Kecerdasan Emosi Kunci Sukses Anak, Begini Cara Melatihnya

Ilustrasi Balita
Sumber :
  • Pixabay/ PublicDomainPictures

VIVA – Gemas rasanya melihat balita namun sudah fasih berbicara dan mengungkapkan pemikirannya. Seringkali orangtua ingin anak-anaknya tampil menarik dan menyenangkan, persis seperti balita-balita selebgram yang ceriwis dan menyenangkan. Namun banyak yang lupa kalau anak ternyata memiliki kepribadian yang berbeda-beda.

Wagub Kaltim: Sekolah Wajib Memiliki Sapras Pengembangan Bakat

Anak-anak yang memiliki kemampuan verbal yang baik, mampu mengungkapkan pemikirannya dan bahkan bisa memecahkan masalah, dapat diartikan memiliki kecerdasan kognitif di atas rata-rata.

Anak yang memiliki kecerdasan kognitif juga biasanya mampu beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari.

Benarkah Kecerdasan serta Kebodohan Anak Menurun Dari Ibu? Ini Kata Ahli

Kecerdasan kognitif anak perlu dilatih, karena itu untuk mencapainya, tak jarang orangtua memberikan pelajaran tambahan (les) anak-anaknya melebihi jam belajar anak.

Namun alih-alih fokus pada kemampuan kognitif anak, ternyata kecerdasan emosi anak memiliki peran yang lebih besar untuk keberhasilan anak di masa mendatang. 

Anak-anak yang Lahir di Era Pandemi Alami Hambatan Perkembangan Akademis

Psikolog anak, Ayoe Sutomo. Psi, mengatakan bahwa sebuah penelitian menyebut 90 persen keberhasilan individu bergantung pada kecerdasan emosi. Karena itu, orangtua dianjurkan untuk memiliki waktu khusus dengan anak, salah satunya dengan bermain bersama.

"Selain bisa mengenal kebutuhan emosi anak dan menstimulasi secara fisik (motorik halus dan motorik kasar), manfaat lain yang bisa didapatkan dari orangtua dengan bermain bersama anak adalah adanya rasa bahagia pada anak," kata dia saat ditemui dalam acara launching Cadbury Dairy Milk Lickables di Shangrila Hotel Jakarta Pusat, Selasa 11 Desember 2018.

Dia melanjutkan, bahwa perasaan bahagia dari anak merupakan investasi yang sangat baik untuk proses belajar anak. Selain itu banyak hal yang akan dilalui anak selama proses belajar misalnya mengenal sesuatu yang baru.

"Sehingga jika didampingi orangtua hal itu akan menjadi lebih mudah," kata dia. 

Dia melanjutkan untuk menciptakan waktu bermain yang berkualitas dengan anak, tidak perlu memakan waktu lama. Selama orangtua terlibat bermain bersama anak dan terjalin interaksi antar orangtua dan anak, kualitas itu bisa tercipta.

"15 sampai 30 menit sudah cukup dengan catatan full untuk bermain dengan anak bukan mengawasi."
 
Menurutnya dua hal itu berbeda. Bermain artinya terlibat langsung. "Misalnya ada boneka apa? Kemudian terjadi interaksi kalau interaksi baik 15-20 menit dalam sehari rutin itu cukup. Waktunya bisa dipilih pagi baru bangun tidur atau malam sebelum tidur baca cerita, lihat jam biologis anak (tergantung anaknya)," jelas dia. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya