SOROT 342

Jatuh Bangun Partai Buruh

Partai Buruh Inggris
Sumber :
  • REUTERS/Phil Noble

VIVA.co.id - Inggris merupakan "nenek moyang" Partai Buruh. Sudah seratus tahun lebih Partai Buruh berkiprah dan turut memimpin pemerintahan di Kerajaan Britania Raya. Kelompok politik ini mengilhami negara-negara lain untuk membentuk partai yang serupa, kalau pun tidak bernama sama namun mengadopsi manifesto yang diperjuangkan Partai Buruh. 

Munculnya Partai Buruh ini tak lepas dari sejarah panjang Revolusi Industri di Inggris abad ke-18. Kesenjangan dan pergolakan antar-kelas antara pemilik modal dan kaum pekerja di sana turut mengilhami Karl Marx melontarkan teori komunisme - yang akhirnya menjadi salah satu ideologi besar dunia.  

Partai Buruh di Inggris itu dipandang menjadi jawaban dalam membendung efek-efek negatif yang muncul semasa era Revolusi Industri. Kepentingan pekerja terwakili dalam politik dan daya tawar mereka menghadapi para pemilik modal pun meningkat.

Sejarah Gerakan Buruh di Indonesia

Revolusi industri memang menandai titik balik dalam sejarah, mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan manusia, terutama dalam hal kesejahteraan dengan meningkatnya pendapatan.

Tapi industrialisasi juga membawa dampak negatif seiring diterapkannya konsep produksi modern. Melibatkan adanya modal, produksi dan pekerja, menciptakan adanya kelas-kelas sosial dan ekonomi.

Kesenjangan terjadi antara pemilik modal dan pekerja. Eksploitasi pekerja dalam upaya pemodal memperoleh keuntungan besar, melahirkan perdebatan tentang kemitraan pekerja dan pemodal antara 1860an dan 1870an.

Ide-ide sosialisme pun menggeliat, hampir satu abad setelah revolusi Prancis 1789, yang melahirkan motto egaliterianisme sebagai konsep bahwa semua orang harus diperlakukan setara sejak lahir.

Beberapa konsep politik seperti sosialisme, marxisme dan komunisme, sama mendukung prinsip egaliter. Bahkan demokrasi modern pun diklaim, sebagai realisasi dari prinsip egaliter dalam politik.

Namun dalam kenyataannya, kekuatan politik di belahan dunia mana pun, masih tetap merupakan hak istimewa yang berada di tangan-tangan kelas berkuasa. Rakyat sebatas objek pengatasnamaan.

Pemimpin Partai Buruh Inggris Ed Miliband (kiri)

Rumah Politik Buruh

Pemimpin Partai Buruh Inggris Ed Miliband. FOTO:Reuters

Berdirinya Partai Buruh

"Partai Buruh dibentuk pada 1900, partai baru untuk abad yang baru. Hasil dari bertahun-tahun kerja keras oleh para pekerja, serikat perdagangan dan sosialis," demikian dikutip dari laman labour.org.uk.

Situs resmi Partai Buruh Inggris itu menyebut, mereka berdiri disatukan oleh tujuan untuk merubah Parlemen Inggris, agar mewakili kepentingan semua orang. Koalisi berbagai kepentingan untuk perubahan.

Partai Buruh Inggris bermula dari terbentuknya Komite Perwakilan Buruh (LRC) pada Februari 1900, sebagai organisasi penyampai aspirasi buruh pada pemerintah dan kelompok penekan.

UU Reformasi 1867 membuka kesempatan bagi pekerja untuk memiliki hak suara. Jumlahnya bertambah setelah UU Reformasi 1884. Ketika itu Liberal menjadi satu-satunya partai, yang dianggap mewakili kelas pekerja.

Namun pembentukan Partai Buruh, membuat kelas pekerja memiliki pilihan baru. Pada 1900, mereka memperoleh sekitar 62.000 suara. Satu dekade kemudian melonjak jadi lebih dari 500.000 suara.

Para pemimpin Buruh bekerjasama dengan pemerintahan Partai Liberal antara 1906-1914. Setelah terjadi perpecahan Partai Liberal pada 1916, Partai Buruh sudah cukup kuat untuk bersaing di pemilu.

Pada 1924, Tories yang merupakan partai tertua di Inggris, kehilangan hampir 90 kursi dari 345 menjadi 258, sehingga pemimpin mereka Stanley Baldwin menolak membentuk pemerintahan konservatif.

Berkuasa, Gagal dan Pengkhianatan

Itu membuka kesempatan bagi Partai Buruh, yang kemudian diminta oleh raja untuk membentuk pemerintahan, walau mereka memenangkan kurang dari 200 kursi. Sayangnya kekuasaan tidak bertahan lama.

Muncul tudingan tentang keterkaitan Partai Buruh dengan komunis Rusia, membuat Partai Buruh kehilangan 40 kursi pendukung. Kekuasaan pun beralih kembali pada Tories.

Pada pemilu Mei 1929, Partai Buruh kembali mendapat kesempatan membentuk pemerintahan minoritas, di tengah krisis ekonomi yang berkembang menjadi depresi ekonomi di seluruh dunia hingga akhir 1930an.

Pemimpin Partai Buruh, Ramsay MacDonald yang menjabat perdana menteri, membuat beberapa kebijakan untuk mengatasi lonjakan angka pengangguran. Dia tidak berhasil dan menjadi persoalan serius di kabinet pada 1931.

Secara politik dia tidak dapat memangkas tunjangan atau menaikkan pajak, untuk mengatasi persoalan keuangan yang ditimbulkan oleh pengangguran. Pemerintah pun terpecah dan jatuh.

MacDonald tidak mengundurkan diri, tapi membentuk pemerintahan nasional dengan Liberal dan Konservatif, membuatnya berubah dari pendiri menjadi pengkhianat Partai Buruh.

Dia dikeluarkan dari Partai Buruh pada September 1931. Namun dalam pemilu berikutnya, koalisi yang dia bentuk memperoleh kemenangan besar dan menjadi mayoritas. Sementara Partai Buruh hanya dapat memperoleh 52 kursi.

Sosok Yoon Suk Yeol, Presiden Korsel yang Dimakzulkan Karena Penyalahgunaan Kekuasaan



Reformasi dan Nasionalisasi

Setelah berakhirnya Perang Dunia II di Eropa, Mei 1945, manifesto Partai Buruh "Mari Kita Hadapi Masa Depan" mendapat simpati pemilih, yang sedang berharap adanya perubahan.

Hasilnya luar biasa, karena untuk pertama kalinya menjadi mayoritas dengan memenangkan 393 kursi, memberi mereka kesempatan penuh untuk menjalankan semua program reformasi.

Pemimpin Partai Buruh Clement Attlee menjadikan komitmen nasionalisasi, sebagai kunci untuk memenangkan pemilu. Di mana negara mengambilalih kendali industri utama seperti batu bara, baja, listrik dan rel kereta.

Logika yang ditawarkan adalah nasionalisasi akan menguntungkan semua orang, karena semua keuntungan dari industri utama itu akan masuk pada negara, bukan hanya para pemilik saham.

Kubu Konservatif menentang nasionalisasi, menyamakannya dengan kebijakan industri Stalin di Rusia. Namun upaya mereka menghentikan nasionalisasi mendapatkan kegagalan di parlemen.

Nasionalisasi pertama dilakukan pada 1946 atas Bank of England, yang sejak 1694 telah dimiliki secara perorangan. Kedua adalah Cable and Wireless Ltd, yang mendominasi komunikasi jarak jauh di Inggris.

Menggunakan kekuatan mayoritas di parlemen, Partai Buruh melanjutkan nasionalisasi industri batu bara pada 1947, rel kereta api pada 1948, kemudian besi dan baja pada 1949.

"Partai Buruh adalah Partai Sosialis dan bangga dengan itu," demikian manifesto Partai Buruh ketika itu, yang dikutip laman Guardian, pada 14 Maret 2001.

Partai Buruh dan Negara Kesejahteraan

Bagi para penambang, nasionalisasi merupakan kemajuan yang luar biasa. Mereka kini mendapat libur yang dibayar, waktu istirahat, bahkan tetap dibayar gajinya walau sedang dalam keadaan sakit.

Namun euforia nasionalisasi tidak berjalan lama, seiring munculnya keraguan atas janji Partai Buruh untuk kesempatan kerja penuh, upah yang adil, diakhirinya penjatahan perang, serta rumah yang layak bagi semua orang.

Pemerintahan Attlee dianggap sebagai salah satu pemerintahan reformasi terbesar dalam abad ke-20. Tapi ironisnya, lebih banyak reformasi justru datang dari tokoh-tokoh di luar Partai Buruh.

UU Pendidikan 1944 dihasilkan oleh kubu Konservatif. Negara kesejahteraan pun, sebagian besar merupakan hasil kerja dua ekonom Liberal, John Maynard Keynes dan William Beveridge.

Ide Beveridge adalah agar setiap warga Inggris dilindungi. Mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan rumah akan dibantu. Sementara yang sakit akan disembuhkan (dibiayai perawatannya).

Lahirnya NHS pada Juli 1948, tetap menjadi monumen terbesar Partai Buruh, yang dicapai melalui dua tahun resistensi luar biasa Asosiasi Medis Inggris, dibayangi ketakutan akan besarnya pengeluaran pemerintah.

Pada akhirnya ketakutan terwujud. Setelah perekonomian tidak memperlihatkan kemajuan, pada 1951, NHS tidak lagi memberikan semua layanan tanpa biaya.



Era Partai Buruh

Mantan Rektor London School of Economics, Anthony Giddens, dalam artikelnya di laman New Statesman, 7 Mei 2010, menulis era Partai Buruh telah berakhir, dengan hanya sedikit yang sudah dicapai.

Terutama dalam dua dekade terakhir, Partai Buruh disebutnya lebih dari sekedar mengecewakan. "Telah menjadi bencana. Buruh memimpin serangan terhadap kebebasan sipil, cita-cita kiri dikhianati," tulisnya.

Giddens menegaskan Partai Buruh gagal membuat dampak pada ketidaksetaraan. "Terburuk dari semua adalah perang di Irak. Buruh menjanjikan fajar baru, dan banyak yang merasa dikhianati."

David Blunkett, mantan menteri dalam negeri Inggris pada masa pemerintahan Tony Blair, mengatakan publik membenci Tony Blair atas keputusannya menyetujui invasi ke Irak pada 2003.

Apa pun nilai positif yang terdapat dalam pemerintahan Blair, telah tertutup oleh keputusannya menjerumuskan Inggris ke dalam perang di Irak, yang dimulai oleh Amerika Serikat (AS).

Tony BlairTony Blair menjadi pemimpin Partai Buruh pada tahun 1994.

Dikutip laman Independent, 12 Oktober 2014, Blunkett ragu publik dapat melupakan Irak. Tony Blair terpilih menjadi pemimpin Partai Buruh pada 1994, kemudian menjadi PM pada 1997-2007.

Pada Mei 1997 Partai Buruh memperoleh kemenangan besar dalam sejarah pemilu, menjadikan Blair sebagai PM termuda di usia 43 tahun. Dia mendapat 93 persen dukungan pada September 1997.

Retorika Jalan Ketiga

Pada tahun pertamanya, Blair memperkenalkan UU Upah Minimum, UU HAM dan UU Kebebasan Informasi. Dilanjutkan dua tahun kemudian, dengan komitmen Jalan Ketiga pada 1999.

Retorika yang didorong oleh Blair, merujuk pada konsep Jalan Ketiga Anthony Giddens, yang diklaim sebagai kerangka berbeda di antara dua doktrin bertentangan, sosialisme dan neo liberalisme.

Beberapa pengamat menyebutnya sebagai pragmatisme. "Kritik lain dan terkait tentunya, Jalan Ketiga tidak lain dari upaya mentah, untuk membangun koalisi palsu antara si kaya dan miskin," tulis editor BBC, pada 27 September 1999.

Palsu karena membujuk si kaya dengan meyakinkan mereka, bahwa perekonomian akan membaik dan kepentingan mereka tidak terancam. Sebaliknya menjanjikan si miskin, dunia yang bebas dari kemiskinan dan ketidakadilan.

Giddens dalam analisanya, merujuk pada perubahan dunia, menyebut Jalan Ketiga sebagai respon terhadap perubahan itu. Bukan sekedar oportunisme pemilu, tapi respon rasional pada situasi sosial politik dan ekonomi baru.

Artikel Giddens 11 tahun kemudian, adalah kritik keras terhadap kegagalan Partai Buruh. tapi sebagai pendukung Jalan Ketiga, Giddens berargumen Partai Buruh era Blair, belum menjadi Partai Buruh Baru yang diinginkan.

"Sejak awal arsitek Buruh Baru menawarkan diagnosis yang menarik, tentang mengapa inovasi dalam politik kiri-tengah diperlukan. Ditambah dengan agenda kebijakan yang jelas," tulis Giddens.



Pragmatisme

Ideologi bagi partai politik sekarang ini, lebih tampak sekedar istilah. Tidak ada batas tegas antara konservatif, liberal, demokrat dan sosialis, kecuali pragmatisme di mana Singapura menjadi salah satu contoh sukses.

Lee Kuan Yew membangun Singapura sebagai negara demokrasi tanpa kebebasan politik, konservatif tanpa menutup diri pada perubahan, tanpa istilah tertentu seperti Jalan Ketiga atau lainnya.

Pendiri Singapura itu mengedepankan pembangunan ekonomi. Jatuh bangunnya Partai Buruh di Inggris juga sangat terkait dengan situasi ekonomi, membuat mereka dalam situasi dilematis saat ekonomi terpuruk.

Partai Buruh mengkhianati buruh, jika memangkas anggaran untuk tunjangan sosial, menaikkan pajak. Menurunnya perekonomian jelas membuat Partai Buruh kesulitan memenuhi janji kesejahteraan sosial bagi publik.

Bagaimana membuka lapangan kerja tanpa investasi, tapi sebaliknya investor menuntut upah pekerja serendah-rendahnya. Politik modern tidak lagi memperlihatkan banyak perbedaan dalam ideologi.

Giddens menulis, untuk kembali bangkit Partai Buruh harus menyusun langkah radikal. "Waktunya untuk meninggalkan istilah. Reformasi kesejahteraan akan diperlukan, bahkan lebih ketika efisiensi anggaran menjadi prioritas," tulisnya.

"Pemikiran ulang fundamental dibutuhkan, kebijakan baru harus diciptakan. Rekonstruksi idiologis memiliki peran yang menentukan. Titik awalnya adalah mendefinisikan kembali peran ruang publik," katanya.

Giddens menyebut perlunya membangun satu bentuk kapitalisme yang bertanggungjawab, digabungkan dengan pendekatan yang memuaskan pada isu-isu keberlanjutan. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya