Sumber :
- Space.com/Credit: NASA
VIVAnews
- Kendaraan robotik yang memiliki enam roda itu akhirnya mendarat di Planet Mars pada 6 Agustus 2012 lalu. Ruang pengendali pada laboratorium populasi jet di Badan Antariksa, Amerika Serikat, NASA tiba-tiba berubah, dari yang semula tegang menjadi penuh sorakan kegirangan.
"Agak menggelisahkan, tetapi saya tidur lebih baik tadi malam dibandingkan dua tahun terakhir, karena Curiosity berjalan sendiri sekarang," ungkap kepala insinyur mekanik untuk mengarahkan Curiosity menuju ke Mars, Adam Steltzner.
Laman VOA News
Tamasya ke Mars
Suksesnya pengiriman robot ke Planet Mars membuat angan-angan mengirimkan manusia ke sana mendekati kenyataan. Meski masih terdengar aneh di telinga, namun misi pengiriman manusia ke Mars itu nyata.
Tidak hanya pihak pemerintah yang ingin mewujudkan misi itu, namun juga pihak swasta. Salah satunya adalah perusahaan asal Belanda, Mars One.
Perusahaan itu menyampaikan empat awak yang terpilih, akan dikirim berwisata ke Mars pada tahun 2018 mendatang. Kendati terkesan seperti misi "berani mati", namun proyek ini diminati banyak orang.
Hal itu terbukti, sejumlah besar manusia di bumi tertarik untuk mencari kehidupan baru di Mars.
"Sejak Mars One membuka pendaftaran pada 21 April 2013, hingga saat ini, sudah ada 78 ribu pendaftar," ungkap CEO Mars One, Bas Lansdorp.
Bahkan, dia memprediksi jumlah pelamar untuk misi tersebut akan mencapai setengah juta orang. Jika pengiriman manusia ini pada akhirnya terwujud, maka akan menjadi tonggak sejarah baru dan orang-orang itu akan mencatatkan namanya dalam sejarah.
Untuk mewujudkan proyek monumental itu, biaya yang dibutuhkan sangat fantastis, yakni sebesar US$6 miliar atau Rp58,2 triliun. Sementara, setiap pelamar akan dimintai biaya sebesar US$5 sampai US$75, besarnya tergantung negara asal pelamar.
Misalnya, untuk pelamar dari Amerika Serikat, Mars One mematok biaya US$38 atau sekitar Rp350 ribu per orang. Selain melalui biaya pendaftaran, Mars One akan menawarkan video reality show ke televisi-televisi di seluruh dunia mengenai tahapan-tahapan sebelum empat orang terpilih diterbangkan dan sampai ke Mars.
Dikutip dari situs resminya pada Mei 2014, Mars One menerima sekitar 200 ribu pelamar dari seluruh dunia. Setelah pada Desember 2013 mengumumkan 1.058 kandidat, maka kini tinggal 705 orang yang tersisa. Selanjutnya, 705 orang yang terdiri dari 418 pria dan 287 wanita itu akan diseleksi kembali melalui wawancara.
Selain Mars One, perusahaan bernama Spike One telah merencanakan wisata ekspedisi dengan mengirimkan dua orang ke bulan pada 2002 lalu. Proyek yang dikerjakan bersama beberapa perusahaan lain dan didukung badan antariksa itu, menelan dana sebesar US$1,4 miliar atau Rp13,5 triliun untuk setiap misi yang dijalankan.
Mars Foundation bahkan tengah bersiap-siap meluncurkan sepasang suami istri yang mau plesiran ke Mars di tahun 2018. Waktu yang ditempuh dari Planet Bumi untuk pulang dan pergi mencapai 501 hari. Namun, tidak ada yang menjamin bahwa sepasang suami istri itu bisa kembali dengan selamat.
Inspiration Mars, juga ingin mengirimkan manusia ke Mars. Rencana itu diduga berjalan mulus, karena didukung oleh jutawan asal California, Dennis Tito. Dia menyebut, rencana itu murni untuk kemanusiaan agar bisa mengembangkan ilmu pengetahuan bagi generasi muda.
NASA juga mendukung rencana beberapa perusahaan dan institusi itu. Namun, mereka tidak memberikan dukungan finansial. Semua perusahaan itu masih harus mengumpulkan donasi dan sponsor untuk merealisasikan mega proyek tersebut.
Tantangan Hidup Mati
Menurut Thomas, ada dua alasan di balik penyebab banyaknya orang berbondong-bondong ikut melamar wisata ke Mars.
"Pertama, karena adanya aspek tantangan dan kedua, aspek finansial. Terkait masalah finansial, bukan hal yang mudah dan murah untuk bisa mewujudkan mimpi pergi ke Mars," ujarnya.
Dia pun menambahkan, orang yang tertarik untuk ikut berangkat ke Mars tidak benar-benar murni untuk berwisata. Thomas menyebut, pasti para kandidatnya memiliki kepentingan tertentu.
"Karena selain tidak murah, berangkat ke Mars itu seperti melakukan tantangan antara hidup dan mati. Selain itu, mereka ingin mempromosikan diri bahwa akan menjadi manusia pertama yang berwisata ke Mars," paparnya.
Lagipula saat ini, lanjut Thomas, yang menjadi tantangan terbesar untuk direalisasikan yakni bagaimana mengirimkan satu wahana dari Bumi menuju ke Mars, namun alat itu bisa kembali lagi ke Bumi.
"Jadi, bukan hanya sekadar memancarkan informasi mengenai tanah Mars, lalu tidak kembali," imbuh dia.
Sementara, proposal mengenai pengiriman manusia ke Mars yang akan dilakukan oleh Mars One dikritik banyak pihak. Beberapa orang menganggap tujuan pengiriman manusia tersebut tidak realistis.
Salah satu studi yang dilakukan oleh mahasiswa di Institut Teknologi Massachusetts (MIT) menyebut kru pertama yang dikirim pada tahun 2018 mendatang akan mulai sekarat dalam 68 hari. Hal itu disebabkan rendahnya tekanan udara, risiko lingkungan yang mungkin akan meledak dan kurangnya suku cadang peralatan.
"Pertama, para astronot itu tidak akan memiliki cadangan makanan yang cukup. Berdasarkan rencana misi Mars One, koloni manusia yang dikirim ke Mars akan mengalami kelaparan," tulis peneliti MIT dan dikutip laman Dailymail edisi Oktober 2014.
Rencana lainnya dari Mars One yang sulit untuk direalisasikan, kata mahasiswa MIT, menciptakan panen tumbuhan. Namun, hal tersebut malah akan memicu tingginya kandungan oksigen, sehingga bisa mudah terjadi kebakaran.
"Kandungan oksigen perlu dibuang, sedangkan tingkat nitrogen perlu dipertahankan untuk menjaga tekanan udara. Namun, teknologi untuk melakukan hal itu di planet lain justru belum ditemukan," papar mahasiswa tersebut.
Tunggu Studi Lanjutan
Jadi, dengan risiko yang demikian besar, apakah masih memungkinkan untuk melakukan perjalanan ke Mars? Thomas berpendapat sangat mungkin. Bahkan, Negeri Paman Sam sendiri menurut Thomas, justru sudah memiliki program untuk mendaratkan manusia ke Mars.
Namun, Thomas mengingatkan pengiriman manusia dalam konteks untuk berwisata, agar sementara waktu ditunda. Paling tidak menunggu hasil penelitian para pakar keantariksaan.
"Perusahaan swasta harus tetap menunggu kajian ilmiah lebih dulu. Jika sudah dilakukan adanya penelitian bahwa pengiriman manusia ke Mars bisa dilakukan secara sukses, lalu mereka bisa kembali ke Bumi dengan selamat, maka rencana itu baru bisa direalisasikan," papar lulusan Institut Teknologi Bandung itu.
Jika pemerintah, lanjut Thomas sudah berhasil melakukannya, maka pihak swasta tinggal menjalankan aspek yang sudah diteliti.
"Jika pihak swasta sekonyong-konyong mengirim manusia begitu saja tanpa ada penelitian, malah nantinya bisa berujung mengorbankan para wisatawan," imbuh dia.
Ketika ditanya, apakah ada kemungkinan wisata ke Mars ini bisa menjadi tren di masa depan, Thomas menyebut hal tersebut mungkin terjadi. Sebelumnya, manusia berambisi untuk bisa terbang mencapai ke orbit bumi atau bulan.
Sementara, ke depan teknologi akan semakin murah dan aman. "Dari segi kemampuan ekonomi pun kian mudah dijangkau. Perjalanan antariksa pun menjadi aman. Kini, pengiriman astronot ke orbit bumi sudah dianggap aman, maka ke depannya misi ke Mars pun bisa saja demikian," kata dia.
Thomas menambahkan, proses realisasi itu tentu membutuhkan waktu yang lama. "Perjalanan antar planet sudah memasuki tahap terealisasi, tinggal mencari teknologi paling murah, aman dengan segala fasilitas untuk mewujudkan hal tersebut," tuturnya. (umi)
"Agak menggelisahkan, tetapi saya tidur lebih baik tadi malam dibandingkan dua tahun terakhir, karena Curiosity berjalan sendiri sekarang," ungkap kepala insinyur mekanik untuk mengarahkan Curiosity menuju ke Mars, Adam Steltzner.
Laman VOA News
melansir kendaraan robotik atau rover yang dinamakan Curiosity itu sukses didaratkan di Mars. Pengiriman Curiosity seakan mewujudkan harapan banyak orang yang ingin melihat dari dekat permukaan Planet Mars.
Kendaraan robotik itu dinamai "curiosity" untuk menggambarkan besarnya keinginantahuan publik mengenai Planet Mars. Robot yang merupakan fokus utama misi Laboratorium Sains Mars NASA itu seharga US$2,5 miliar atau Rp31 triliun. Sejak diluncurkan November 2011 lalu, kendaraan ini menempuh 570 juta kilometer.
Setelah lima hari berada di Mars, Curiosity mengirimkan gambar panorama berwarna pertama. Gambar diambil dengan menggunakan kamera wideangle yang ditempatkan serupa tiang layar (MastCam).
Kesuksesan pengiriman kendaraan robot ke Mars membuat manusia kini berpeluang besar untuk menjejakkan kaki ke planet merah itu. Terlebih sebelumnya telah ditemukan tanda-tanda adanya kehidupan di Mars.
Para peneliti bermimpi bisa mengirimkan manusia ke Mars pada tahun 2030 mendatang.
Curiosity menemukan adanya sampel gas metana di kawah Gale, lokasi pendaratan Curiosity. Gas metana merupakan salah satu faktor yang mendukung kehidupan selain air. Di sana, terdapat tingkat metana 0,7 bagian per miliar.
Selain gas metana, di kawah tersebut juga ditemukan perchlorate pada sebidang pasir, yakni jenis garam yang berasal dari asam perklorat (HCI04). Materi itu berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroorganisme potensial di Mars.
Bukti lainnya yang ditemukan oleh Curiosity adalah bekas danau di daerah Gunung Sharp di Mars. Danau yang diperkirakan telah terbentuk sejak miliaran itu, memberi pertanda bagi para ilmuwan, bahwa planet Merah itu cocok dengan bumi.
Bahkan, bisa menjadi tempat layak huni bagi manusia di masa depan. Para ilmuwan NASA melihat danau tersebut, dulu dapat menampung air hingga lebar sekitar 98 mil atau 154 kilometer dan kedalamannya mencapai 3,5 mil atau setara dengan 5 kilometer. Bekas danau itu ditemukan berada di tengah kawah Gale, Gunung Sharp.
Fakta tersebut sesuai dengan ciri-ciri yang disampaikan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin mengenai kelayakan suatu planet untuk dihuni.
"Suatu planet dikatakan layak untuk ditinggali, jika memenuhi tiga syarat yaitu adanya sumber panas, air, dan organik yang ditemukan di sana," ungkap Thomas yang dihubungi
VIVAnews
pada Selasa, 30 Desember 2014.
Dengan banyaknya data yang dikumpulkan oleh Curiosity menunjukkan Gunung Sharp berpotensi menjadi jawaban atas potensi layak huni Mars bagi manusia. Semua data itu, menepis fakta-fakta awal mengenai Mars yang menyebut planet merah tidak layak huni.
Mulai dari atmosfir yang tipis hingga suhu yang dingin. Menurut laman space.com suhu di Mars lebih dingin dari planet Bumi yakni minus 60 derajat celcius.
 Pengiriman Curiosity seakan mewujudkan harapan banyak orang yang ingin melihat dari dekat permukaan Planet Mars. (Foto: Reuters)Â
Tamasya ke Mars
Suksesnya pengiriman robot ke Planet Mars membuat angan-angan mengirimkan manusia ke sana mendekati kenyataan. Meski masih terdengar aneh di telinga, namun misi pengiriman manusia ke Mars itu nyata.
Tidak hanya pihak pemerintah yang ingin mewujudkan misi itu, namun juga pihak swasta. Salah satunya adalah perusahaan asal Belanda, Mars One.
Perusahaan itu menyampaikan empat awak yang terpilih, akan dikirim berwisata ke Mars pada tahun 2018 mendatang. Kendati terkesan seperti misi "berani mati", namun proyek ini diminati banyak orang.
Hal itu terbukti, sejumlah besar manusia di bumi tertarik untuk mencari kehidupan baru di Mars.
"Sejak Mars One membuka pendaftaran pada 21 April 2013, hingga saat ini, sudah ada 78 ribu pendaftar," ungkap CEO Mars One, Bas Lansdorp.
Bahkan, dia memprediksi jumlah pelamar untuk misi tersebut akan mencapai setengah juta orang. Jika pengiriman manusia ini pada akhirnya terwujud, maka akan menjadi tonggak sejarah baru dan orang-orang itu akan mencatatkan namanya dalam sejarah.
Untuk mewujudkan proyek monumental itu, biaya yang dibutuhkan sangat fantastis, yakni sebesar US$6 miliar atau Rp58,2 triliun. Sementara, setiap pelamar akan dimintai biaya sebesar US$5 sampai US$75, besarnya tergantung negara asal pelamar.
Misalnya, untuk pelamar dari Amerika Serikat, Mars One mematok biaya US$38 atau sekitar Rp350 ribu per orang. Selain melalui biaya pendaftaran, Mars One akan menawarkan video reality show ke televisi-televisi di seluruh dunia mengenai tahapan-tahapan sebelum empat orang terpilih diterbangkan dan sampai ke Mars.
Dikutip dari situs resminya pada Mei 2014, Mars One menerima sekitar 200 ribu pelamar dari seluruh dunia. Setelah pada Desember 2013 mengumumkan 1.058 kandidat, maka kini tinggal 705 orang yang tersisa. Selanjutnya, 705 orang yang terdiri dari 418 pria dan 287 wanita itu akan diseleksi kembali melalui wawancara.
Selain Mars One, perusahaan bernama Spike One telah merencanakan wisata ekspedisi dengan mengirimkan dua orang ke bulan pada 2002 lalu. Proyek yang dikerjakan bersama beberapa perusahaan lain dan didukung badan antariksa itu, menelan dana sebesar US$1,4 miliar atau Rp13,5 triliun untuk setiap misi yang dijalankan.
Mars Foundation bahkan tengah bersiap-siap meluncurkan sepasang suami istri yang mau plesiran ke Mars di tahun 2018. Waktu yang ditempuh dari Planet Bumi untuk pulang dan pergi mencapai 501 hari. Namun, tidak ada yang menjamin bahwa sepasang suami istri itu bisa kembali dengan selamat.
Inspiration Mars, juga ingin mengirimkan manusia ke Mars. Rencana itu diduga berjalan mulus, karena didukung oleh jutawan asal California, Dennis Tito. Dia menyebut, rencana itu murni untuk kemanusiaan agar bisa mengembangkan ilmu pengetahuan bagi generasi muda.
NASA juga mendukung rencana beberapa perusahaan dan institusi itu. Namun, mereka tidak memberikan dukungan finansial. Semua perusahaan itu masih harus mengumpulkan donasi dan sponsor untuk merealisasikan mega proyek tersebut.
Tantangan Hidup Mati
Menurut Thomas, ada dua alasan di balik penyebab banyaknya orang berbondong-bondong ikut melamar wisata ke Mars.
"Pertama, karena adanya aspek tantangan dan kedua, aspek finansial. Terkait masalah finansial, bukan hal yang mudah dan murah untuk bisa mewujudkan mimpi pergi ke Mars," ujarnya.
Dia pun menambahkan, orang yang tertarik untuk ikut berangkat ke Mars tidak benar-benar murni untuk berwisata. Thomas menyebut, pasti para kandidatnya memiliki kepentingan tertentu.
"Karena selain tidak murah, berangkat ke Mars itu seperti melakukan tantangan antara hidup dan mati. Selain itu, mereka ingin mempromosikan diri bahwa akan menjadi manusia pertama yang berwisata ke Mars," paparnya.
Lagipula saat ini, lanjut Thomas, yang menjadi tantangan terbesar untuk direalisasikan yakni bagaimana mengirimkan satu wahana dari Bumi menuju ke Mars, namun alat itu bisa kembali lagi ke Bumi.
"Jadi, bukan hanya sekadar memancarkan informasi mengenai tanah Mars, lalu tidak kembali," imbuh dia.
Sementara, proposal mengenai pengiriman manusia ke Mars yang akan dilakukan oleh Mars One dikritik banyak pihak. Beberapa orang menganggap tujuan pengiriman manusia tersebut tidak realistis.
Salah satu studi yang dilakukan oleh mahasiswa di Institut Teknologi Massachusetts (MIT) menyebut kru pertama yang dikirim pada tahun 2018 mendatang akan mulai sekarat dalam 68 hari. Hal itu disebabkan rendahnya tekanan udara, risiko lingkungan yang mungkin akan meledak dan kurangnya suku cadang peralatan.
"Pertama, para astronot itu tidak akan memiliki cadangan makanan yang cukup. Berdasarkan rencana misi Mars One, koloni manusia yang dikirim ke Mars akan mengalami kelaparan," tulis peneliti MIT dan dikutip laman Dailymail edisi Oktober 2014.
Rencana lainnya dari Mars One yang sulit untuk direalisasikan, kata mahasiswa MIT, menciptakan panen tumbuhan. Namun, hal tersebut malah akan memicu tingginya kandungan oksigen, sehingga bisa mudah terjadi kebakaran.
"Kandungan oksigen perlu dibuang, sedangkan tingkat nitrogen perlu dipertahankan untuk menjaga tekanan udara. Namun, teknologi untuk melakukan hal itu di planet lain justru belum ditemukan," papar mahasiswa tersebut.
Tunggu Studi Lanjutan
Jadi, dengan risiko yang demikian besar, apakah masih memungkinkan untuk melakukan perjalanan ke Mars? Thomas berpendapat sangat mungkin. Bahkan, Negeri Paman Sam sendiri menurut Thomas, justru sudah memiliki program untuk mendaratkan manusia ke Mars.
Namun, Thomas mengingatkan pengiriman manusia dalam konteks untuk berwisata, agar sementara waktu ditunda. Paling tidak menunggu hasil penelitian para pakar keantariksaan.
"Perusahaan swasta harus tetap menunggu kajian ilmiah lebih dulu. Jika sudah dilakukan adanya penelitian bahwa pengiriman manusia ke Mars bisa dilakukan secara sukses, lalu mereka bisa kembali ke Bumi dengan selamat, maka rencana itu baru bisa direalisasikan," papar lulusan Institut Teknologi Bandung itu.
Jika pemerintah, lanjut Thomas sudah berhasil melakukannya, maka pihak swasta tinggal menjalankan aspek yang sudah diteliti.
"Jika pihak swasta sekonyong-konyong mengirim manusia begitu saja tanpa ada penelitian, malah nantinya bisa berujung mengorbankan para wisatawan," imbuh dia.
Ketika ditanya, apakah ada kemungkinan wisata ke Mars ini bisa menjadi tren di masa depan, Thomas menyebut hal tersebut mungkin terjadi. Sebelumnya, manusia berambisi untuk bisa terbang mencapai ke orbit bumi atau bulan.
Sementara, ke depan teknologi akan semakin murah dan aman. "Dari segi kemampuan ekonomi pun kian mudah dijangkau. Perjalanan antariksa pun menjadi aman. Kini, pengiriman astronot ke orbit bumi sudah dianggap aman, maka ke depannya misi ke Mars pun bisa saja demikian," kata dia.
Thomas menambahkan, proses realisasi itu tentu membutuhkan waktu yang lama. "Perjalanan antar planet sudah memasuki tahap terealisasi, tinggal mencari teknologi paling murah, aman dengan segala fasilitas untuk mewujudkan hal tersebut," tuturnya. (umi)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
melansir kendaraan robotik atau rover yang dinamakan Curiosity itu sukses didaratkan di Mars. Pengiriman Curiosity seakan mewujudkan harapan banyak orang yang ingin melihat dari dekat permukaan Planet Mars.