Pengamat: Survei Benar, Tapi Jangan Jadi Alat Delegitimasi

Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan Ma'ruf Amin mengikuti debat pertama Pilpres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis, 17 Januari 2019. Suara Paslon 01 menurut hasil survei Kompas berada di bawah 50 persen.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Pasangan Jokowi - Ma'ruf Amin maupun Prabowo - Sandiaga Uno diminta tak berpatokan pada hasil survei yang belakangan ini dirilis sejumlah lembaga. Pasalnya, hasil survei hanya persepsi sementara yang digambarkan lewat temuan di lapangan, dan bukan hasil akhir keterpilihan kandidat.

Paguyuban Marga Tionghoa Dorong Gunakan Hak Pilih 14 Februari untuk Lahirkan Pemimpin Berkualitas

"Survei benar, tapi jangan sampai dijadikan alat untuk mendeligitmasi bahwa nanti kok yang menang misalkan 01, lah kan yang naik 02," kata pengamat politik, Ujang Komarudin, Kamis 21 Maret 2019.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini mengatakan, ketidaksesuaian hasil survei dengan penghitungan suara bisa dilihat dalam sejumlah kontestasi pemilu. Ia memberi contoh, Pilkada DKI Jakarta yang dalam survei sebelumnya selalu unggul pasangan Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saiful Hidayat. 

Prabowo Kaget Ada Pemuda Ngaku Siap Mati untuknya di Pilpres 2019: Saya Suruh Pulang!

"Semua pengamat mengatakan bahwa Pak Ahok dipasangkan dengan sendal jepit menang. Tapi kan ada kejadian-kejadian di luar dugaan yang bisa menjadi pemicu," kata dia.

Sebelumnya, survei Litbang Kompas cukup mengejutkan karena elektabilitas petahana di bawah 50 persen. Masing-masing kubu saling argumen dan klaim temuan survei itu tetap menguntungkan jagoan mereka. Adapun elektabilitas Jokowi - Ma'ruf 49, 2 persen dan rivalnya Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, 37,4 persen. 

Prabowo Cerita Tak sampai Satu Jam Putuskan Terima Ajakan Jokowi Gabung Kabinet

Mengenai survei itu, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Ace Hasan Syadzily mengatakan, kalau dilihat lebih cermat hampir semua lembaga survei memprediksi keunggulan palson 01, yang membedakan satu dengan yang lain adalah selisihnya.

Ia masih yakin dengan selisih 13 persen berdasarkan survei Kompas masih sulit terkejar karena masa kampanye tinggal satu bulan lagi. 

"Untuk menaikkan 1 persen saja, jika mengacu pada trend survei Kompas, memerlukan waktu 1 bulan. Kalau mereka mengejar tentu kami jauh akan lebih cepat untuk menaikkan elektabilitas. Apalagi jumlah pemilih di Indonesia jumlah sangat banyak dengan jangkauan wilayah yang sangat luas," kata Ace.

Sedangkan, kata Juru Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Saleh P Daulay, makin optimis survei tersebut membawa angin segar bagi mereka. Persaingan semakin sengit, lantaran yang masih merahasiakan pilihannya cukup tinggi yakni 13,4 persen. Kata Saleh, lazimnya, petahana bisa dibilang aman dan menang ketika hasil survei berada di atas 60 persen.

"Sementara yang merahasiakan pilihannya makin sedikit. Itu artinya, mereka yang merahasiakan pilihan cenderung akan menjatuhkan pilihan pada Prabowo-Sandi," kata Saleh. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya