- ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
VIVA.co.id - Jelang Lebaran, Meutia dan keluarga mulai sibuk mempersiapkan banyak hal, termasuk kudapan lezat di Hari Raya. Meski sudah lama di Jakarta, keluarga Meutia tak melupakan tradisi kampung halamannya yang terletak di Meukek, Aceh Selatan.
Ada beberapa kudapan wajib khas Aceh yang selalu disajikan keluarganya, salah satunya katupek atau ketupe alias ketupat tape. Jauh dari kampung halaman memang tak menggusur tradisi makan katupek di keluarga besarnya. Namun tinggal di Jakarta juga membuat keluarga Meutia tetap menikmati ketupat sayur ala masyarakat Jawa.
Ketupat sudah menjadi simbol Hari Raya umat Islam di Indonesia sejak zaman dahulu, tepatnya pada masa pemerintahan Demak yang dipimpin Raden Patah di awal abad 15, menurut H.J. de Graaf dalam Malay Annal.
Ia menduga, kulit ketupat yang terbuat dari janur berfungsi menunjukkan identitas budaya pesisir yang ditumbuhi banyak pohon kelapa. Sementara warna kuning pada janur dimaknai sebagai upada masyarakat pesisir Jawa untuk membedakan warna hijau dari Timur Tengah dan merah dari Asia Timur.
Seorang anak berada dalam tumpukan ketupat saat acara Lebaran ketupat di halaman kantor walikota Jakarta Barat. (VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi)
Ketupat dalam Kamus Pepak Basa Jawa oleh Slamet Mulyono, berasal dari kupat. Parafrase kupat adalah ngaku lepat yang artinya mengaku bersalah. Janur atau daun kelapa yang membungkus ketupat merupakan kependekan dari kata 'jatining nur' yang berarti hati nurani. Secara filosofis beras yang dimasukkan dalam anyaman ketupat menggambarkan nafsu duniawi.
Bentuk ketupat sendiri beragam. Menurut Linda Farida Rahmat, pakar kuliner sekaligus anggota tim ahli bidang kuliner warisan budaya tak benda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bentuk ketupat bisa tergantung kreativitas masing-masing pengrajin dan daerahnya.
"Kalau bentuknya beragam tergantung kreativitas ada yang panjang, segi empat, kerucut, segi lima ada yang gepeng, bundar, ada yang kecil dan besar. Biasanya ketupat dibuat awalnya untuk tali silaturrahim isinya bisa macam-macam seperti beras ketan atau beras nasi dimasak dengan air putih atau santan," ujarnya kepada VIVA.co.id melalui sambungan suara.
Kehadiran ketupat di tengah perayaan Lebaran di Indonesia dianggap memiliki makna filosofis untuk saling memaafkan dan bersilaturrahmi. Masih menurut Linda, ketupat yang tak bisa dimakan sendiri itu, artinya harus dengan kudapan pelengkap lain, melambangkan keberagaman dan kebersamaan.
"Kalau bersatu itu kan nikmat dan jadi sarana untuk silaturrahim karena ketupat tidak bisa dimakan sendiri," tambahnya.
Di Jawa, bahkan dikenal adanya Lebaran Ketupat, yang merupakan perayaan pada satu minggu setelah Idul Fitri atau tepatnya setiap 8 Syawal. Namun, Lebaran Ketupat ini masih asing bagi masyarakat luar Jawa, Aceh misalnya.
Negeri Serambi Mekkah itu tidak mengenal istilah Lebaran Ketupat. Akan tetapi, Aceh juga punya tradisi makan ketupat saat Hari Raya. Provinsi ini punya keunikan sendiri dalam menikmati kudapan spesial Lebaran. Seperti apa tradisi makan ketupat dan kuliner khas lain di Aceh saat Lebaran?
Selanjutnya..Tradisi makan ketupat saat Lebaran di Aceh
Tradisi makan ketupat saat Lebaran di Aceh
Ketupat masih menjadi sajian utama di sejumlah daerah di Provinsi Aceh. Beberapa di antaranya adalah wilayah Pantai Barat dan Selatan Serambi Mekah ini. Sejak dahulu, tradisi masak dan makan ketupat bersama keluarga masih membudaya di daerah tersebut.
“Kami di sini setiap Meugang, Lebaran Idul Fitri, Idul Adha, ketupat itu selalu ada, selalu disiapin untuk dimakan ramai-ramai bersama keluarga,” ujar Thesa Andita, salah seorang warga Meulaboh, Aceh Barat, kepada VIVA.co.id, Minggu, 11 Juni 2017.
Untuk diketahui, Meugang atau Mak Meugang adalah tradisi masyarakat Aceh ketika menyambut bulan suci Ramadan dan Hari Raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Pada tradisi ini, masyarakat Aceh ramai-ramai ke pasar dan membeli daging sapi untuk dimasak di rumah dengan berbagai olahan menu khas Aceh lalu dimakan bersama anggota keluarga.
Tradisi ini konon digelar pertama kali sejak zaman Sultan Iskandar Muda. Sang Sultan saat itu, memerintahkan pesuruh kerajaan untuk menghadiahkan daging sapi untuk setiap masyarakat, dengan tujuan agar masyarakat Aceh senang dan bahagia menyambut datangnya bulan suci Ramadan.
Kembali soal ketupat, Thesa yang juga Duta Wisata Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 ini menceritakan, tradisi makan ketupat saat Lebaran di daerahnya masih sangat kental. Sampai saat ini, tradisi itu katanya terus diwarisi oleh para tetua kepada anak-anak muda di sana.
Hampir semua keluarga di Kabupaten Aceh Barat menyajikan ketupat saat Lebaran, kecuali, menurut Thesa, beberapa rumah yang dihuni oleh pasangan muda atau keluarga baru. Namun, katanya, rumah-rumah yang masih dihuni orang tua, pasti menyajikan ketupat.
Dahulu, hampir semua rumah di wilayah Pantai Barat Selatan Aceh selalu ‘menganyam’ ketupat satu atau dua hari menjelang Lebaran atau saat hari Mak Meugang. Namun, saat ini, warga lebih memilih membeli ketupat yang sudah jadi di pasar atau memesan pada orang lain.
Ketupat di Aceh dibuat dengan cara tersendiri. Jadi jika ingin memesan, tidak semua orang akan mendapati rasa ketupat yang cukup nikmat. “Biasanya sih nenek-nenek yang bikin, nenek-nenek itu lebih tahu bumbu atau takarannya yang pas,” lanjutnya.
Seperti Thesa, Meutia yang berasal dari Aceh Selatan juga ikut menceritakan tradisi mempersiapkan ketupat di kampung halamannya. Ia bercerita, biasanya, memasak ketupat menjelang Lebaran dilakukan bersama-sama sanak keluarga di kampung.
"Di Aceh masak apa-apa rame-rame. Kalau ada hari besar semua anggota keluarga ikut andil. Ada yang masak bareng tetangga atau saudara dari mana-mana, masak bareng nanti makanannya juga dibagi-bagi," tutur Meutia, Selasa, 13 Juni 2017.
Namun sedikit berbeda dengan ketupat di tanah Jawa yang biasanya dimakan dengan sayur bersantan dan lauk pauk, Aceh punya caranya sendiri. Ketupat sayur, menurut Meutia, bukan kudapan wajib saat Lebaran di Aceh.
"Di Aceh kalau ketupat sayur itu kebawa tradisi dari daerah lain saja. Ketupat sayur masih dianggap enggak wajib di sana. Yang masak ketupat sayur di sana itu orang-orang yang suka atau pernah tinggal di Jawa terus dibawa tradisi masak ketupat sayur di sana," katanya.
Linda Farida Rahmat pun membenarkannya. Pakar kuliner itu juga mengatakan bahwa banyak orang Jawa yang bermigrasi ke Aceh sehingga terjadi peleburan budaya dan tradisi, termasuk soal ketupat sayur tersebut.
"Karena banyak orang Jawa beimigrasi ke Aceh kebiasaannya jadi melebur," ujar anggota tim ahli bidang kuliner warisan budaya tak benda Kemendikbud RI ini.
Lalu, bagaimana ketupat khas Aceh saat Lebaran?
Selanjutnya..Ketupat tape yang unik
Ketupat tape yang unik
Di Aceh Barat, terdapat Kecamatan Meureubo yang dikenal sangat familiar dengan ketupat. Ibu-ibu di daerah tersebut masih banyak yang memproduksi ketupat untuk Lebaran. Sajian ketupat dari daerah yang dijuluki Bumi Teuku Umar tersebut terbilang cukup unik.
Ketupat yang terbuat dari beras ketan itu disajikan dan disantap bersama tape. Perbedaan ketupat di Aceh ini terletak pada cara pembuatan dan ukuran yang biasanya lebih kecil.
“Makannya sekalian sama tape, dicampur sama tape. Soalnya kan kalau ketupat saja, rasanya kayak hambar, tapi ada manis-manisnya sedikit. Cuma kalau pake tape malah lebih enak, rasanya unik. Jadi itu memang ciri khas tersendiri di daerah kami,” kata Thesa.
Ketupat tape tersebut tidak disajikan untuk semua tamu yang datang bersilaturahmi. Pemilik rumah lebih mengutamakan keluarga dan tetangga dekat. Selain itu, ketupat tape juga hanya bertahan satu sampai dua hari saja sebelum habis dimakan bersama.
Menurut Thesa, ketupat disajikan saat Lebaran sebagai bentuk kebersamaan anggota keluarga yang datang bersilaturahmi. Seperti di daerah lainnya, ketupat memiliki makna untuk mempertahankan tradisi yang menurutnya memiliki nilai ciri khas kuliner di daerahnya tersebut.
Hingga saat ini, ketupat tape masih terus menjadi sajian utama masyarakat Meulaboh, Aceh Barat. Anak muda, terutama perempuan, di daerah tersebut masih diajarkan cara menganyam dan memasak ketupat.
“Selain untuk mempererat silaturahmi dengan kebersamaan itu tadi, menurut saya kuliner itu kan mengandalkan cita rasa ya. Rasanya unik, ketan yang manis tapi hambar, sama tape yang asam tapi manis, dipadukan jadi begitu unik. Tidak sama dengan daerah lain dan punya ciri khas rasa tersendiri. Mungkin di Indonesia cuma Aceh yang makan ketupat pake tape. Jadi sangat disayangkan jika anak-anak muda sekarang atau di masa depan beberapa tahun lagi nanti kalau tidak merasakan ketupat tape ini," kata Thesa.
Ketupat tape juga ada di Aceh Selatan yang disebut sebagai katupek atau ketupe. Biasanya, proses pengerjaan pembuatan ketupe ini sudah dilakukan sejak beberapa hari sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Masyarakat akan mulai dengan membuat tapenya terlebih dahulu karena harus difermentasi semalaman. Setelah itu baru proses memasak ketupat. Ketupat digodok terlebih dahulu seperti pada umumnya. Setelah matang, ketupat tersebut akan dibakar atau digoreng di wajan tanpa minyak.
"Ketupe itu sudah kayak camilan kayak desert gitu deh. Buat yang sekadar datang sebentar sekadar icip-icip enggak mau makan besar, makannya ketupe. Biasanya makannya pakai piring kecil kayak makan kue, makan paling satu atau dua biji udah kenyang," tutur Meutia mengisahkan tradisi makan ketupe di kampungnya.
Ia juga menambahkan, masyarakat Aceh jarang menolak ketupe yang sudah disajikan. Hampir semua ketupe yang dihidangkan habis dinikmati.
"Kalau menurutku enaknya itu dimakan pas ketupatnya masih hangat terus dituang tape dingin-dingin dari kulkas. Ketupatnya itu karena dibakar dahulu jadi garing di luar empuk di dalam," ujar wanita yang juga pekerja lepas di Jakarta itu menggambarkan kelezatan ketupe.
Uniknya lagi, ketupe sebenarnya bisa disajikan dengan pendamping lain, selain tape. Kuah srikaya atau duren juga populer sebagai pendamping ketupat di Aceh. Jenis ketupat seperti ini biasanya ada di hari biasa, terutama saat musim durian. Warga akan memasak ketupat yang disajikan bersama kuah durian.
Leumang, panganan asli Aceh. (VIVA.co.id/Zulfikar Husein)
Tak hanya ketupat, di wilayah Pantai Barat Selatan tersebut juga mengenal tradisi Meulemang. Meulemang sendiri merupakan istilah yang biasa digunakan oleh masyarakat Kabupaten Acah Barat Daya (Abdya) saat membuat leumang yang juga merupakan panganan khas Aceh dari ketan.
Di beberapa daerah, leumang bahkan disajikan menggunakan selai sebagai panganan berbuka puasa. Namun di wilayah Barat Aceh, leumang juga dimakan dengan tape. Biasanya baik leumang maupun ketupat akan banyak ditemui satu hari sebelum Meugang atau dua hingga tiga hari menjelang Hari Raya.
Selanjutnya..Wilayah Aceh lain tak masak ketupat, tapi lontong
Wilayah Aceh lain tak masak ketupat, tapi lontong
Tradisi kuliner Lebaran di sejumlah wilayah pesisir utara Provinsi Aceh punya cerita lain. Berbeda dengan Aceh Barat dan Selatan, di wilayah tersebut, hampir tidak ada warga yang menyajikan ketupat sebagai makanan utama saat Lebaran.
Masyarakat di utara Aceh ini lebih banyak menyajikan lontong dibanding ketupat. Lontong seolah menjadi makanan wajib bagi warga saat perayaan Hari Raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Sama seperti ketupat, lontong juga disajikan pada hari pertama Lebaran untuk dimakan bersama keluarga besar.
Duta Wisata Aceh Utara tahun 2014 yang juga tinggal di Kota Lhokseumawe, Aflia Riski, mengatakan, lontong menjadi salah satu makanan yang ditunggu saat Lebaran. Sudah menjadi kebiasaan turun temurun, keluarganya selalu membuat sendiri lontong-lontong itu jelang Hari Raya.
Lontong yang telah dipotong untuk disajikan di Aceh. (VIVA.co.id/Zulfikar Husein)
Biasanya, lontong dijadikan sebagai pengganti sarapan pagi dan dimakan usai melaksanakan Salat Ied. “Baik tetangga maupun keluarga besar yang datang silaturahmi juga sekaligus menyantap hidangan lontong,” ujar Aflia yang menjelaskan bahwa lontong tersebut juga akan disajikan dengan berbagai menu lain, seperti mi dan rendang daging.
“Agar lebih nikmat juga kami tambahkan dengan sambal goreng tempe dan teri, tauco cabai hijau dengan udang. Lalu kuahnya yang ditambahkan sayur dari wortel, kacang panjang dan lainnya, lalu juga ditambahkan bawang goreng dan kerupuk mulieng (kerupuk melinjo khas Aceh),” katanya lagi.
Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara, Nurliana, kepada VIVA.co.id, berpendapat, saat ini, segala sesuatunya sudah menjadi lebih modern, sehingga banyak warga yang beralih ke hal-hal yang lebih sederhana dan praktis.
Misalnya saja, sebut Nurliana, masyarakat sudah banyak memilih membuat atau membeli lontong dibanding ketupat. Lontong dianggap lebih mudah dan praktis. Ketupat dan lontong, menurutnya lagi, sebenarnya bukan berasal dari Aceh, melainkan Pulau Jawa.
“Kalau ketupat sama lontong sebenarnya bukan asli dari kami, tapi sudah menjadi tradisi di kami. Karena sudah lama, ketupat sama lontong sepertinya dari Pulau Jawa atau Padang. Kalau di kami yang khas sekali itu misalnya seperti dodol atau timphan,” ujarnya.
Nurliana menambahkan, baik ketupat, lontong, dan aneka kue khas masih dianggap sebagai hidangan khas orang Aceh saat Lebaran baik Idul Fitri maupun Idul Adha hingga saat ini.
Selanjutnya..Kudapan Lebaran khas Aceh lainnya
Kudapan Lebaran khas Aceh lainnya
Aceh juga dikenal dengan kekayaan kulinernya, seperti kue Lebaran. Ada banyak ragamnya, mulai dari timphan, kue seupet, dodol, kue boh husen, keukarah, nyap, meuseukat, dan beberapa lainnya. Namun, timphan, kue seupet, Nyap dan Meuseukat menjadi kue wajib yang selalu disajikan setiap Lebaran.
Timphan merupakan kue yang dibalut daun pisang muda sebagai pembungkusnya. Kudapan khas Lebaran di Aceh dengan rasa srikaya itu paling dicari terutama di momen Hari Raya.
Kue Seupeut
Seupeut diselipkan di nama kue ini karena proses pembuatannya dijepit dengan wadah khusus. Seupeut sendiri sebenarnya punya arti menjepit. Makanan ini terbuat dari tepung beras, tepung kani, vanili, garam, gula, dan telur.
Kue Nyap
Sementara itu, kue nyap ini disebut-sebut mirip kembang goyang. Adonan kue nyap ini terdiri atas tepung roti, gula pasir, telur, dan santan kental. Adonan yang cair itu pun ditempatkan di sebuah wadah lalu digoreng dengan minyak panas. Wadah tadi harus digoyang-goyang supaya nantinya adonan mudah dilepaskan dari wadahnya.
Meuseukat
Makanan satu ini rupanya semacam dodol. Teksturnya lembut dengan tasa yang manis. Sebagai lambang yang menunjukkan bahwa orang Aceh sangat menghormati tamu, Meuseukat juga dijadikan makanan utama saat hari hantaran pengantin saat akad nikah nantinya. (ms)