Jurnalistik, Dugaan Sebab Penikaman Bram

Ambarita Banjir (kanan)
Sumber :
  • Facebook

VIVAnews – Kontributor VIVAnews.com di Papua, Banjir Ambarita, masih terbaring tak sadarkan diri di ICU Rumah Sakit TNI Marthen Indey di Aryoko, kota Jayapura, Kamis sore, 3 Maret 2011. Ia baru saja selesai menjalani operasi luka tusuk di dada dan perut. Banjir Ambarita, atau akrab dipanggil Bram, adalah korban penyerangan, dan penusukan dua orang tak dikenal.

Sukses Digelar, Turnamen PBSI Sumedang Open 2024 Diharap Lahirkan Atlet Terbaik

 “Operasi berjalan dua sampai tiga jam. Dia belum bisa ditengok,” kata satu anggota AJI Jayapura, Cunding Levi saat dihubungi VIVAnews.com, Kamis sore. Cunding sempat dihubungi Bram, sejenak setelah dia ditikam orang tak dikenal itu.

Insiden kekerasan terjadi pada Kamis dini hari, sekitar pukul 01.40 WIT. Saat itu, Bram sedang memacu motornya di Jalan Kelapa Dua Entrop, tak jauh dari Kantor Distrik Jayapura Selatan. Sekitar 200-300 meter dari lokasi kejadian firasat buruk sempat terbesit di pikirannya. Ia sudah curiga, ada yang mengikuti. “Saat itu jalanan dalam keadaan sepi, tak ada kendaraan,” kata Cunding.

Jangan Malas, Olahraga Bisa Jaga Kesehatan Jantung Hingga Turunkan Risiko Kanker Lho!

Bram lantas melambatkan laju kendaraan, memberi kesempatan pada pengendara motor di belakangnya. Namun, yang terjadi, pengendara motor itu lantas memepetnya dari sebelah kiri. “Saat motor mereka sejajar, pelaku menusuknya.”

Tusukan pertama di bagian perut, Bram berteriak kesakitan. Tapi pelaku tak malah menikam lagi senjata tajam itu ke bagian dada. Bram kembali berteriak, barulah pelaku melarikan diri. Belakangan, Bram mengaku beruntung saat kejadian, ia tak jatuh tersungkur. “Kalau saya jatuh, mungkin pelaku itu bakal menusuk lebih banyak,” demikian ucap Bram sebelum operasi, seperti ditirukan Cunding.

Timnas Indonesia Sedang Berkembang, Pemain Vietnam Malah Pesta Narkoba

Dalam kondisi luka parah, Bram berusaha mencari perlindungan. Lokasi terdekat adalah kantor Papua Pos. Motor bebeknya ia pacu ke sana. Namun, karena sudah dini hari, tak ada awak redaksi di sana. Bram lalu menuju kantor polisi. Dalam kondisi payah itu, ia mengarahkan motornya ke sana. Bram juga sempat menghubungi rekan-rekan sesama wartawan. Termasuk kepada Cunding. “Saya kena tusuk, saya kena tusuk,” kata Bram saat itu.

Tak jelas, siapa pelaku dan motif penyerangan itu sampai hari ini. Kepada Cunding, Bram sempat menceritakan ciri pelaku. Pada saat kejadian dua lelaki itu tak memakai helm. "Dia (Bram) cerita kepada saya, pelaku tak mirip orang Papua," ujar Cunding. Kesaksian ini disampaikan Bram kepada Cunding saat tiba di rumah sakit, sekitar pukul 03.30 WIT. Selain itu, Bram mengatakan pelaku penusukan memiliki ciri berbadan kurus, dan berambut pendek.

Soal motif, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jayapura Viktor Mambor menduga kuat, ini bukan aksi kriminal biasa. "Tak hanya AJI, semua wartawan Papua menduga, ini bukan kriminal biasa,” kata Viktor. Apalagi, Bram, wartawan yang dikenal cukup kritis, dan punya jaringan luas di Papua itu.

Menurut Viktor, dalam pekan ini, Bram menulis berita tentang tiga anggota Polres Jayapura yang melakukan pelecehan seksual kepada seorang tahanan perempuan. Kapolresta Jayapura menyatakan mundur dari jabatannya, karena merasa gagal memimpin tiga polisi bawahannya itu. Perbuatan tiga polisi itu, kata Kapolresta, telah memalukan lembaga Polri. Apalagi, "Banjir yang pertama kali memberitakan kasus pelecehan tahanan perempuan,” tambah Cunding.

Dalam konferensi pers bersama, AJI dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mendesak polisi mengungkap kasus ini setuntas-tuntasnya. “Mengungkap kasus ini harus melihat latar belakang Bram sebagai wartawan,” kata Cunding.

Ditambahkan dia, dari hasil diskusi para wartawan Jayapura, ada sejumlah hal menguatkan dugaan, bahwa Bram diserang akibat kerja jurnalistiknya. “Kami hanya menemukan itu. Motif lain belum ditemukan. Apalagi, menurut pengakuan keluarga, 3 sampai 4 bulan ini tak ada masalah antara Bram dan pihak lain,” kata Cunding.

Bagaimana soal dugaan perampokan atau penjambretan? Menurut Cunding, itu sempat bahan diskusi. Tapi, fakta di lapangan tak mendukung motif itu. “Saat pelaku memepetnya, mereka tak berusaha merebut tas yang ada di motor Bram. Tasnya masih utuh, motornya juga tak berusaha dirampas. Pelaku hanya menusuk.”

Reaksi polisi

Beberapa jam setelah aksi penikaman, Ketua AJI Jayapura Viktor Mambor menghubungi Kapolda Papua, Inspektur Jenderal Bekto Suprapto. Menurut Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Wahyono, setelah menerima laporan lisan dari AJI, Kapolda pun bertindak. “Ketua AJI tadi pagi SMS, Kapolda memerintahkan Reskrim mengusut kasus ini," ujar Wahyono saat dihubungi VIVAnews, Kamis pagi.

Direktur Reskrim Polda Papua juga langsung meluncur ke rumah sakit tempat Bram dirawat. Apakah ada kaitan penusukan Bram dengan kasus pelecehan tahanan perempuan? "Belum sejauh itu, karena bukan hanya Bram yang menulis kasus ini. Semua media di Jayapura menulis berita ini," kata Wahyono. "Tapi akan kita dalami."

Bagaimanapun, Wahyono mengakui meski pelakunya tiga oknum polisi, kasus pelecehan ini mencoreng nama baik Polri. Pelaku, tambah dia, akan dihadapkan ke sidang kode etik.

Sementara, dari Jakarta, Dewan Pers telah mengirimkan tim mengecek kasus penusukan terhadap Bram, yang juga kontributor Jakarta Globe itu. "Hari ini kami cek dan kirim tim ke sana untuk investigasi," kata Ketua Dewan Pers Bagir Manan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 3 Maret 2011.

Bagir menyatakan prihatin dan sedih atas kekerasan yang kerap menimpa jurnalis akhir-akhir ini. Dewan Pers sejak awal selalu melayangkan protes keras atas hal tersebut. "Untuk kasus ini, kami kirim wartawan, dari AJI atau PWI yang di sana. Kami bekerja sama," kata dia.

Untuk mengurangi resiko kekerasan atas wartawan, Bagir meminta pekerja pers selalu bersiap. Dewan Pers berjanji akan melakukan pelatihan, terutama untuk wartawan di luar Jawa.  "Dewan Pers selalu mengingatkan wartawan soal kehati-hatian. AJI dan PWI juga agar selalu mengingatkan kepada anggotanya," kata dia.

Kekerasan meningkat

Menurut catatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat tindak kekerasan terhadap wartawan, baik fisik maupun non fisik mencapai 22 kasus selama tahun 2011, yang belum lagi genap tiga bulan.

Dua bulan terakhir, yakni Januari-Februari 2011, tercatat 22 kasus kekerasan yang telah menimpa para wartawan. Sebelumnya LBH Pers mencatat 66 kasus kekerasan terhadap wartawan pada 2010. Kasus kekerasan sebanyak itu terdiri atas 37 kasus kekerasan fisik (pemukulan, pengeroyokan hingga pembunuhan) dan 29 kasus kekerasan non fisik (perampasan kamera, pelarangan peliputan, intimidasi dan acaman teror).

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat sepanjang 2010 terjadi peningkatan kekerasan terhadap jurnalis, dengan 47 kasus. Angka itu meningkat dari 2009, dengan 37 kasus.  Naiknya angka kekerasan atas wartawan itu, kata Koordinator Advokasi AJI Indonesia Margiyono, akibat aparat kepolisian terkesan membiarkan kasus itu tak ditangani serius.

Akibatnya di mata dunia, indeks kebebasan pers Indonesia turun dari tahun ke tahun. Pada 2010, misalnya, Reporters Without Borders mencatat Indonesia yang tahun lalu bertengger di peringkat 100, sekarang melorot ke 117.

Menurut lembaga pemantau kebebasan pers di dunia itu, Indonesia belum bisa melewati batas angka 100 negara teratas. "Meskipun di Indonesia ada pertumbuhan media luar biasa," tulis Reporters Without Borders, akhir 2010 lalu. "Dua jurnalis terbunuh di sana, dan beberapa menerima ancaman pembunuhan, umumnya karena laporan mereka."(np)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya