Menakar 'Nasionalisme' Mobil Esemka

Logo Esemka
Sumber :
  • viva.co.id/Dian Tami

VIVA – Mimpi memiliki industri manufaktur otomotif di Indonesia sudah ada sejak era 1970-an. Salah satu agen pemegang merek mobil di Indonesia berusaha mewujudkannya dengan cara merancang dan membuat kendaraan dalam bentuk pikap.

Top Otomotif: Mobil Nasional Pesaing Toyota Innova, Cewek Naik Yamaha R15 Dicari Warganet

Seiring perkembangannya, model pikap diubah menjadi kendaraan untuk mengangkut penumpang. Pelan namun pasti, tingkat kandungan dalam negeri produk tersebut ditingkatkan.

Tidak hanya untuk memenuhi pasar dalam negeri, kendaraan yang diproduksi para agen pemegang merek di Tanah Air juga dikapalkan ke beberapa negara. Otomatis, pemasukan devisa negara menjadi lebih baik.

Mobil Nasional Pesaing Toyota Innova Disuntik Mati

“Saat ini, Indonesia ekspornya sekitar 250 ribu atau 25 persen dari produksi nasional. Dan untuk motor itu, sekarang kami targetnya 10 persen atau 600 ribu. Industri otomotif dan motor ini sudah 90 persen local content,” ujar Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selasa 6 November 2018.

Sejumlah mobil pickup terparkir di halaman pabrik mobil Esemka di Sambi, BoyolalSetelah industri tumbuh, muncul keinginan untuk menghadirkan kendaraan nasional. Salah satu upaya yang dilakukan terjadi pada 1997, yakni menghadirkan sedan murah meriah.

MINE SPA1, Calon Mobil Listrik Asal Thailand

Kala itu, harga sedan yang statusnya masih diimpor dari Korea Selatan tersebut sekitar Rp35 jutaan. Sementara itu, harga sedan merek lain rata-rata sudah lebih dari Rp50 jutaan. Penjualannya langsung menduduki peringkat pertama, yakni 19 ribuan unit selama satu tahun.

Sayangnya, sebelum mobil itu resmi menjadi kendaraan kebanggaan bangsa, statusnya yang bukan rakitan dalam negeri membuat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) meradang.

Presiden Komisaris PT Indomobil Group, Soebronto Laras, mengungkapkan, zaman dulu tidak ada istilah impor dalam kondisi utuh atau completely built up. Pemerintah mewajibkan para agen pemegang merek untuk merakit produknya di dalam negeri.

Ilustrasi mobil sedan.

“Boleh menjual mobil, tapi harus terurai, dirakit di Indonesia. Tahun 1976 begitu,” tuturnya di Jakarta, belum lama ini.

Tapi kemudian, muncul aturan bea masuk 100 persen dan pajak 40 persen. Menurutnya, ketentuan itu dikeluarkan karena ada pemain baru yang berusaha menghadirkan mobil nasional jenis sedan.

“Sedikit goncang ketika lahir mobil nasional. Saya tidak mau sebutkan namanya, karena sahabat saya. Karena dia, akhirnya kami diprotes sama negara produsen otomotif di WTO (World Trade Organization). Akhirnya, sekarang muncul yang namanya mobil CBU dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Definisi mobil nasional

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Yohannes Nangoi, sempat mempertanyakan arti dari mobnas, saat berbincang dengan VIVA beberapa waktu lalu.

“Apa sih yang Anda sebut mobil nasional? Mobil nasional itu namanya Indonesia? Kalau dibilang komponen lokalnya harus 90 persen, sudah banyak yang seperti itu. Bikin mobil nasional saya yakin pasti jadi, pasti bisa. Bikin mobil yang bisa dijual, itu yang susah,” ungkapnya.

Sejatinya, Indonesia tidak asing dengan mobnas. Mulai dari mobil MR-90 karya Soebronto Laras, hingga Timor milik Tommy Soeharto. Namun, semuanya harus kandas. Lalu, ada Esemka.

Mobil Esemka.

Berawal dari Solo pada 2012, kini merek yang digadang-gadang menjadi mobnas tersebut dikabarkan akan segera meluncur. Pabriknya ada dua, di Boyolali, Jawa Tengah dan Bogor, Jawa Barat.

Sayangnya, isu tidak sedap juga menggerayangi mobil tersebut. Mulai dari wujudnya yang tak juga muncul, dianggap sebagai ‘kendaraan politik’ hingga isu rebranding layaknya Timor.

Isu rebranding muncul, karena beberapa waktu lalu terlihat sebuah mobil dengan label Garuda di bagian belakangnya, tengah diangkut kendaraan derek. Garuda adalah salah satu nama model yang didaftarkan Esemka untuk produksi massal.

Anehnya, bentuk mobil tersebut tidak jauh berbeda dari mobil buatan China, Guangdong Foday Automobile Landfort, yang telah diluncurkan pada 2015. Kemiripan bahkan menjalar ke banyak bagian, mulai belakang, bagian sisi, hingga sektor kaki-kaki. Identik.

Mobil Esemka Garuda

Tak hanya Garuda, model Esemka lainnya, Digdaya, juga dikait-kaitkan dengan produk racikan Guangdong Foday Automobile lainnya.

Saat dikonfirmasi ke Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara, ia mengaku bahwa instansinya mendukung pengembangan Esemka dengan cara mempermudah penyediaan komponen.

Komponen itu, kata Ngakan, bisa saja dibuat di dalam negeri atau dihadirkan dalam bentuk impor. Yang penting, proyek mobnas bisa segera terwujud.

“Memang ada berasal dari sana (China). Berasal dari China atau dari tempat lainnya, itu ok saja, sepanjang itu bisa membantu untuk membangun Esemka di awal-awal,” ujarnya saat dihubungi VIVA, Rabu 7 November 2018.

Perakitan mobil Esemka di Solo

Namun, ungkap Ngakan, perlu ada batasan waktu soal importasi komponen tersebut. Karena, pemerintah ingin sebisa mungkin TKDN mobnas mencapai 100 persen.

“Kalau tidak ada kemampuan membuat, kan harus impor. Yang penting, secara bertahap nanti harus dikurangi,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya