Lunturnya Integritas di Tengah Segudang Remunerasi

Keterangan pers penangkapan anggota DPR Fraksi Partai Demokrat, Amin Santono.
Sumber :
  • Eduward Ambarita

VIVA – Awal pekan ini publik Tanah Air kembali disibukkan dengan pemberitaan suap yang dilakukan sejumlah pejabat publik. Bahkan, tak tanggung-tanggung komisi antirasuah KPK menggelandang sembilan orang dalam operasi tangkap tangan.

PB IDI Luncurkan Pedoman Remunerasi Dokter Indonesia 2023

Kesembilan orang yang digelandang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut kuat dugaan terkait dengan skandal penggiringan anggaran dana transfer daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2018.

Adapun tersangka yang sudah ditetapkan oleh KPK adalah anggota DPR Komisi XI asal Fraksi Partai Demokrat Amin Santono, kemudian pengusaha Eka Kamaluddin (EK) dan Kepala Seksi Pengembangan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Yaya Purnomo (YP).

Kemenag Kaji Ulang Skema Pemberangkatan dan Remunerasi Petugas Haji 2024

KPK menunjukan barang bukti suap OTT Anggota DPR Amin Santono

Dalam keterangan yang disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Saut Sitomorang, setelah melakukan pemeriksaan 1 X 24 jam dilanjutkan gelar perkara disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh anggota DPR RI secara bersama-sama.

Perlu Ada Keterlibatan Penegak Hukum dalam Evaluasi Internal Kemenkeu

Untuk itu, Amin Santono ditetapkan sebagai tersangka setelah digelar operasi tangkap tangan (OTT) saat menerima suap senilai Rp400 juta. Bahkan, dalam pengembangannya Amin sedianya menerima uang Rp500 juta dari 7 persen janji komitmen apabila meloloskan dua proyek di Pemkab Sumedang, Jawa Barat.

"Kedua proyek tersebut adalah di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan di Kabupaten Sumedang senilai Rp4 miliar. Selanjutnya proyek di Dinas PUPR Kabupaten Sumedang senilai Rp21,8 miliar," ujar Saut di KPK.

Ia mengungkapkan, pada kasus tersebut awal mula suap berasal dari pembahasan antara pemerintah, DPR dan pihak swasta terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2018.

Kemudian, penyelidikan telah dipantau pihak KPK sejak Desember 2017, lantaran adanya dugaan penyelewengan usulan Dana Perimbangan Keuangan Daerah di Kementerian Keuangan.

Selain tiga orang diamankan oleh KPK, penyidik juga turut membawa AG selaku kontraktor, DC, EP selaku pihak swasta dan N,C, M berperan sebagai sopir. Adapun sumber dana berasal dari kontraktor di lingkup Pemkab Sumedang.

Alarm Keras Buat Kemenkeu

Kasus suap yang ikut menerpa Kementerian Keuangan kali ini, kembali mengingatkan publik atas kasus yang belum lama ini juga menyangkut pejabat di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Kasus tersebut menyangkut suap Rp6 miliar Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Handang Soekarno, untuk memuluskan sidang uji materi UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.

Atas sejumlah kasus tersebut, tentunya publik sangat kecewa dengan sejumlah kebijakan remunerasi yang diterapkan oleh Kementerian Keuangan. Sebab, kebijakan yang diciptakan untuk mencegah korupsi justru tak berjalan efektif.

Berdasarkan Peraturan Kemenkeu No.289/KMK.01/02007 para pegawai negeri sipil di Kemenkeu, memperoleh tunjangan khusus pembinaan keuangan negara (TKPKN). Tunjangan tersebut terbagi bermacam-macam berdasarkan golongan.

Adapun untuk pejabat Kementerian Keuangan eselon I atau golongan IV/e akan mendapatkan Rp46,95 juta per bulan. Sementara itu, terendah diberikan kepada golongan I/a sebesar Rp1,3 juta per bulan. Untuk golongan III/a dari lulusan S1 akan diberikan TKPKN sekitar Rp3 juta hingga Rp10 juta per bulan.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tertangkapnya Yaya Purnomo karena kasus suap telah memberikan alarm yang keras untuk dirinya dan juga seluruh institusi Kemenkeu, di mana nyatanya masih ada praktik makelar anggaran.

Menurut dia, upaya reformasi birokrasi dan pembersihan praktik korupsi yang terus dilakukan sejak 10 tahun lalu tak cukup dilakukan. Sehingga, sangat disesalkan masih adanya praktik 'garong' yang dilakukan anak buahnya.

Selain itu, ia menyesalkan integritas yang dimiliki oleh pegawai yang masih melakukan praktik koruptif. Sebab, gaji besar yang telah diterima tak mampu menahan tindakan suap tersebut.

"Masalah integritas tidak ada hubungannya dengan gaji. Ada orang yang kaya sekali, juga tidak punya integritas," kata Sri saat menyampaikan keterangan pers di kantornya Jalan Dr Wahidin Raya, Jakarta, Senin 7 Mei 2018.

Untuk itu, atas kasus tertangkapnya Yaya, Sri Mulyani ke depan akan membenahi sejumlah hal dari sisi internal dan juga pengamanan lingkungan Kemenkeu yang harus bersih dari tamu yang tidak berkepentingan.   

"Saya minta Sekretaris Jenderal menertibkan seluruh pintu masuk gedung, dan akan dilakukan penertiban terhadap siapa datang, jam berapa untuk bertemu siapa dengan buku tamu yang jelas," kata Ani, panggilan akrab Sri Mulyani.

Reformasi Pembahasan APBN di DPR

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, mengatakan pada kasus tertangkapnya anggota DPR dan pegawai Kemenkeu karena suap kali ini, faktor integritas jadi perhatian utama.

Sebab, berapapun gaji yang diterima namun tidak bisa mengendalikan diri, tetap saja akan terus melakukan tindakan koruptif. Terlebih banyak peluang yang diberikan khususnya pada kasus suap anggaran APBN-P 2018 tersebut.

Enny mengungkapkan, pada kasus suap kali ini terlihat sistem pembahasan antara DPR dan pemerintah masih menjadi peluang masuknya tindak pidana korupsi, terlebih pada pembahasan ini sifatnya politik anggaran.

"Jadi ini kan yang membuka peluang itu sebenarnya sistem pembahasan antara pemerintah dan DPR. Selama ini sifatnya politik anggaran, DPR ikut ngeteng juga, bahkan sampai ke proyek," tegasnya kepada VIVA.

Untuk itu, Enny menilai fokus pembahasan APBN antara pemerintah dan DPR harus kembali diperjelas. Di mana fungsi pengawasan DPR fokus pada bagaimana upaya pemerintah mencapai semua target dalam asumsi makro dan indikator tambahan.

Sementara itu, fokus pemerintah adalah detail operasional dari upaya pelaksanaan target makro yang telah ditetapkan tersebut, sehingga konflik kepentingan antara dua lembaga tidak terjadi.

"Selama ini DPR terlalu masuk ke proyek, sehingga pengawasan kurang. Itu lihat saja asumsi makro APBN setiap tahun tak pernah ditepati, dan DPR diam saja seperti itu," ujarnya.

Raker Menkeu Dengan Badan Anggaran

Sedangkan anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menilai tertangkapnya anggota DPR dan pegawai Kemenkeu oleh KPK atas kasus suap APBN-P 2018, tak bisa langsung begitu saja menyalahkan institusinya.

Sebab, lanjut Misbakhun, meski pegawai Kemenkeu dan DPR memiliki gaji besar hal tersebut terjadi hanya pada sejumlah oknum. Sementara, sejumlah besar pegawai Kemenkeu dan DPR lainnya mempunyai perilaku baik serta berintegritas.

"Terkait dengan OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK tersebut dalam pandangan saya itu adalah ulah oknum yang memang menjadi tugas KPK untuk menangkap," jelasnya.

Selain itu, Misbhakun juga menilai, apa yang sudah dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam beberapa tahun terakhir sudah cukup memadai dalam mencegah persoalan serupa tidak terjadi.

"Jadi saya rasa mereka (pegawai Kemenkeu) menyadari sepenuhnya bahwa remunerasi dan tunjangan kinerja sangat baik dan akan dibuktikan dengan profesionalisme dalam bekerja selama ini," ujarnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya