SOROT 528

Guru Honorer, Pelita yang Tak Ingin Padam

guru honorer aksi unjuk rasa
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Kahfie Kamaru

VIVA – Belasan bocah berseragam olahraga berbaris di sebuah halaman di sisi kiri sebuah bangunan memanjang di Jalan Dukuh Kupang 37, Putat Jaya, Sawahan, Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Jumat pagi, 23 November 2018. Di depan mereka, seorang pria berseragam olahraga hijau berdiri mengawasi. "Istirahat di tempaaat, grak!" Barisan kemudian bergerak sesuai instruksi pria tersebut.

Kemendikbud: Guru Honorer Tak Lulus Seleksi PPPK Jangan Berkecil Hati

Pria yang mengatur belasan bocah itu adalah Muhammad Saiful (46), warga Jombang, Jawa Timur. Ia adalah guru olahraga di SDN Putat Jaya II, Surabaya Barat. Saiful mengabdi di sekolah tersebut sejak tahun 1997 hingga sekarang.

"Saya di sini masih bangunan lama. Tiga tahun kemudian baru dibangun yang baru seperti sekarang ini," katanya ketika ditemui VIVA di sekolah dia mengajar pada Jumat pagi, 23 November 2018. 

Sertifikat Pendidik di Kriteria PPPK Rugikan Sekolah Swasta

Sejak awal mengajar, lulusan IKIP PGRI Surabaya itu setiap hari wira-wiri Jombang-Surabaya. Cuma, beberapa tahun terakhir saja indekos di dekat tempatnya mengajar. Dia terpaksa wira-wiri karena istri dan satu anaknya yang masih kecil tinggal di Jombang.

"Saya sekarang ngekos paling dalam seminggu ditempati dua hari saja. Selebihnya pulang ke Jombang," ujarnya.

Guru Honorer Usia 35 Tahun ke Atas Minim Perhatian Pemerintah

Sejumlah guru honorer yang tergabung dalam  Forum Komunikasi Honorer K2 (FKH-K2) berunjuk rasa di Kudus, Jawa Tengah

Guru Honorer menggelar aksi unjuk rasa di Kudus, Jawa Tengah

Saiful adalah satu di antara ratusan guru honorer kategori 2 atau K2 di Kota Surabaya. Pendapatan dari menjadi guru diperoleh Saiful hanya dari honor dengan besaran setara UMK, saat ini lebih dari Rp3,5 juta. Tidak ada tunjangan atau insentif lainnya. Saiful mengaku beberapa kali ikut tes calon pegawai negeri sipil atau CPNS. Namun, hingga sekarang belum juga berhasil.

"Pertama ikut tes CPNS tahun 2001 di Kediri. Kalau yang lewat K2 tahun 2013. Tetap enggak lolos," ucapnya.

Tahun ini, Saiful mengaku tidak ikut seleksi CPNS. Dia menyadari usianya sudah tak memenuhi syarat, sudah 46 tahun. Padahal, aturan yang kini berlaku usia guru honorer K2 disyaratkan maksimal 35 tahun. "Harapan saya pembatasan usia dihapus saja," ujarnya. 

Saiful tidak seorang diri. Tiga rekannya, sesama guru honor di SDN Putat Jaya II bernasib sama. Mereka ialah Harnanik (36), Endang Fatmawati (45), dan Hepri Wahyudi (35). Hepri masih harap-harap cemas setelah mengikuti tes CPNS beberapa pekan lalu. Ini adalah kesempatan terakhirnya dan berharap lolos. 

Harnanik mulai mengajar di SDN Putat Jaya II pada tahun 2004. Ketika sekolah itu kekurangan guru, seorang rekan merekomendasikannya. "Kebetulan waktu itu guru Bahasa Inggrisnya enggak ada, saya diajak. Ya sudah, saya mengajar bahasa Inggris," kata wanita berjilbab itu. 

Pernahkah ikut tes CPNS? "Sering," kata Harnanik. Namun hingga usianya kini lebih setahun dari syarat usia maksimal yang ditentukan, dia tak juga menyandang status PNS. "Dulu pernah ada pemberkasan dan sering ada pendataan (untuk proses pengangkatan CPNS dari honorer K2), tapi tidak pernah terealisasi," katanya. 

Endang merasakan hal sama dengan Harnanik. Sering ikut tes CPNS, sampai usianya melewati kepala empat wanita yang mengajar di SDN Putat Jaya II sejak 2013 itu belum juga diangkat jadi PNS. "Saya ikut CPNS sudah lupa berapa kali. Saya ikut tes sejak tahun 1998. Tes guru bantu juga pernah ikut," katanya.

Harapan paling terbuka di antara teman-teman seprofesi di SDN Puta Jaya II hanyalah Hepri. Tahun ini usianya mentok 35. "Oktober lalu saya tes dan peluangnya sepertinya besar. Kuotanya untuk Surabaya 17, sementara yang ikut 16 orang. Saat ada rekrutmen, kami guru K2 yang usianya 35 tahun ke bawah ditelpon langsung suruh ikut," cerita dia. 

guru honorer aksi unjuk rasa

Guru honorer menggelar aksi unjuk rasa

Saiful dan kawan-kawan masih berharap pemerintah memberi kesempatan dan mengangkat mereka jadi PNS. Aturan batasan usia diharapkan dihapus, atau direvisi. Bagaimana kalau harapan itu sirna? "Kami tetap semangat, karena jadi guru sudah jiwa kami. Kalau diangkat double semangat. Makanya kalau di Surabaya tidak ada aksi mogok mengajar, karena kasihan anak-anak," kata Saiful. 

Nun jauh di Kota Padang, Siti Kairiah mengalami hal serupa. Ia sudah menjadi guru honorer sejak 10 tahun lalu, ketika pertama mengajar di sebuah taman kanak kanak. Sejak tahun 2014 Siti Kairiah mengajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 17 Jawa Gadut Kelurahan Limau Manis dengan status guru honorer.

"Menjadi guru honor ini sejak TK dulu. Sudah 10 tahun lima bulan lamanya. Gaji yang saya terima pertama kali sebesar Rp200 ribu, kemudian naik menjadi Rp400 ribu. Dan, sekarang setelah keluarnya Undang-Undang tentang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) daerah, gaji saya menjadi Rp1.440.000," kata Siti Kairiah.

"Kalau gaji, belum cukup. Apalagi sekarang apa-apa sudah mahal. Di Padang, saya ngontrak rumah. Gaji saya juga tidak setiap bulan saya terima. Kadang dua atau tiga bulan sekali. Tergantung kapan dibayarkan. Sistem kita kan, kerja dulu balu dibayar. Kalau PNS kan dibayar dulu baru kerja," ujar Siti.

Sampai sekarang Siti masih berharap bisa diangkat menjadi PNS, meski ia sadar usianya sudah kelewat jauh. "Kalau saya kenapa masih bertahan, kalau kita inginnya ya jadinya PNS. Nasib kita bisa diangkat, nasib kita kan beda-beda. Kalau diangkat syukur kalau tidak berarti sampai di sini saja (Honorer). Yang terpenting dalam pekerjaan itu, ikhlas. Saya sudah tidak bisa lagi ikut tes CPNS karena umur saya sudah lewat."

Karut Marut Guru Honorer

Viral Guru Honorer Lagi Hamil Tua Dipecat Pejabat Sekolah

Viral Guru Honorer Lagi Hamil Tua Dipecat Pejabat Sekolah

Kisah seorang guru honorer yang sedang hamil tua dipecat oleh pejabat sekolah viral di media sosial.

img_title
VIVA.co.id
2 Maret 2022