SOROT 460

Warkop DKI, Berjaya Sepanjang Masa

Indro Warkop
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Diza Liane Sahputri

VIVA.co.id – "Tertawalah, sebelum tertawa itu dilarang". Begitu kalimat yang selalu tertera di setiap akhir film Warkop DKI. Slogan nyeleneh namun sarat makna ini merupakan buah pikiran dari trio pelawak Warkop DKI, Dono, Kasino dan Indro.

Jika Benyamin Sueb dikenal sebagai legenda lawak perorangan Indonesia maka Warkop DKI layak menjadi salah satu legenda grup lawak Tanah Air. Film Warkop DKI Reborn yang dirilis tahun 2016 menjadi bukti eksistensi bahwa lawakan berkelas akan mampu bertahan meski menghadapi gempuran zaman.

Setelah film terakhir Warkop DKI diproduksi  22 tahun lalu, film komedi Warkop DKI Reborn yang mengambil judul lengkap Jangkrik Boss Part 1 sukses membetot khalayak luas. Film ini tercatat disaksikan lebih dari enam juta pentonton.

Perjalanan Warkop DKI adalah perjalanan merajut lawak yang bermula dari guyonan ala anak kampus. Kelompok lawak yang namanya masih berjaya ini awalnya bermula dari tiga mahasiswa Universitas Indonesia yang humoris yaitu Kasino Hadiwibowo, Nanu Mulyono, dan Rudi Bagil.

Menurut Indro, anggota Warkop DKI yang masih ada, kelucuan Kasino, Nanu dan Rudi Bagil muncul saat mereka berkumpul di sebuah tempat  yang kerap menjadi tempat kumpul aktivis. 
Kelakuan dan canda mereka yang lepas dan cerdas memikat Tommy Lesanpura, pimpinan radio Prambors saat itu.

Indro Warkop memegang buku Main-main Jadi Bukan Main

Indro Warkop DKI memegang buku Main-main Jadi Bukan Main. (VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar)

Seperti diketahui Radio Prambors adalah radio anak muda yang berlokasi di titik simpang antara Jalan Prambanan dan Borobudur di Menteng, Jakarta Pusat. Tommy lalu menawarkan ketiganya untuk mengisi mengisi acara di radio tersebut. 

Awalnya acara ini adalah bincang-bincang pencinta alam, karena ketiganya adalah anggota Mapala UI. Namun acara itu sepi pendengar hingga akhirnya konsep diubah. Lalu pada 23 September 1973, obrolan humor ini mulai ditayangkan.

Dengan durasi 45 menit, Tommy membebaskan Kasino, Rudi, dan Nanu untuk mengembangkan obrolan menjadi lawakan yang bernas dan cerdas. Obrolan Santai di Warung Kopi adalah nama acara itu. 

Mengapa Perokok Berat Justru Jarang Terkena Kanker Paru-paru?

Konsep berbeda, pendengar bertambah

Berbeda dengan kebanyakan kelompok lawak masa itu yang mengandalkan gaya lugu, ‘ndeso’, dan merepresentasikan masyarakat kelas bawah, Obrolan Santai di Warung Kopi justru mengambil tema berat, yaitu sosial dan politik. Sasarannya, tentu saja pendengar masyarakat menengah atas.  

Indro Warkop Cerita Detik-detik Jelang Meninggalnya Istri

Situasi politik tahun 1970-an yang sedang hangat dan masalah sosial yang sedang jadi pembicaraan, menjadi materi lawakan mereka. Konsep ini berhasil, lawakan mereka mendapat perhatian publik. 

Hari demi hari pendengar lawakan ini bertambah banyak. Saking ngetop dan populernya, nyaris setiap mereka siaran, aneka penganan seperti pisang goreng, klepon, dan aneka kue basah yang dikirim penggemar akan memenuhi studio Prambors.

Indro Warkop Cerita Kronologi Penyakit Istri Sambil Berlinang Air Mata

Poster film Warkop DKI Reborn

Film Warkop DKI Reborn, dibintangi Abimana Aryasatya, Vino G. Bastian, Tora Sudiro.

Setelah setahun berjalan bertiga, pada 1974, Kasino, Nanu, dan Rudi mengajak Wahyu Sardono alias Dono yang juga mahasiswa UI, bergabung. Kehadiran Dono meramaikan ocehan di Warung Kopi Prambors.

Dan orang terakhir yang bergabung dalam kelompok ini adalah Indrodjojo Kusumonegoro alias Indro. Ia direkrut tahun 1976. Indro bukan mahasiswa UI, namun kuliah di Universitas Pancasila. Kampus ini berlokasi tak jauh dari Radio Prambors.  

Dengan lima personel, keriuhan dan lawakan di Warung Kopi Prambors makin semarak. Tapi, meski sudah berjaya di radio bukan berarti seluruh personel mampu berhadapan dengan publik secara terbuka.

Rudi Bagil menjadi orang pertama yang mundur setiap ada undangan manggung. Penyebabnya, ia tak bisa berhadapan langsung dengan audiensi dan tak mampu menguasai demam panggung. Padahal undangan mengisi acara di panggung-panggung semakin hari semakin bertambah, termasuk mengisi acara di televisi.

“Saya ingat, tahun 1977 kami ditawari mengisi acara di televisi, TVRI dan kami menerimanya,” ujar Indro kepada VIVA.co.id, Jumat, 4 Agustus 2017.

Perlahan, Rudi Bagil menghilang. Warkop DKI tinggal berempat. Setelah rutin mengisi acara di televisi dan mengeluarkan rekaman, datang tawaran bermain film.  Namun mereka tak langsung menerimanya. 

“Kami tak langsung menerima tawaran main film. Sebenarnya karena bingung dan tak percaya diri. Masa, hanya bercandaan saja bisa jadi duit?” tutur Indro.

Kebingungan itu menuntun mereka untuk melakukan riset dan mendatangi sejumlah sutradara terkenal saat itu. Mulai dari Syumandjaja, Nawi Ismail, Dana Umbara, dan sejumlah sutradara lain. 

Indro bercerita, selama proses konsultasi itu Warkop mencari tahu, seperti apa peran yang cocok untuk mereka bawa ke layar lebar. Sebab, selama ini mereka memang tak pernah mengambil segmen masyarakat menengah bawah.

Bagi Warkop, sebaiknya warga menengah bawah jangan dibikin pusing karena situasi politik sudah bikin pusing. Mereka perlu diajak selalu tertawa.

“Itu sebabnya ketika akhirnya menerima tawaran bermain film, kami sepakat menjadikan cerita dalam film itu sebagai sebuah autokritik juga semacam cara membangun moral. Kritik terhadap kami sendiri. Misalnya sindiran untuk tidak membuang sampah sembarangan,” beber pria berkepala plontos ini.

Setelah satu tahun mencari tahu dan memberanikan diri, pada 1979 film pertama mereka yang berjudul Mana Tahaaannn... dirilis. Di film itu, Warkop Prambors bermain bersama Elvy Sukaesih, Rahayu Effendi, dan Kusno Sudjarwadi.

Setelah membintangi film pertama, giilran Nanu perlahan mundur. Tanggal 22 Maret 1983, Nanu yang sakit ginjal meninggal dunia di usia yang sangat muda, 30 tahun.  Akhirnya Warkop Prambors hanya tersisa tiga personel, yaitu Kasino, Dono, dan Indro.

Belakangan, sekitar tahun 1990-an, karena tak lagi menjadi pengisi acara di Radio Prambors, nama Warkop Prambors diubah menjadi Warkop DKI. Akronim dari nama mereka bertiga. 

Sejak itu hingga tahun 1994, kelompok lawak ini terus membintangi film yang khusus menjadikan mereka bertiga sebagai tokoh sentral. Sepanjang kurun waktu antara 1979 hingga 1994, Warkop DKI membintangi 34 film.

Kadang dalam setahun dua film diproduksi. Bahkan tahun 1992, ada tiga film yang diproduksi. Saat televisi swasta bermunculan, mereka juga sempat membintangi sinetron komedi. 

Kehadiran Warkop DKI di layar kaca mulai berkurang ketika Kasino sakit. Ia menderita kanker otak. Aktivitas tiga sahabat ini mulai berkurang. Hingga akhirnya Kasino meninggal dunia pada 16 Desember 1997 di Jakarta.

Empat tahun kemudian, kepergian Kasino disusul oleh Dono. Sakit tumor dan kanker paru-paru yang mendera Dono membuatnya tak mampu bertahan. 30 Desember 2001, pelawak kawakan itu menghembuskan napas terakhir.

Melawak juga butuh kecerdasan

Sejak pertama terbentuk, tahun 1973 hingga sekitar tahun 1996, kejayaan Warkop DKI seperti tak mengenal surut. Belasan kaset rekaman, 34 judul film, serta mengisi berbagai acara hingga sinetron di layar televisi terus mereka lakoni.

Indro menuturkan, kelanggengan Warkop bukan terjadi tiba-tiba. Sebagai jebolan perguruan tinggi, mereka senantiasa melakukan evaluasi, mengemas dan berusaha mengembangkan isi lawakan mereka. 

“Kami bahkan pernah merumuskan soal profesionalitas. Hingga akhirnya kami sepakat, profesional adalah tanggung jawab. Berbekal profesional itulah kami melangkah,” tuturnya.

Warkop DKI

Warkop DKI

Profesionalitas yang mereka genggam itu juga termasuk mengemas materi lawakan. Indro mengaku, tak setiap saat mereka bisa mendapatkan materi lawakan.

Itulah sebabnya, mereka tak segan membeli materi. Salah satunya adalah meminta dibuatkan gambar secara khusus oleh kartunis Johny Hidayat.

“Ia buat tiga gambar, kami membayarnya, dan mengembangkan lawakan dari tiga gambar yang ia buat itu,” ujar Indro.

Pria yang kini sudah menginjak usia 59 tahun tersebut menilai bahwa konsep lawakan mereka sesungguhnya tak jauh berbeda dengan stand up comedy yang tengah naik daun saat ini. Seluruh celetukan dan lawakan yang mereka suguhkan benar-benar terkonsep.

 “Karena melawak itu juga butuh kecerdasan. Butuh latihan dan kecerdasan,” ucap Indro menegaskan.

Indro menilai, eksisnya Warkop DKI hingga saat ini adalah buah kerja keras dan dukungan penggemar. “Saya tahu, sebenarnya agak sulit untuk bisa bertahan dalam kondisi saat ini. Tapi saya diuntungkan oleh penggemar yang demikian besar,” ujarnya.

Menurutnya, eksis hingga saat ini bukanlah hal yang ia rencanakan. Namun ia memilih berkomitmen pada Warkop.

“Jika komitmen saya bukan Warkop, maka sudah lama saya meninggalkan Warkop dan membentuk kelompok baru sendiri. Tapi komitmen saya adalah Warkop,” katanya.

Indro yang merupakan penggemar James Bond berharap Warkop DKI bisa bernasib sama seperti film tentang agen rahasia Inggris tersebut. Film James Bond terus berganti pemain, namun tetap eksis dan memiliki penggemar setia.

Ia ingin Warkop DKI seperti itu. Ia masih percaya, kesempatan itu ada. Sebab, menurutnya, bangsa ini adalah bangsa komedi, dan tercermin utuh dalam kehidupan sehari-hari.

“Setiap wilayah pasti punya kelompok komedi. Hampir semua suku bangsa punya komedi. Lihat saja lenong, ludruk, ketoprak, Dulmuluk, hingga di Aceh ada PM Toh. Semua ada, dan mereka tak pernah berbenturan. Mereka saling menghargai, dan itulah Indonesia,” ujar dia. 

Indro berhasrat mempertahankan komedi Indonesia yang penuh warna itu. Komedi, bagi Indro, adalah suatu hal yang sangat unik dan spesial. Tak semua sutradara mampu mengemas dan menyajikan komedi dengan apik dan berkelas.

 “Jika Anda tak menguasai kultur dan adat budaya suatu daerah, Anda tak akan mampu membuat komedi yang bagus,” ucapnya. (ms)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya