Lebih Dekat Mengenal Budaya Jepang di Kyoto

Gerbang kuil Yasaka
Sumber :
  • VIVA/Finalia Kodrati

VIVA – Begitu menapaki kaki di Kyoto, Jepang, mata dimanjakan dengan bangunan-bangunan tradisional serta kuil kuno yang megah  tercatat sebagai warisan budaya yang diakui dunia. Kyoto memang terkenal sebagai kota yang kaya dengan budaya, seni dan peninggalan sejarahnya. Kyoto juga pernah menjadi ibu kota Jepang sebelum Tokyo. Tak hanya itu, kota ini juga dikenal sebagai tempat pertama kali lahirnya film Jepang. Kota ini memang menyimpan catatan sejarah. 

Mengunjungi Kyoto rasanya tidak lengkap jika tak mengunjungi kuil-kuil yang berdiri kokoh di kota tersebut. Kuil Nishi Hongwanji adalah salah satu pilihan kuil yang wajib dikunjungi ketika berkunjung ke Kyoto. Kuil ini sangat terkenal dan lokasinya berada di Pusat Kota Kyoto.

Kuil Nishi Hongwanji di Kyoto

Aslinya kuil Budha ini dibangun di makam Shinran Shonin, pendiri ajaran Jodo Shinshu. Dalam sejarahnya, Hongwanji pindah ke berbagai lokasi, termasuk Yamashima (Kyoto) dan Osaka sampai tahun 1991. Berdirinya kuil Hongwanji di lokasi saat ini atas sumbangan dari Toyotomi Hidesyohi. Kuil ini juga terdaftar dalam warisan budaya dunia. Kuil ini terbagi dua, Nishi Hongwanji dan Higashi Hongwanji. 

Selain menikmati bangunan kuilnya, di sini pelancong juga dapat menikmati keindahan di Taman Shoseien. Taman in adalah salah satu taman bergaya Jepang yang paling indah di di Kyoto. Taman ini menampilkan perpaduan indah pepohonan maple, bunga, sungai dan kolam. 

Untuk masuk ke kuil tak dipungut biaya. Hanya saja, untuk menikmati keindahan Taman Shoseien, pengunjung diwajibkan membayar sebesar 500 yen atau setara dengan Rp67 ribu.

Tahun ini, kuil Hongwanji terpilih menjadi tempat digelarnya karpet merah dan pembukaan Kyoto International Film and Art Festival 2018. Upacara pembukaan ajang tahunan ini digelar di The South Noh Stage Nishi Hongwanji. Hampir semua tamu yang datang mengagumi bangunan warisan budaya dunia ini.

Pemain dan Sutradara Film Bayang di Kyoto, Jepang

Jika Anda sedang berada di daerah otentik Gion, Kyoto, jangan lewatkan untuk mengunjungi kuil Yasaka. Kuil Yasaka merupakan kuil Shinto tertua di Kyoto. Kuil ini disebut-sebut sebagai penjaga dari kawasan Gion.  

Kuil ini terkenal dengan festival Gion Matsuri. Festival ini digelar setiap Juli selama satu bulan penuh. Festival Gion Matsuri ini sangat terkenal dan digemari. Festival ini diadakan sejak tahun 869.

Acara ini sangat menarik perhatian turis dan juga warga Kyoto. Mereka bersama-sama turun ke jalan untuk menyaksikan festival tersebut yang digelar di sekitar Shijo, Kawaramachi, dan Jalan Oike.  Hal ini yang sangat disayangkan turis Australia, Kelly. Ia datang ke Kyoto bersama kekasihnya. 

"Sayangnya kita datang di bulan ini jadi melewatkan momen itu," katanya. 

Kembali ke kuil Yasaka. Berdasarkan informasi, waktu paling tepat menikmati kuil ini adalah di malam hari. Karena di waktu itu dianggap saat yang tepat melihat ratusan lentera yang menghiasi kuil tersebut. 

Lentera di kuil Yasaka

Saat VIVA berkunjung, beberapa wisawatan tampak menikmati keindahan bangunan kuil tersebut. Mereka juga tak lupa mengabadikan momen di kuil tersebut dengan berfoto baik sendiri maupun bersama teman-teman dan keluarga. Beberapa pengunjung juga memilih menyempatkan diri untuk berdoa di kuil tersebut.  

Menuju kuil ini, terdapat beberapa jajanan yang sangat sayang untuk dilewatkan. Jajanan di sekitar kuil itu di antaranya adalah crab stik, kebab, aneka minuman dan juga souvenir. Crab stik tampak yang paling diincar turis. Harganya 500 yen atau sekitar Rp67 ribu. Tak salah para pelancong mengantre membeli jajanan tersebut. Rasanya sangat lezat dan dagingnya tebal. 

Dari kuil Yasaka, berpindah menuju ke kuil kuno terkenal lainnya, kuil Kiyomizudera. Jarak antara kuil Yasaka dan Kiyomizudera memang tidak jauh, sekitar 20 menit. Kuil ini adalah salah satu bangunan yang wajib dikunjungi saat ke Kyoto. Bangunannya megah, dengan pemandangan pepohonan di sekitar kuil yang semakin membuat indah kuil tersebut. 

Kiyomizudera Temple di Kyoto, Jepang.

Untuk menuju ke kuil ini melewati jalan yang menanjak karena letaknya di atas gunung Otowa, yang berada di timur kota Kyoto. 

"Mari siap-siap menanjak," kata Imam dan Adit dari Yoshimoto Kreatif Indonesia, yang mendampingi awak media dari Indonesia. 

Namun, tak perlu khawatir, perjalanan dijamin tidak akan membosankan. Karena sepanjang jalan menuju kuil di kanan dan kirinya berderet toko souvenir, makanan khas Kyoto, salah satunya adalah kue Yatsuhashi dan juga barang-barang seni kelas tinggi dengan harga selangit. 

Di sekitar sini, kita juga akan dimanjakan dengan para turis yang mengenakan kimono. Mereka tampil menggunakan baju tradisional Jepang dengan menyewa sekitar 1.000 hingga 2.500 yen atau setara antara Rp133 ribu hingga Rp333 ribu.

Setelah hampir 30 menit berjalan, tiba di depan pintu gerbang kuil Kiyomizudera. Untuk masuk ke dalam kuil, kita lebih dahulu melewati tangga menuju gerbang bangunan tersebut. Setelah masuk gerbang, disambut dengan pagoda Sanjunoto. 

Untuk masuk ke bagian pusat bangunan utamanya, terlebih dahulu melewati bagian penjualan tiket. Untuk masuk harus membayar 400 yen atau setara dengan Rp53 ribu. Sebelum masuk bangunan utama, beberapa turis lebih dahulu membasuh tangan dan wajah. Namun, sayangnya bangunan sedang direnovasi. Meski demikian, terdapat beberapa patung di dalam bangunan ini. Yang terkenal adalah patung dengan ekspresi humoris yang disebut dengan Shussedaikokutenzo. Ia dikenal sebagai Dewa kemakmuran dan peruntungan. 

Ada juga patung Fureai Kannon. Dari situ, pengunjung bisa menuju ke Kiyomizu no Butai. Ini dianggap sebagai simbol Kiyomizudera. Dari sini bisa dilihat pemandangan alam yang indah dan kota Kyoto. Dan bangunan ini dibangun tanpa menggunakan paku.

Meski demikian, banyak juga turis yang memilih tidak masuk ke dalam. Mereka mengaku sudah senang menikmati pemandangan di sekitar kuil tersebut.

"Dari sini saja sudah bagus dan bangunannya juga lagi direnovasi. jadi enggak perlu masuk," ujar Mia yang datang bersama keluarganya. 

Di sekitar situ, dapat juga mengunjungi air terjun Otowa yang terdiri dari tiga buah pancuran air. Air ini berasal dari mata air gunung Otowa. 

Bertemu Geisha dan Maiko

Geisha, tentu kata ini tak asing lagi. Saat mendengar soal Jepang, pasti Gesiha salah satu hal yang terpikirkan. Hanya saja, tak mudah menemukan Gesiha walau sudah berada di Jepang. Salah satu tempat kita dapat bertemu Geisha adalah di Kyoto. Di kota ini masih ada Geisha dan juga Maiko (calon Geisha) sampai sekarang. Geisha merupakan salah satu ikon budaya Jepang.

Beruntung, saat meliput Kyoto International Film and Art Festival 2018, VIVA berkesempatan bertemu langsung dengan Geisha dan Maiko. Mereka hadir di acara pembukaan acara tahunan tersebut yang digelar di Hotel Okura Kyoto, Jepang. Mereka berkeliling dan menyapa para tamu. Saat para tamu meminta berpose bersama, mereka tidak keberatan.  

Geisha adalah seorang wanita yang sangat terlatih dalam seni musik, menari dan menghibur. Geisha juga sering disebut Geiko menghibur melalui pertunjukkan seni tradisi seni kuno, tarian dan nyanyian. Secara khusus dicirikan dengan menggunakan pakaian dan riasan tradisional.

Sebelum menjadi Geiko, mereka harus belajar khusus setidaknya lima tahun. Sedangkan mereka yang sedang dalam masa belajar dan magang disebut dengan Maiko. 

Dari segi pakaian dan make-up antara Geiko dan Maiko berbeda. Dandanan Geiko lebih sederhana dibandingkan Maiko. Persiapan untuk seorang Geiko dan Maiko dibutuhkan waktu berjam-jam. Hal itu diungkapkan salah satu Maiko yang ditemui VIVA. Ia mengaku untuk mendandani wajahnya dan tubuhnya dengan bedak putih membutuhkan waktu satu jam lebih. Sementara, untuk rambut juga dibutuhkan waktu satu jam. 

"Kita semua dandan sendiri untuk penampilan ini," ujarnya yang dengan sabar menjawab pertanyaan dari para tamu. Ia pun mengungkapkan bahwa tatanan rambut antara Maiko tingkat awal dan lanjut juga berbeda.

"Kalau Maiko yang tahun pertama ada untaian bunga di kepala di bagian depan kepala sebelah kirinya. Di tahun kedua enggak ada untaiannya," katanya sambil memperlihatkan ke arah juniornya yang masih menggunakan hiasan untaian bunga di kepalanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa untuk kimono yang dipakai Geiko dan Maiko juga berbeda. 

Destinasi Healing di Jepang, Menginap Nikmati Perkebunan Teh Ramah Lingkungan

"Bagian lengan lebih panjang dan lebar hingga menyentuh tanah," ujarnya sambil memperlihatkan bagian tanahnya. Untuk sandalnya, Maiko juga memakai alas kaki yang lebih tinggi. Sementara Geiko kerahnya berwarna putih dan kimono yang lebih sederhana. 

Maiko di Kyoto

Keindahan Kuil Dewa Perjodohan di Kyoto, Jepang

Ketika mereka mendampingi para tamu di sebuah acara jamuan makan, para Geiko atau Maiko tak diizinkan untuk makan bersama. Namun, saat tamu menuangkan minuman, mereka masih bersedia untuk meminumnya. 

Makanan serba teh hijau

Tersangka Pembakaran Tuding Kyoto Animation Jiplak Karyanya

Salah satu kota di Kyoto, Kota Uji dikenal sebagai penghasil teh hijau. Kota ini juga menjadi salah satu warisan dunia. Maka tak heran, saat mengunjungi ke Kyoto hampir semua pedagang menjual makanan dengan rasa teh hijau atau matcha. 

Itu juga yang ditemui VIVA saat bearda di kota bersejarah tersebut. Hampir semua pedagang menjual makanan yang berbahan teh hijau atau matcha. Harganya pun beragam. 

Salah satunya adalah restoran yang menjual makanan issenyoushoku. Restoran tersebut juga menjual es krim matcha dengan harga 300 yen atau setara dengan Rp40 ribu. 

Begitu juga saat menikmati menghabiskan waktu di Teramachi Street. Banyak pedagang yang menawarkan camilan yang terbuat dari matcha, salah satunya adalah Taiyaki yang terbuat dari adonan tepung terigu dan isinya terdiri dari berbagai macam rasa. Namun, yang paling laris adalah rasa matcha. 

Pemandangan serupa juga ditemui saat kita menuju kuil Kiyomizudera. Ada sebuah restoran yang serba Hello Kitty. Di sana juga menjual makanan dan minuman serba dari matcha atau teh hijau. kemasan yang menarik yang dipajang di sekitar toko, membuat turis yang lewat tergoda untuk mencoba. 

Menu makanan serba matcha

Harganya cukup beragam mulai dari 350 yen hingga mencapai 3.000 yen atau setara dengan Rp47 ribu hingga Rp400 ribu. 

"Rasanya enak dan segar," ujar salah satu turis dari Inggris sambil menyedot minumannya yang berwarna hijau.

Tak hanya itu, makanan khas Jepang lainnya seprrti udon dan ramen juga mudah ditemui Kyoto. Banyak restoran udon buka khusus di malam hari. Namun, tak perlu khawatir di siang hari banyak juga restoran udon yang bisa ditemui. 

Kuatnya budaya dan juga kisah sejarah dan makanannya membuat banyak turis jatuh hati dengan Kyoto. “Saya menikmati selama di sini. Suasananya sangat berbeda. Saya menyukai Kyoto, budaya dan juga makanannya,” ujar Kelly. (hd) 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya