SOROT 359

Rupiah Digempur Dolar

Dolar AS dan rupiah.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id -  Bangunan semi permanen itu berukuran 8x4 meter. Beratap triplek. Terletak persis di samping rumah utama.

Di dalam bangunan, beberapa orang tampak sibuk bekerja. Di kanan kirinya bertumpuk kayu, triplek, dan onggokan kerang yang sudah dikeringkan. Beberapa bahan baku untuk membuat kerajinan bingkai dan cermin, seperti lem dan cat, juga tertata di antara tumpukan kayu.

Dengan cekatan, para pekerja memulai proses pembuatan produk kerajinan bingkai dan cermin dari bahan kayu serta triplek itu. Dari proses pemotongan kayu hingga menjadi barang jadi.

Beberapa di antaranya menempelkan kerang sebagai hiasan bingkai. Hasil produk kerajinan itu tampak rapi dan unik. Ya, di ruangan yang berlantai semen itu, aktivitas seolah tampak normal. Tak tampak raut kecemasan di wajah para pekerja itu.

Mereka hanya berpikir menyelesaikan pekerjaan untuk memenuhi target. Sebab, besar kecilnya bayaran yang mereka peroleh, tergantung dari berapa banyak barang yang selesai dibuat dalam satu hari.

Yanto misalnya. Di tempatnya saat ini bekerja, Zulfi Natural Craft, di kawasan sentra kerajinan, Kasongan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, dia tidak pernah memikirkan kondisi ekonomi negara. Apalagi, sampai berpikir soal terpuruknya nilai rupiah terhadap dolar.

"Ya, saya kerja sesuai target, dalam satu hari berapa barang kerajinan yang harus saya selesaikan," kata Yanto kepada VIVA.co.id, Selasa 25 Agustus 2015.

Pria yang bekerja dengan sistem borongan ini tidak mau tahu mengenai menguatnya dolar terhadap rupiah. Menurut dia, meskipun produk yang dibuatnya harganya semakin tinggi, tidak berpengaruh menambah kesejahteraannya.

"Yang penting saya kerja, barang baku ada dan bahan penunjang lain tersedia. Sebagai buruh, saya kerja membuat handycraft sebanyak mungkin," tuturnya polos.

Yanto boleh saja "tidak peduli" dengan tertekannya rupiah. Namun, kondisi itu tidak berlaku bagi Jumakir. Selaku pemilik Zulfi Natural Craft, Jumakir mengaku dipusingkan dengan terus melemahnya nilai tukar rupiah.

Sikap Pasar Modal dan Rupiah Soal Aksi Damai 4 November

Karena, perjanjian jual-beli yang dilakukan dengan pembelinya di luar negeri tidak menggunakan dolar.

Sesuai peraturan Bank Indonesia, transaksi di dalam negeri wajib menggunakan rupiah. Meskipun, untuk meningkatkan nilai produk dalam negeri, harga jual yang dipatok di pasar internasional bisa juga menggunakan dolar.

Dengan catatan, ketika pembeli membayar produk yang dibeli, harus terlebih dahulu menukarkan dolarnya ke rupiah.

"Di Kasongan, eksportir yang menjual handycraft dalam dolar bisa dihitung dengan jari. Misal ada 100 eksportir, hanya satu hingga lima eksportir yang bertransaksi menggunakan dolar," ujarnya kepada VIVA.co.id, Selasa 25 Agustus 2015.

Menurut Jumakir, melemahnya rupiah membuat produk yang dijualnya menjadi lebih murah. Namun, bahan baku untuk produksi semakin mahal. Bahan baku pabrikan yang digunakan seperti triplek, lem dan cat, cepat atau lambat akan terjadi kenaikan harga. 

"Harga barang yang kami ekspor enggak naik, tapi bahan bakunya melonjak," ungkapnya.

Apalagi, dalam satu bulan, Jumakir ditarget harus mengirim 2.000 unit bingkai dan 50-100 cermin dengan ukuran 80 sentimeter kali 160 sentimeter. Dia harus memenuhi kontrak sekitar 6.000 unit bingkai dengan harga Rp30.000 per unit.

Dengan pelemahan rupiah, harga jual barang di negara tersebut bisa turun 10 kali lipat. Yang lebih mengenaskan, perajin tak bisa menempelkan merek di produk kerajinan yang akan diekspor.

"Frame dan cermin yang mau diekspor sudah diberi merek Bahamas yang merupakan salah satu kota di Kanada," tuturnya.

Kesulitan yang dialami Jumakir itu, juga diakui Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Toto Dirgantoro.

Dalam perbincangan dengan VIVA.co.id di Jakarta, Kamis 27 Agustus 2015, Toto menjelaskan, dampak pelemahan rupiah terhadap pengusaha eksportir tidak semanis pernyataan pemerintah dan tim ekonominya. Karena, ada pula eksportir yang terhantam keras dengan pelemahan nilai tukar rupiah ini.

"Ada sebagian besar eksportir yang menikmati, seperti bahan bakar. Tapi, (depresiasi rupiah) tidak berarti bagi eksportir yang berbahan baku impor," ujarnya.

Apalagi, pelemahan rupiah ini diikuti dengan melemahnya daya beli masyarakat di dalam negeri. Kemudian, perkasanya dolar AS terjadi hampir terhadap seluruh mata uang di dunia. Kondisi tersebut membuat daya beli global juga ikut melemah.

Hingga semester I-2015, GPEI mencatat ada penurunan kegiatan ekspor di pelabuhan sebanyak 5-10 persen. Dia mengingatkan, kondisi ini merupakan sinyal bagi pemerintah, untuk segera memperbaiki keadaan. Salah satunya dengan memperbaiki sistem logistik pendukung kegiatan ekspor.

Pelemahan rupiah yang akhir-akhir ini terjadi, juga membuat kalangan importir berkeluh kesah. Laba mereka tergerus 10-14 persen ketika rupiah menyentuh angka Rp14.000 per dolar AS. Kalau pelemahan terus terjadi, kebangkrutan mengancam mereka.

Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia, Rofiq Natahadibrata, ketika dihubungi VIVA.co.id di Jakarta, Rabu 26 Agustus 2015 mengatakan, jika rupiah melemah hingga Rp14.500 per dolar AS, laba mereka akan nol alias habis.

"Kalau Rp15.000, kami akan kolaps. Kami tidak bisa membayar utang dan bunga bank," kata dia.

Efisiensi biaya operasional yang dilakukan para importir pun sudah ditekan habis-habisan. Bahkan, untuk menggunakan kendaraan operasional pun hanya bisa dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya mendesak. 

"Penggunaan kendaraan dinas dikurangi. Kalau yang ke bank menggunakan mobil, sekarang pakai ojek. Kalau dikumpulin, lumayan banyak," kata dia.

Rofiq mengatakan, hingga semester I-2015 telah terjadi penurunan kegiatan impor sebesar 30-40 persen akibat pelemahan rupiah. Hal ini jelas akan mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini.

"Impor kecil dan ekspor mengecil," ungkapnya.

Dolar Masih Lemah, Rupiah Melaju di Jalur Hijau

kerajinan frame cermin sorot

Para pekerja tidak mau tahu mengenai menguatnya dolar, Mereka hanya berpikir menyelesaikan pekerjaan untuk memenuhi target. Foto: VIVA.co.id/Juna Sanbawa
Rupiah Masih Tertatih-tatih untuk Kembali Menguat
Uang rupiah.

Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global

Aksi damai 4 November tidak terlalu pengaruhi pergerakan rupiah.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2016