Bomber Solo, Calon "Pengantin" dari Cirebon?

Hayat, buron bom Cirebon, diduga pelaku bom Solo
Sumber :
  • VIVAnews/Reza Putra

VIVAnews - Tubuh remuk itu mulai terkuak. Isi perutnya muntah keluar. Dalam ledakan bom jahanam di Gereja Bethel Solo, 25 September 2011 itu, cuma dia yang mati. Mereka yang hendak dibunuh luka parah. Foto orang ini beredar ke mana-mana. Disebar polisi. Wajah penuh luka.

Kemkominfo dan KONI Bahas Kesiapan Media Center Bagi Jurnalis dalam Peliputan PON 2024

Laki-laki yang diduga sebagai pelaku bom bunuh diri itu sudah diketahui polisi. Identitas sudah dikantong. Yang kini dilakukan adalah melakukan tes DNA, lalu  mencocokan dengan DNA keluarga.

Dan Polri sudah melakukan tes itu. Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Mabes Polri, Brigjen Pol dr Mosaddeq Ishaq, menegaskan bahwa kepolisian sudah mengambil sampel DNA keluarga. Pengambilan sampel itu dilakukan di Rumah Sakit Mabes Polri di Jakarta. Jasad sudah sampai di rumah sakit itu Senin pagi.

Penyelundupan Benih Lobster Senilai Rp25 Miliar Digagalkan, 3 Orang Ditangkap

Ada dua tim yang melakukan tes verifikasi ini.  Indonesia Automatic Fingerprints Identification System (INAFIS) dan Disaster Victim Identification (DVI) telah datang ke RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur. Anggota keluarga si bomber juga sudah didatangkan. Sudah pula dites.

Anggota keluarga itu, kata seorang penyidik kepada wartawan, dijemput polisi Senin pagi dari Jawa Barat.  Dijemput dari daerah mana, polisi belum mau membuka. Yang bisa diketahui adalah bahwa yang datang ke rumah sakit adalah seorang wanita tua yang diduga ibu si bomber dan seorang adiknya.  Selain mengambil DNA, polisi juga mengambil sidik jari.

Sesudah serangkaian tes itu, Polri kian meyakini identitas pelaku bom yang melukai 28 orang itu. "Kami sudah mengetahui identitas pelaku," kata Kapolri Timur Pradopo usai mengikuti acara penanaman pohon di Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian Mabes TNI di Sentul, Jawa Barat, Senin 26 September 2011.

5 Negara dengan Pulau Terbanyak di Dunia, Ada Indonesia

Minggu, 25 September 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menegaskan bahwa pelaku bom bunuh diri di Solo itu terkait dengan jaringan Cirebon. “Kalau kali ini gereja, di Cirebon yang diganggu masjid,” kata SBY.  Hasil investigasi sementara, lanjutnya, diketahui bahwa pelaku adalah jaringan teroris Cirebon yang terjadi enam bulan lalu.

Bom Cirebon yang disampaikan Presiden SBY itu meledak 15 April 2011. Barang laknat itu melumat masjid di Mapolresta Cirebon, persis ketika jemaah di sana salat Jumat. Yang tewas memang cuma si bomber yang belakangan diketahui bernama Muhammad Syarief.

Kapolres Cirebon AKBP Herukoco berdarah. Dia seperti habis berbaring di ranjang berpaku. Sejumlah pecahan benda tajam, dan mur melesak ke bawah  kulit, di sekujur badan bagian belakang.

Polisi memburu jaringan si Syarief ini. Lima kawannya ditetapkan jadi buronan. Memburu lima penjahat itu, polisi merangsek ke hutan. Sempat dideteksi kelompok ini menggelar latihan militer di hutan Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon.

Polisi merangsek ke sana. Tanggal 18 Juni 2011. Dari penyerbuan itu polisi menangkap dua orang. Beberapa orang berhasil kabur. Yang berhasil kabur antara lain Ahmad Yosepa Hayat alias Ahmad Abu Daud alias Raharjo alias Hayat.

Foto Hayat yang disebar polisi Juni lalu itu memang terlihat mirip dengan foto lelaki bertubuh remuk di Solo itu. Ketika merilis foto itu beberapa bulan lalu,  polisi menyebutkan bahwa Yayat adalah calon “pengantin” alias pelaku bom bunuh diri.

Lalu Hayatkah pengantin di Solo itu?  Itu yang kini diyakini sejumlah orang.  Badan Intelijen Negara  menegaskan bahwa pelaku sudah lama disiapkan menjadi pengantin.  "Pelaku sudah siap untuk melaksanakan bom bunuh diri itu,” kata Kepala BIN Sutanto sebelum rapat dengan Komisi I DPR yang juga membidangi masalah pertahanan di gedung DPR, Jakarta, Senin 26 September 2011.

Badan Nasional Penanggulangan Teror juga menyebutkan bahwa pelaku bom Solo itu mirip dengan buronan Cirebon. “Memang ada kemiripan," kata Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT Brigadir Jenderal Pol. Tito Karnavian, kepada VIVAnews.com.

Kisah Para Saksi Mata
Warung makan itu cuma 30 meter dari Gereja Bethel. Lelaki muda itu masuk ke situ. Minggu pagi 25 September 2011. Dia memakai kaca mata. Memakai kaos putih, jaket hitam dan topi juga hitam.

Dia membeli gorengan. Empat tempe dan teh panas satu. Entah karena haus, dia pesan segelas teh lagi. Dia minum dua gelas teh pagi itu. Lebih dari dua jam di situ, dia beranjak sekitar pukul 10 pagi. Untuk dua gelas teh dan sejumlah gorengan dia membayar Rp5000.

Lalu pukul 10 lewat 55 menit, pemilik warung itu mendengar gelegar. Bom meledak di Gereja Bethel. Wajah si bomber yang rusak itu kemudian disebar. Karena menduga ia adalah Hayat, maka foto Hayat ketika menjadi buronan polisi di Cirebon disebar media massa. Foto Hayat yang menjadi buronan itulah yang ditunjukkan VIVANews.com kepada para penjaga warung di Solo itu. "Betul memang ini orangnya. Dia pakai kacamata waktu di sini," kata Tri, pemilik warung, Selasa 26 September 2011.

Tri sangat yakin bahwa foto orang yang diperlihatkan VIVAnews.com itu adalah pria yang dilayaninya pada Minggu pagi itu. Warung itu dikelola Tri bersama dua saudaranya. Ia giliran menjaga warung Minggu pagi itu. Tri mengaku sangat ingat dengan pelanggan misterius itu sebab sempat ngobrol. Pria itu, katanya, datang sekitar pukul 7 pagi. Dia terus menggunakan headset di telinganya. Benda itu tak pernah lepas selama di warung itu. "Dia pakai kaos warna putih, jaket hitam dan bertopi hitam," jelas Tri.

Laki-laki misterius itu ternyata juga singgah di warung ini, Sabtu 24 September 2011.  Dengarlah kisah Partini, adik Tri yang bertugas menjaga hari Sabtu itu. "Sabtu sore di sini. Ia belanja minum dan makan gorengan seharga Rp3 ribu," kata Partini kepada VIVAnews.com.

Partini juga sempat berbincang dengan pria yang menurut Partini memang mirip Hayat itu.  Si pria itu mengaku berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat. "Saya tanya aslinya mana? Dia bilang asli Tasikmalaya. Tapi saya ajak bahasa Sunda, dia tidak bisa," kata Partini. Partini sempat sedikit curiga. Mengaku dari asli Tasikmalaya, kok tidak bisa berbahasa Sunda. Tapi ketika diajak berbahasa Jawa dia semangat menyahut. "Dia bisa jawab pakai Jawa," kata Partini.

Bukan cuma Partini yang bertemu pria ini Sabtu pekan lalu itu, tapi juga si Tri.  Meski Tri bertugas menjaga warung setiap hari Minggu, tetapi pada Sabtu 24 September 2011, Tri sempat mampir di warung. "Lalu hari minggunya saya tanya ke dia, Mas dari kemarin kamu di sini. Yang kamu cari apa? Koe kok wira-wiri terus? Mbok koe goleki sopo?" kata Tri.

Saat ditanya soal itu, dia  tidak terlihat cuek. Malah berbicara sambil membaca koran. Koran itu diambil dari dalam tas yang dibawanya. "Dia tampak hati-hati membuka tasnya," kata Tri.

Kerap Bertengkar degan Mertua
Menurut informasi yang dihimpun VIVAnews.com di Cirebon, Jawa Barat, Hayat adalah rekan M Syarief, bomber Cirebon. Selama di Cirebon, Hayat selalu berpindah-pindah. Di Kota Cirebon, dia pernah tinggal di Jalan Syarif Abdurahman dan di Jalan Pandesan.

Dia juga pernah bermukim di Desa Adi Dharma Kabupaten Cirebon. Tanggal 19 Mei 2011, sesudah ledakan bom bunuh diri di Mapolres Cirebon April 2011, polisi mengumumkan lima orang teroris yang paling diburu. Hayat masuk daftar itu.
VIVAnews.com  berusaha menyelusuri aktivitas dan profil Hayat dari rumah mertuanya di Desa Plumbon, RT 19/RW07, Kelurahan Plumbon, Kabupaten Cirebon. Tapi rumah itu sudah sepi.

Dari ketua RT setempat, Elly Ermawati (43), diketahui Hayat dan istrinya, DY pernah menumpang di rumah mertuanya itu selama dua tahun. Hayat kini memiliki bayi perempuan yang baru berusia 2,5 bulan. "Dia orangnya memang jarang bergaul bersama masyarakat. Hayat juga punya rumah di Jalan Pandesan, Kota Cirebon," kata Elly, Senin 26 September 2011.

Saban hari Hayat pergi Subuh, dan baru pulang saat Maghrib menjelang. Keluarga sudah mengetahui bahwa Hayat masuk daftar buron. Warga juga sudah melihat daftar itu. "Mertuanya mengakui kalau Hayat masuk DPO sejak kasus bom bunuh diri di Masjid di Mapolresta Cirebon Kota beberapa bulan lalu,” kata  Elly.

Sejak saat itu, dia tidak pernah datang ke rumah mertuanya lagi," kata dia. Sang ibu mertua, kata Elly, kerap bertengkar dengan Hayat. Gara-gara sikap lelaki itu yang tertutup dan tak mau berbaur dengan masyarakat. Ketegangan mertua-menantu ini berawal pada tahun 2009 lalu.

Saat pemilu. "Hayat enggan mencoblos. Dia memilih dipenggal daripada mencoblos pemilu," begitu yang Elly dengar dari omongan Hayat.  Elly menambahkan bahwa hubungan Hayat dengan istrinya juga tak harmonis. Dia menduga, sang istri sudah menggugat cerai si Hayat ini.

Gara-gara keterkaitan Hayat dengan terorisme, istrinya terpaksa ke luar dari pekerjaan sebagai penjaga apotek. Padahal, kata Elly, "Istrinya cantik, tidak mengenakan cadar."

Laporan: Reza Putra, Cirebon; Ayatullah Humaeni, Bogor; Erick Tanjung dan Fajar Sodiq, Solo

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya