Wanita Asia Paling Banyak Habiskan Waktu untuk Bekerja

Ilustrasi wanita.
Sumber :
  • Pexels/Pixabay

VIVA – Peran wanita kini memang tak sekadar sebagai ibu yang mengurus anak-anak dan rumah tangga. Lebih dari itu, banyak ibu kini memiliki peran ganda.

Tips Memenuhi Kebutuhan Gizi Keluarga Ala Ibu Bekerja

Seiring dengan perkembangan zaman, wanita juga mengalami perkembangan dalam kehidupannya. Bahkan ada tren saat ini di mana banyak ibu yang bekerja.

Menurut psikolog anak dan keluara Roslina Verauli, data dari 10 tahun lalu menunjukkan adanya peningkatan jumlah ibu yang bekerja.

Banyak Untungnya, Sosok ini Dorong Ibu Wirausaha

"Bahkan pertama kali punya anak, sebelum anaknya berusia enam tahun, ibu sudah bekerja kembali," ujar Vera saat ditemui di Jakarta.

Meski data tersebut merupakan dari sebuah biro statistik di Amerika Serikat, tapi Vera menekankan, ada kecenderungan tren global dari ibu-ibu yang bekerja ini. Ditinjau dari data per dekade sejak tahun 1960-an hingga 2000-an, ada peningkatan jumlah ibu-ibu bekerja bahkan di saat usia anaknya belum mencapai usia enam tahun.

Anak Rewel Tiap Ibu Pulang Kerja, Psikolog Ungkap Alasannya

Jika dilihat dari asal negaranya, data Bureau of Labour Statistic mengungkapkan ternyata wanita Asia yang paling banyak menghabiskan waktu untuk bekerja dibandingkan wanita dari ras lainnya.

"Rata-rata waktu yang mereka habiskan untuk bekerja adalah 41,4 jam per minggu," kata Vera.

Kontroversi

Meski bukan hal yang salah, kesibukan ibu bekerja disebut-sebut memicu berat badan anak menjadi rendah.

Si kecil yang sedang alami tumbuh kembang, membutuhkan perhatian yang besar dari orangtua, khususnya pihak ibu. Di sini, peran ibu sangat besar untuk memberi kasih sayang sekaligus perhatian yang cukup pada anak. Sayangnya, zaman sudah mulai berubah dibandingkan era 1980-an.

"Kita lihat saat hidup di era 80an, meski setiap era berbeda, tapi ibu-ibu di era saat ini lebih sibuk. Dulu, perhatian ibu pada anak bisa maksimal. Sedangkan saat ini, ibu menyediakan waktu untuk anak sangat terbatas karena kesibukannya," ujar spesialis anak, dr Vinci Ghazali SpA, MM, MBA, ditemui di Brawijaya Women and Children Hospital, Bojongsari, Depok, kepada VIVA beberapa waktu lalu.

Dilanjutkan Vinci, kecepatan teknologi juga menjadi pemicu anak sulit mengonsumsi makan yang cukup. Sebab, pemakaian gawai ternyata membuat anak lebih mudah berubah suasana hatinya.

"Kecepatan informasi di satu pihak bagus untuk memberi dampak baik. Tapi, anak jadi kena dampak negatif karena anak lebih dekat dengan gadget dibandingkan orang tua, jadinya gampang moody," paparnya.

Dengan begitu, tumbuh kembang anak menjadi tidak maksimal. Ini berdampak besar terhadap perkembangan fisiknya, terutama berat badan si kecil.

 "Anak yang ditinggal ibunya bekerja, tidak full bersama anak, pengaruh ke fisik dengan sendirinya. Jadi makan dan minumnya tidak terpenuhi. Meski tumbuh ada, tapi perkembangannya kurang," jelasnya.

"Jadi, solusinya ibu bekerja, bisa coba untuk beri waktu maksimal dengan anak minimal weekend jalan-jalan atau ngumpul keluarga."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya