SOROT 539

Mengebiri Musisi

Ketua DPR Bambang Soesatyo (ketiga kanan) berpose bersama musisi Glenn Fredly (ketiga kiri), Anang Hermansyah (kedua kiri) yang juga anggota Komisi X DPR, dan pengamat musik Bens Leo (kedua kanan) seusai melakukan pertemuan di Kompleks Parlemen, Senayan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA – Anang Hermansyah menghela nafas. Ia mengaku lelah dan kurang tidur. Hidupnya penuh aneka rasa setelah RUU Permusikan yang kelahirannya ikut ia bidani bikin gonjang ganjing. Nano Nano, istilah Anang. Ia mengibaratkannya seperti rasa permen Nano Nano, ada manis, asin, asam dan pahit. Tapi dengan yakin Anang mengatakan bisa menerima semua rasa itu.

RUU Permusikan Resmi Ditarik dari Prolegnas 2019

Polemik RUU Permusikan memang sedang seru. Nama Anang Hermansyah, yang juga anggota Komisi X DPR RI paling terseret. Sebagai musisi, sebelum ikut berpolitik, ia dianggap tidak sensitif. Tidak berpihak pada kreativitas bermusik negeri ini. Bahkan RUU yang digagas legislatif itu malah dianggap berpotensi membelenggu kreativitas musisi. Anang menghadapi rekan-rekannya sendiri yang keberatan dengan pasal-pasal yang terdapat di dalam RUU tersebut. Tekanan dan gelombang penolakan terus menguat.

Ratusan musisi yang menolak RUU tersebut lalu bergabung, membentuk Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan. Mereka berbagi tugas, agar draft tersebut tertolak dan dibatalkan sebagai UU. Untuk menguatkan aksinya mereka membuat petisi, juga website www.tolakruupermusikan.com dan mengampanyekan penolakan dengan masif.

Anang Hermansyah Cabut Usulan RUU Permusikan

Salah seorang inisiator adalah Kartika Jahja, vokalis group musik Tika and The Dessident. Tika, demikian perempuan ini biasa disapa mengatakan, koalisi terbentuk karena spontanitas mereka yang merespons cepat. Sadar pasal-pasal yang terdapat didalamnya berpotensi mengancam kreativitas musisi, maka mereka bergerak cepat. Koalisi ini membuat pernyataan sikap yang disebar secara intens, mulai menginventarisasi dan membahas draft dalam RUU yang dianggap bermasalah. Sementara sebagian lainnya mengurus komunikasi publik.

Awalnya, ujar Tika, mereka sangat kesal dengan pasal 5 yang dianggap sebagai pasal karet. Tapi setelah dicermati, ternyata banyak juga pasal-pasal lain yang tidak jelas asal usul kajian akademisnya. "Ada pasal yang redundant, yang tidak perlu diatur itu dimasukkan, pasal-pasal yang sangat industry oriented," katanya.

Setelah RUU Permusikan Dibatalkan

Pasal-pasal itu, dianggap tidak mewakili musisi-musisi tradisional, independen, atau kalangan yang membawakan musik sebagai bagian dari ritual, dan sebagainya. Pencetus awal musisi bersatu, dia menambahkan, memang pasal 5. "Tetapi kemudian setelah bersatu kita menilai ada masalah-masalah lain yang lebih dalam yang kita anggap bermasalah," ujar Tika.

Grup musik Endah N Rhesa

Musisi Endah n Rhesa tampil pada Jakarta International BNI Java Jazz on The Move (JJOTM) di Kuningan, Jakarta. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Kegelisahan yang sama juga dirasakan Endah. Musisi yang beken lewat Endah n Resha itu mengatakan, banyak pasal-pasal yang tidak sesuai dengan semangat awal yang bisa menyejahterakan musisi atau mendukung kreativitas musisi. Pasal-pasal tersebut justru malah bisa mematikan.  "Bahkan banyak yang harus dihapus," kata dia.

Yang paling menyedihkan baginya, naskah akademik yang mendasari kelahiran RUU itu. Di mana tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan. "Terjadi kecacatan sejak di naskah akademik," ujarnya.

Perjalanan Kilat

RUU Permusikan tertanggal 15 Agustus 2018 yang saat ini beredar di publik merupakan inisiatif anggota dewan yang berasal dari BKD dan diusulkan secara resmi oleh Baleg. Usulan tersebut disampaikan sebagai inisiatif DPR dalam sidang paripurna pada 2 Oktober 2018. Dan pada Sidang Paripurna tanggal 31 Oktober 2018, RUU Permusikan resmi masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas tahun 2019.

Menanggapi pergolakan yang muncul di publik, Anang akhirnya membeberkan bagaimana proses kelahiran RUU itu. Kronologi ini perlu ia sampaikan agar publik mengetahui secara detail proses perjalanan sebuah RUU.  Suami Ashanti itu lalu berkisah, ide RUU Permusikan muncul sejak awal ia menjadi anggota DPR RI tahun 2015. Jadi sudah empat tahun yang lalu.

Enam bulan pertama duduk di Senayan, Anang dan sejumlah anggota dewan yang tergabung dalam politisi lintas fraksi menggagas Kaukus Parlemen Anti Pembajakan.

"Saat itu kita keliling ke berbagai pihak. Mulai presiden, Kapolri, jaksa agung termasuk on the spot ke Glodok terkait pemberantasan pembajakan di ranah musik," ujar Anang kepada VIVA.

Saat itu, patroli pemberantasan pembajakan yang kerap dilakukan aparat Kepolisian dianggap tidak efektif. Maka, keberadaan regulasi untuk menjaga eksistensi musik dan musisi di Indonesia dianggap sudah urgent.

Politisi lintas fraksi ini kemudian menerima banyak masukan tentang kebutuhan regulasi berupa RUU Tata Kelola Musik, namun pada akhirnya nomenklatur yang dipilih adalah RUU Permusikan. Pada 7 Juni 2017, komunitas musisi dan stakeholder yang tergabung dalam Kami Musik Indonesia datang ke Badan Legislasi DPR mengusulkan keberadaan regulasi di bidang musik. Saat itu, 10 fraksi di DPR bulat mendukung keberadaan RUU Permusikan.

"Tidak hanya mendukung, DPR berkomitmen sebagai pihak yang menginisiasi RUU Permusikan. Momentum itu membuktikan, musik menyatukan sekat-sekat perbedaan politik," ujar Anang.

Setahun berikutnya, perjalanan RUU Permusikan mengalami kemajuan. Sempat terjadi diskusi, apakah RUU Permusikan akan dimunculkan dari Komisi X atau dari Baleg.  Tapi aturan dalam UU No 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) Pasal 105 ayat (1) huruf d, ternyata memberikan kewenangan kepada Baleg untuk mengusulkan sebuah RUU. Sebelumnya, kewenangan mengajukan RUU hanya dimiliki komisi, anggota DPR dan DPD RI.

sorot musik dpr musisi indonesia

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Rieke Diah Pitaloka (kedua kanan) didampingi Anggota Baleg Anang Hermansyah (tengah), Musisi yang tergabung dalam Kami Musik Indonesia Glenn Fredly (kedua kiri), Franki Raden (kiri) dan Agus S (kanan) foto bersama sebelum melakukan pertemuan di Badan Legislasi di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 7 Juni 2017. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Akhirnya RUU Permusikan diusulkan Baleg melalui Badan Keahlian Dewan yang terdiri dari para ahli dan birokrat DPR. BKD meminta pendapat dari berbagai stakeholder terkait materi yang terkandung dalam RUU tersebut. Meski tentu tidak semua pihak diminta pendapat dan masukan. Maklum saja, ujar Anang, itu baru draft, baru rancangan.

"Jika dicermati, perjalanan RUU Permusikan ini tergolong cepat. Saya melihat kuncinya terletak pada kesamaan ide antara stakeholder musisi bersama DPR. Teorinya, ini tidak mudah, karena DPR merupakan lembaga politik, tapi kenyatannya semua dimudahkan," ujarnya.

Ketua Komisi X Djoko Udjianto kepada VIVA, Jumat pagi 8 Februari 2019, membenarkan penjelasan Anang. Ia mengatakan, ada tiga cara pengajuan UU, yaitu atas inisiatif anggota, inisiatif dewan, dan inisiatif pemerintah. Untuk mengajukan UU, kata dia, harus ada naskah akademis, dan RUU mengenai UU yang akan diusung. Kemudian diparipurnakan. Setelah paripurna, disetujui oleh semua fraksi dan pemerintah, baru Ketua DPR memerintahkan untuk menyelesaikan, untuk UU Permusikan dibahas di Komisi X.

Djoko mengatakan, keramaian yang terjadi di masyarakat saat ini terlalu dini. Sebab, Komisi X belum pernah membahas soal RUU Permusikan, karena belum ada perintah dari pimpinan dewan. Djoko menjelaskan, karena RUU ini sudah masuk dalam prioritas Prolegnas 2019, ia berjanji akan mengundang seluruh pakar permusikan, pakar senin, pakar budaya yang berbisnis di bidang musik untuk ikut terlibat membahasnya.

Sang Inisiator

Ridho Slank

RUU Permusikan Ditolak, Ridho Slank Lebih Setuju Bikin Serikat Artis

Ridho berharap pemerintah mengawal dilakukan musisi.

img_title
VIVA.co.id
21 Juni 2019