Antisipasi TPS Rawan, TNI-Polri Kerahkan Kendaraan Perang

TNI-Polri kerahkan kendaraan perang untuk kawal TPS.
Sumber :
  • VIVA/ Zahrul Darmawan.

VIVA - Sebanyak 2.893 aparat gabungan TNI-Polri berikut sejumlah unit kendaraan taktis perang, dikerahkan di Kota Depok, Jawa Barat. Dari ribuan personel itu, 1.376 di antaranya bakal ditempatkan langsung di seluruh TPS (Tempat Pemungutan Suara) di kota tersebut.

Pemilu 2024 Lebih Teduh Dibanding 2019

Kapolresta Depok, Komisaris Besar Didik Sugiyarto, mengatakan selain pengamanan di TPS, sejumlah personel juga akan ditempatkan di beberapa titik keramaian maupun sentra-sentra perekonomian.

"Untuk Operasi Mantap Brata ini kita melibatkan kekuatan 2.893 personel. Kemudian polanya adalah sebagian personel ini diploting di TPS-TPS dengan kekuatan ada 1.376 personel. Kemudian yang lainnya kita ploting di beberapa tempat yang ada sentra ekonomi dan sejumlah objek vital," katanya pada wartawan, Senin, 15 April 2019.

AROPI: Dibanding Musim Pemilu 2019, Tingkat Kepercayaan Terhadap Lembaga Survei Naik 7,6%

Didik mengungkapkan, pengerahan ribuan personel ini untuk menjamin keamanan pada saat hari pencoblosan nanti, Rabu, 17 April 2019. Selain itu, sejumlah personel juga akan dikerahkan untuk membantu Komisi Pemilihan Umum terkait dengan ajakan menggunakan hak suara.

"Saat ini Polresta Depok sedang membantu KPU untuk turut melakukan sosialisasi kepada masyarakat, terutama kepada masyarakat yang memiliki hak pilih untuk dapat hadir di TPS-TPS dan TNI-Polri. Serta aparat keamanan lainnya siap mengawal dan mengamankan penyelenggaraan pemilu dan juga memberikan jaminan aman sampai dengan TPS-TPS."

Paguyuban Marga Tionghoa Dorong Gunakan Hak Pilih 14 Februari untuk Lahirkan Pemimpin Berkualitas

Dalam segi penanganan, Didik mengatakan, pihaknya lebih mengutamakan tindakan pro active prevention dengan koordinasi kerja sama pada seluruh potensi masyarakat, potensi keamanan.

"Apabila ada pihak-pihak yang melakukan gangguan, menghambat, apalagi melakukan intimidasi kepada masyarakat yang menggunakan hak pilihnya, tentunya aparat kepolisian akan melakukan tindakan tegas seusai dengan hukum yang berlaku," ujarnya.

Ketika disinggung soal peta kerawanan yang berpotensi terjadi di Kota Depok, Didik mengklaim sampai dengan saat ini situasi masih berjalan kondusif.

"Insya Allah Depok aman semua. Kami melihat selama tahapan pemilu ini semua peserta pemilu mempunyai komitmen untuk membuat dan memelihara kerukunan umat beragama dan bermasyarakat. TNI-Polri komitmen dan berupaya semaksimal mungkin beserta komponen keamanan yang lain untuk menciptakan pemilu aman, damai dan sejuk."

Ribuan TPS Rawan

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Depok mencatat, dari 5.775 TPS, ada sebanyak 2.780 TPS di kota itu rawan terjadinya pelanggaran. Adapun potensi konflik yang harus diwaspadai di antaranya kehilangan hak suara, ujaran kebencian atau isu SARA, hingga politik uang, atau yang biasa disebut serangan fajar.

Humas Bawaslu Kota Depok, Dede Selamet mengungkapkan, dari 2.780 TPS rawan tersebut, terbagi dalam beberapa kategori tingkat kerawanan yang diukur berdasarkan empat variabel. Di antaranya, penggunaan hak suara atau hilangnya hak pilih, kampanye atau ajakan memilih kandidat saat hari pelaksanaan, netralitas petugas TPS dan politik uang.

Untuk ancaman kehilangan hak suara, jelas Dede, pihaknya menemukan ada sebanyak 1.249 TPS. Ini terjadi akibat beberapa faktor, salah satunya jumlah pemilih tambahan atau  DPTB.

"Ini yang harus diwaspadai adalah kekurangan surat suara. Misalnya, ada satu TPS pemilih tetapnya 259 orang, nah menurut aturan, harus disiapkan surat suara tambahan dua persen. Artinya hanya sekitar lima lembar. Apakah ini cukup," katanya.

Kondisi ini, lanjut Dede, semakin dikhawatirkan sebab ada sekitar 657 pemilih khusus yang mengandalkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). "Pemilih khusus ini bisa saja, sebab dalam aturan yang berlaku saat ini bisa mencoblos hanya dengan memberikan surat keterangan atau KTP," ujarnya.

Kemudian, ada 50 TPS yang berpotensi terjadi politik uang. Hal ini merujuk pada sejumlah temuan yang didapati Bawaslu dalam pemilu beberapa tahun lalu. Kemudian berdasarkan rekam jejak pemilu lalu, Bawaslu juga mewaspadai 9 TPS yang berpotensi terjadinya penghasutan menggunakan isu SARA.

"Dari hasil rekam jejak pemilu lalu, kami juga mewaspadai 34 TPS yang pernah terjadi kecurangan, yakni keterlibatan petugas TPS terhadap calon tertentu, ya tidak netral. Nah, untuk kasus ini sudah kami antisipasi dengan memecat para pelakunya. Jumlahnya cukup banyak," katanya.

Selain itu, Bawaslu juga menyebut ada sebanyak 32 TPS yang rawan kekurangan logistik akibat rusak. "Kita sebenarnya sudah sounding, selalu tanyakan bagaimana pemenuhan logistik. Sejak DPT (Daftar Pemilih Tetap), DPS (Daftar Pemilih Sementara) sudah kami bahas sebagai bentuk pencegahan kita dengan kekurangan surat suara, tapi sampai sekarang belum juga dikirim oleh KPU pusat."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya