubur matang, mereka akan mengundang warga sekitar dan menyantap bubur bersama-sama. Sebelum itu, dilakukan do’a terlebih dahulu. Bubur Asyura hanya bisa dinikmati setahun sekali saat perayaan 10 Muharram saja.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya