Pilkada Depok: Idris Banggakan Penghargaan KPK, Afifah Sindir Pungli
- VIVA/Zahrul Darmawan
VIVA – Pasangan calon wali-wakil wali Kota Depok telah melakukan debat perdana pada Minggu, 22 November 2020. Kegiatan itu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan disiarkan langsung di salah satu stasiun televisi swasta.
Setelah sempat menyampaikan paparan visi dan misi, masing-masing pasangan calon (paslon) kemudian mendapat tantangan untuk menjawab pertanyaan dari panelis.
Pertanyaan awal untuk paslon nomor urut dua, Mohammad Idris-Imam Budi Hartono. Mereka disinggung tentang permasalahan korupsi dan komitmen atau tindakan serta langkah nyata terkait persoalan tersebut.
Menurut Idris, pihaknya sudah melakukan program zona integritas dan wilayah bebas korupsi atau WBK di Pemerintah Kota Depok. Namun ia mengaku perlu ada peningkatan revitalisasi dalam sisi pelaksanaannya.
“Kemudian pengawasan internal sudah kami lakukan, misalnya setiap ada kegiatan yang ada unsur lelang, kami selalu minta pendampingan pada kejaksaan dan pihak-pihak berwajib agar tidak ada penyimpangan,” katanya dikutip pada Senin 23 November 2020.
Selain itu, Idris menyebut, sejak menjadi wali kota pihaknya telah menindaklanjuti program saber pungli dan ia mengklaim itu telah berjalan efektif, dimana ketuanya adalah wakapolres dan wakilnya inspektorat di Pemkot Depok.
“Kami juga melakukan pembinaan mental terhadap ASN (Aparatur Sipil Negara) agar tumbuh kesadaran dari masing-masing, sehingga bisa menjauhi penyimpangan.”
Terkait hal itu, Idris mengatakan, Pemerintah Kota Depok telah berhasil meraih prestasi-prestasi yang cukup membanggakan. Ia juga sudah mengeluarkan peraturan wali kota atau Perwal untuk mengatasi persoalan itu.
“Kami telah meraih peringkat satu se-Jawa Barat dalam hal koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi, pada tahun 2018 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang nilainya adalah 84 persen, dan ini adalah sebuah kebanggan untuk kami,” jelasnya
Menanggapi hal itu, calon Wakil Wali Kota Depok dari nomor urut satu, Afifah Alia menyebut, pada kenyataannya pungutan liar atau pungli masih saja terjadi di Kota Depok.
“Bicara mengenai pungli yang disampaikan Pak Idris, yang kami rasakan sebagai warga Depok, pertama Depok belum pernah mencatumkan berapa lama waktu pelayanan perizinan, sehingga pungli-pungli tetap ada di Kota Depok,” katanya.
Misalnya, jelas Afifah, soal mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau peizinan lainnya. Menurut dia, tidak adamnya transparansi soal batas waktu pelayanan pembuatan dan biaya pembuatan membuat celah pungli rentan terjadi di Kota Depok.
“Seharusnya, sesuai undang-undang di setiap instansi dicantumkan berapa lama pelayanan dan biaya pelayanan. Ini belum dilakukan, sehingga ada oknum yang bermain saat mengurus izin-izin di Kota Depok.”
Menjawab kritikan tersebut, Idris mengklaim pihaknya telah bekerja secara profesional. Itu ia buktikan dengan diraihnya pengakuan ketika uji coba sistem manajemen mutu atau SMM pada 2018-2019.
“Ini menandakan kinerja perizinan sudah profesional, demikian juga ISO yang diraih Disduk pada tahun 2019.”
Jadi, tegas Idris, dari sisi sitem sudah dilakukan.
“Teknis barangkali mungkin sering terjadi dari sisi kelengkapan berkas kalau SOP-nya kan 14 hari, kalau berkasnya lengkap ya selesai. Mungkin Bu Afifah berkas-berkasnya enggak lengkap,” timpal kandidat yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. (ren)
Baca: Tito Karnavian Sebut Ratusan ASN Langgar Netralitas selama Pilkada