Ada Apa di Balik Status 'Tersangka' Risma

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma
Sumber :
  • VIVA.co.id/Januar Adi Sagita

VIVA.co.id - Kabar Wali Kota Surabaya yang akan maju lagi untuk merengkuh jabatan periode keduanya, Tri Rismaharini, menyandang status tersangka menghebohkan publik. Perbincangan mengenai kabar itu menghiasi berbagai ruang publik. Tak hanya media massa, ranah jejaring media sosial juga dibikin heboh.

Risma: Jerman Sumbang Rp1,5 Triliun untuk Bangun Trem

Risma meradang mendengar kabar jadi tersangka itu. Tentu saja, dia tak terima dan menganggap tuduhan itu sebuah fitnah. Hebohnya kasus itu sampai membetot perhatian Presiden Joko Widodo.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan, Jokowi sempat menyinggung permasalahan itu saat bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada 24 Oktober lalu.

Pram menuturkan, Jokowi kemudian menghimpun informasi dari otoritas terkait, yakni Kapolri, Kapolda Jatim, dan Kejaksaan. Hasilnya didapatkan fakta bahwa tidak ada kasus hukum yang tengah diproses.

Ahok Sewot Jakarta Disebut Berantakan Dibanding Surabaya

Hari ini, Selasa 27 Oktober 2015, Risma mendapatkan kepastian bahwa dia tetap bisa mengikuti Pemilihan Kepala Daerah yang pemungutan suaranya digelar serentak pada 9 Desember 2015.

Clear, tidak ada masalah. Risma masih bisa ikut (Pilkada Kota Surabaya),” ungkap Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Gedung PTIK Jakarta, Selasa, 27 Oktober 2015.

Sebab kasus itu, Risma justru menuai berkah. Menurut Ketua Tim sukses Tri Rismaharini sekaligus pasangannya dalam Pilkada serentak itu, Whisnu Sakti Buana, Risma justru mendapatkan tambahan popularitas. Menurutnya, warga  tambah respek kepada Risma karena dianggap telah didzolimi.

"Lihat saja, kan semakin banyak masyarakat yang bersimpati kepada Bu Risma pasca munculnya polemik itu," kata Ketua Tim Sukses Risma, Whisnu Sakti Buana, usai menandatangani Deklarasi Pemilu Damai di Hotel Singgasana Surabaya.

Baca:

Kabar mengejutkan itu berasal dari kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada Jumat, 23 September 2015. Risma ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang renovasi Pasar Turi di Surabaya, Jawa Timur.

Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Romy Arizyanto, yang mengumumkan status tersangka hari itu, penetapan status tersangka Risma dilakukan oleh Polda Jawa Timur. Menurut Romy, Kejati Jawa Timur menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikirim penyidik Polda Jatim, pada Kamis 30 September 2015.

"Melanggar Pasal 421, kami terima SPDP pada 30 September 2015," ujarnya Romy. Pasal ini mengatur ketentuan jeratan hukuman terhadap pejabat yang menyalahgunakan kewenangan.

Pengumuman status tersangka itu terkesan tidak matang. Sebab, Kejati Jawa Timur belum menerima berkas perkara dari Polda Jawa Timur. Karena itu, tidak dijelaskan detail mengenai kasus yang menimpa Risma.

Simpang siur

Risma dituding telah melanggar Pasal 421 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, karena telah menyalahgunakan wewenang terkait relokasi kios pedagang Pasar Timur, Surabaya, Jawa Timur.

Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Hatim, Romy Arizyanto, Kejati Jawa Timur belum menerima berkas perkara dari Polda Jawa Timur. Karena itu, dia belum mengetahui secara detail mengenai kasus yang menimpa Risma.

"Itu penyidik Polda Jatim yang lebih tahu, karena kita belum menerima berkas perkara dari penyidik," katanya.

Setelah menerima SPDP dari Polda Jatim, Kejati Jatim akan memerintahkan jaksa penuntut umum melakukan penelitian berkas atau P16. 

Dikonfirmasi, Kepolisian justru menegasikan keterangan jaksa. Kepolisian memastikan belum pernah mengeluarkan penyataan terkait status tersangka mantan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Kepolsian mengakui pernah memproses kasus Risma. Tapi, dari hasil gelar perkara, Polda Jatim justru menghentikan kasus ini.

"Jadi tidak benar itu kalau ada SPDP tertanggal 30 September seperti yang saudara-saudara ketahui," kata Direktur Reserse dan Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jatim, Kombes (Pol) Wibowo.

Menurutnya, kasus Risma memang sempat diputus untuk masuk tahap penyidikan. Ini bermula dari laporan Ade Prasetyo pada Kamis, 21 Mei 2015 lalu. "Dengan pihak terlapor adalah Tri Rismaharini," katanya.

Siswa SD Menangis Agar Risma Tak Jadi Calon Gubernur Jakarta

Baca: Meski SP3, Polisi Selalu Siap Lanjutkan Kasus Risma



Ada yang Bermain?

Wakil Ketua PDIP Surabaya Didik Prasetyono mengatakan hingga pukul 17.00 WIB, Jumat, 23 Oktober 2015, dia belum menerima salinan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Polda Jatim. “Dari Kejati Jatim kami juga belum menerimanya.”

Didik menduga, penetapan Risma sebagai tersangka adalah upaya dari sebagian pihak untuk menjegal Risma dalam Pilkada Kota Surabaya. “Pilwali (Pilkada) Surabaya itu kurang 47 hari. Jelas upaya black campaign (upaya menjatuhkan citra) semacam ini akan semakin kencang dilakukan untuk menjatuhkan Bu Risma,” katanya.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah, menilai kasus simpang siurnya penetapan tersangka mantan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, membuktikan jika institusi Kepolisian dan Kejaksaan tidak profesional dalam menjalankan fungsinya.

"Ketidakprofesionalan itu harus diteliti lebih lanjut oleh Kapolri dan Jaksa Agung, apa semata-mata human error atau ada hidden agenda yang dilakukan oknum," kata Basarah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 26 Oktober 2015.

Padahal menurut Basarah, dalam rapat dengan Komisi III dan II, Kapolri dan Jaksa Agung telah sepakat untuk menyukseskan pelaksanaan Pilkada Serentak.

"Saat rapat dengan Komisi III dan Komisi II telah sepakat dalam rangka mensukseskan Pilkada. Pihak Kepolisian dan Kejaksaan dilarang memproses tindakan hukum yang dilakukan oleh calon yang sudah ditetapkan secara resmi," ujarnya.

Dengan keluarnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), katanya, mengindikasikan adanya oknum yang bermain-main dengan kewenangannya. Basarah pun meminta agar Propam Polri menyelidiki dugaan adanya oknum di Polda Jatim yang bermain politik.

"Ini melawan instruksi Kapolri, dan jika tidak ada sikap tegas dari Kapolri, maka akan menjadi yurispudensi dengan oknum polisi di tempat lain," kata Basarah.

Kasus Risma

Kasus itu bermula dari peristiwa Pasar Turi yang kebakaran pada tahun 2007. Pemerintah Kota Surabaya dan pengembang setempat lantas mengadakan perjanjian untuk memastikan pedagang akan ditampung di tempat sementara, sembari menunggu Pasar Turi dibangun.

Setelah Pasar Turi dibangun, Pemerintah Kota menganggap pembangunan belum selesai. Pedagang juga mengeluh soal tingginya biaya sewa. Pengembang yang merasa dirugikan karena pedagang tak menempati Pasar Turi, akhirnya melapor ke Polisi.

“Karena itu Pemkot tidak mau memindahkan ini (pedagang) ke pasar yang sudah jadi. Inilah yang dibuatkan laporan ke Kepolisian oleh pengembang,” kata Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.

Setelah kasus menjadi ramai, pelapor angkat bicara. Bukannya meminta pengusutan kasus, tapi memberikan keterangan telah mencabut berkas laporannya.

Adhy Samsetyo, Manager HRD dan Humas PT Gala Bumi Perkasa, mencabut laporannya di polisi terkait dugaan, mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang telah menyalahi wewenang soal pembongkaran tempat penampungan sementara Pasar Turi Surabaya.‎

Surat bernomor LP/852/V/2015/UM/SPKT/ Polda Jatim tertanggal 21 Mei 2015 inilah yang menjadi dasar penetapan Risma sebagai tersangka beberapa waktu lalu.

"Alasan kami, karena antara kami (PT Gala Bumi) dengan pihak kuasa hukum Pemkot Surabaya, setelah dilakukan gelar perkara di Polda Jatim kemarin (pertengahan September) telah mencapai kata sepakat untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara perundingan," kata Adhy, Senin 26 Oktober 2015.

Dia menyebut, sudah ada titik temu untuk menyelesaikan masalah Pasar Turi. Dan, tidak ingin berperkara. Adhy juga mengaku kaget, mendengar Risma menjadi tersangka karena laporannya pada 21 Mei lalu ke Polda Jawa Timur.

"Sebenarnya akhir September lalu sudah ada wacana SP3 (surat penghentian penyidikan perkara), karena sudah gelar perkara."

Pihaknya tidak ingin laporannya dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjatuhkan nama baik Risma sebagai calon walikota di Pilwali Surabaya 9 Desember 2015 mendatang.

"Pencabutan ini tidak berdasarkan tekanan siapa pun. Tidak ada tekanan oleh pihak-pihak lain. Hanya kami tidak ingin dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya