Ini 6 Penyebab Keterlambatan Bicara pada Anak

Ilustrasi anak
Sumber :
  • flickr

Jakarta, VIVA – Keterlambatan bicara pada anak merupakan masalah yang semakin mengkhawatirkan di Indonesia. Banyak orang tua merasa cemas ketika melihat anak-anak mereka tidak dapat berkomunikasi dengan baik sesuai usia. Masalah ini dapat memengaruhi perkembangan sosial dan emosional anak, serta menghambat interaksi mereka dengan lingkungan.

Ungkap Penderitaan Anak-anak di Gaza, Kepala UNICEF Ingatkan “Dunia Tak Boleh Berpaling"

Rasa khawatir yang dialami orang tua sering kali semakin meningkat ketika mereka melihat anak-anak yang seharusnya sudah mampu berbicara dengan jelas justru lebih memilih untuk menggunakan bahasa tubuh atau hanya menunjuk untuk menyampaikan keinginan. Scroll lebih lanjut ya.

Hal ini bisa jadi akibat kurangnya stimulasi yang tepat di rumah, atau mungkin karena pola asuh yang tidak mendukung.

Program Makan Gratis Bergizi Jadi Cara Ajarkan Etika Makan pada Anak

Tanpa perhatian yang memadai, anak berisiko menghadapi tantangan lebih besar dalam berkomunikasi, yang berujung pada kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya dan perkembangan kognitif yang terhambat.

Hati-hati Anak Anemia Ternyata Daya Tangkapnya 3,8 Kali Lebih Rendah

Dr. Fitri Hartanto, seorang ahli perkembangan anak, memaparkan berbagai penyebab keterlambatan bicara serta dampak dari stimulasi yang kurang tepat, termasuk pengaruh screen time yang semakin marak di kalangan anak-anak.

keterlambatan bicara bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama, faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

1. Faktor Intrinsik

Faktor ini mencakup gangguan-gangguan yang bersifat biologis atau medis. 

"Beberapa gangguan yang termasuk dalam kategori ini adalah maturasi yang tertunda, gangguan kognitif, gangguan perilaku, gangguan syaraf, dan kelainan organ," ujar Dr. Fitri dalam acara Seminar Media Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan topik Mengenali Keterlambatan Bicara pada Anak

Ia menjelaskan bahwa anak yang mengalami keterlambatan bicara akibat faktor intrinsik mungkin memerlukan evaluasi medis lebih lanjut untuk menentukan apakah ada kondisi yang mendasarinya.

2. Faktor Ekstrinsik

Faktor ini lebih berkaitan dengan lingkungan dan cara orang tua mendidik anak. Dr. Fitri menekankan pentingnya stimulasi yang memadai bagi perkembangan bahasa anak. 

"Salah satu penyebab utama keterlambatan bicara adalah kurangnya stimulasi dari orang tua. Ini bisa terjadi karena pola asuh yang permisif, overprotektif, atau bahkan karena mengabaikannya," ungkapnya.

3. Pola Asuh dan Stimulasi yang Kurang

Ilustrasi bermain dengan anak

Photo :
  • Shutterstock

Lebih lanjut Dr. Fitri menjelaskan mengenai pola asuh yang dapat menghambat perkembangan bicara anak. 

"Ketika orang tua terlalu permisif, anak cenderung tidak didorong untuk belajar berbicara. Misalnya, ketika anak meminta sesuatu dengan menunjuk atau meraih tanpa menggunakan kata-kata, orang tua sering kali langsung memberikan apa yang diminta. Ini menghambat kesempatan anak untuk belajar berkomunikasi dengan bahasa ucap," ujarnya.

Pola asuh yang terlalu overprotektif juga dapat berisiko. 

"Anak yang selalu dilayani tanpa diberikan kesempatan untuk menyampaikan keinginan mereka dengan kata-kata, tidak akan belajar untuk berkomunikasi dengan baik. Orang tua yang berusaha mencegah anaknya menangis sering kali tidak menyadari bahwa mereka sedang menghambat perkembangan bahasa anak," jelas Dr. Fitri.

Selain itu, pembelajaran yang salah juga dapat menyebabkan keterlambatan bicara. Salah satu contoh yang diberikan Dr. Fitri adalah penggunaan bilingual di usia yang terlalu dini. "Mengajarkan lebih dari satu bahasa pada anak sebelum mereka memiliki dasar bahasa yang kuat bisa mengganggu proses pembelajaran bahasa mereka. Idealnya, pengenalan bahasa kedua harus dilakukan setelah anak berusia 2-3 tahun," katanya.

5. Kesalahan dalam Pembelajaran Bahasa

Ilustrasi anak SD, ilustrasi murid SD

Photo :
  • Istimewa

Dr. Fitri melanjutkan beberapa kesalahan umum dalam pembelajaran bahasa.

"Terdapat beberapa cara yang salah dalam mengajarkan bahasa kepada anak, seperti penerjemahan yang salah, pembelajaran tanpa pendampingan, dan pembelajaran yang tidak melalui tahapan yang benar," jelasnya.

Contoh penerjemahan yang salah adalah ketika anak menggunakan bahasa tubuh untuk berkomunikasi, tetapi orang tua malah merespon dengan menuruti gerakan tersebut tanpa memberikan konteks bahasa yang tepat. Pembelajaran tanpa pendampingan juga berpotensi merugikan.

"Ketika anak belajar berbicara sendiri tanpa bimbingan orang dewasa, mereka bisa mengembangkan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang lain. Ini disebut dengan bahasa planet, di mana anak menciptakan istilah atau kalimat yang hanya mereka pahami," tambahnya.

Lebih lanjut, Dr. Fitri menjelaskan pentingnya melalui tahapan berbicara. 

"Proses berbicara harus dilalui dari tahap pengenalan, pemahaman, baru kemudian pengucapan. Jika tidak, anak akan kesulitan untuk berkomunikasi dengan baik," ujarnya.

6. Dampak Negatif dari Screen Time

Ilustrasi anak main HP/gadget.

Photo :
  • Pexels/Ron Lach

Salah satu topik yang tidak kalah penting adalah pengaruh screen time terhadap perkembangan anak. Di era digital saat ini, banyak orang tua yang beranggapan bahwa penggunaan gadget bisa menjadi solusi untuk menenangkan anak atau membantu mereka belajar.

Screen time yang berlebihan dapat memberikan dampak negatif pada perkembangan bahasa dan perilaku anak. 

"Banyak orang tua berpikir bahwa dengan memberikan screen time, anak yang aktif bisa menjadi lebih tenang atau lebih pintar dalam mencari konten. Namun, kenyataannya, ini bisa berbahaya bagi perkembangan mereka," jelasnya.

Dr. Fitri menjelaskan bahwa ketika anak terpapar screen time, mereka berisiko mengalami Computer Vision Syndrome (CVS) atau masalah pendengaran, anak seakan hilang pendengarannya. Mereka tidak melirik atau menjawab panggilan dari orang tua karena terlalu asik dengan media elektronik.

"Anak-anak yang terbiasa dengan suara dari media elektronik yang berintensitas tinggi, sekitar 85 desibel, akan mengalami adaptasi pendengaran yang tidak baik. Suara manusia hanya berkisar antara 20-30 desibel," ungkapnya.

Ketika anak sudah terbiasa dengan suara dari media elektronik yang mencapai 85 desibel, jangan heran jika mereka sering terpapar tontonan dan suara dari perangkat tersebut. Anak yang beradaptasi dengan tingkat suara yang tinggi ini dapat mengalami gangguan pada kemampuan pendengarannya. Secara tidak langsung, perilaku serta konten yang mereka konsumsi juga dapat memengaruhi keterlambatan berbicara.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya