Mereka yang Menghina dan Mengancam Jokowi

Polisi menangkap HS (tengah) pemuda yang mengancam akan penggal Presiden Jokowi.
Sumber :
  • Ist

VIVA – Mengenakan jaket coklat dan berkopiah hitam, Hermawan Susanto yang mengancam akan memenggal kepala Presiden Joko Widodo, berjalan tertunduk saat tiba di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan dengan dikawal polisi. 

Anti-Islam Meningkat Pesat di India Gegara Ini

Hermawan ditangkap di Parung, Bogor, Jawa Barat, Minggu 12 Mei 2019. Penyidik Subdit Jatanras Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menggiring pria berusia 25 tahun itu dengan tangan terikat dan wajah tertutup masker. 

Hermawan diduga melakukan ujaran bernada ancaman pembunuhan pada simbol negara yakni Presiden saat berada di tengah aksi demonstrasi di depan kantor Bawaslu, pada 10 Mei 2019 lalu. Dalam video berdurasi 20 detik yang viral di media, sosial, dia mengancam akan memenggal kepala Presiden Jokowi. 

Ujaran Kebencian Terhadap Muslim di India Meningkat 62 Persen, Ini Pemicunya

"Dari Poso ini, siap penggal kepalanya Jokowi. Insya Allah Allahuakbar," ujarnya. 

"Siap penggal kepalanya Jokowi. Jokowi siap lehernya kita penggal dari Poso. Demi Allah," kata Hermawan lagi.

GP Ansor Bubarkan Pengajian Syafiq Basalamah, Tere Liye Semprot PBNU: Jangan Dikit-dikit Keberatan

Wakil Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi, mengatakan saat ini polisi masih memeriksa Hermawan secara intensif. Hal tersebut dilakukan guna mengungkap motif Hermawan mengancam Jokowi dalam video yang sempat viral di media sosial.

"Tersangka masih dilakukan pendalaman untuk mengetahui motif dan latar belakang (menyerukan ancaman pemenggalan terhadap presiden)," katanya di Mapolda Metro Jaya di Jakarta, Senin 13 Mei 2019.

Ade mengatakan, tersangka dapat dijerat dengan pasal makar dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dianggap mengancam keamanan negara. Selain itu, ia juga mempunyai niat untuk membunuh kepala negara, yakni Presiden Jokowi.

"Tersangka dijerat Pasal 104 KUHP dan atau Pasal 110 KUHP, Pasal 336 dan Pasal 27 Ayat 4 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik karena yang bersangkutan diduga melakukan perbuatan dugaan makar dengan maksud membunuh dan melakukan pengancaman terhadap presiden," kata Ade.

Selain Hermawan, penyidik juga tengah mencari keberadaan perempuan yang membuat video viral tersebut. Ade mengatakan, perempuan berinisial A tersebut tengah berada di Sukabumi, Jawa Barat. 

"Masih didalami penelusuran, diduga berasal dari Sukabumi, ibu A, kita sudah koordinasi dengan tim di Sukabumi," kata Ade. 

A bisa ikut dijerat undang-undang pidana ITE. Menurut Ade, pembuat video itu perlu bertanggung jawab. Sebab, hal ini meresahkan warga dan menghina kepala negara. 

Hermawan dan perekam video menjadi subjek penyelidikan polisi setelah mereka dilaporkan oleh Relawan Jokowi Mania atau disingkat Joman. Laporan itu tercatat dalam LP nomor 2912/V/2019/PMJ.Ditreskrimsus. Adapun barang bukti yang dibawa yakni rekaman video tersebut.

“Kami telah melaporkan terduga orang yang mengancam kepala negara dengan ancaman yang mematikan dan diduga ini pendukung Prabowo di Bawaslu. Yang kedua, yang rekam video juga kita laporkan," ucap Ketua Umum Relawan Joman, Immanuel Ebenezer, di Markas Polda Metro Jaya, Sabtu 11 Mei 2019.

Bila terbukti bersalah Hermawan terancam hukum pidana paling lama 20 tahun atau maksimal pidana mati. Pasal 104 KUHP menyebutkan, makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan presiden atau wakil presiden memerintah diancam pidana mati atau seumur hidup, atau pidana paling lama 20 tahun.

Sedangkan pasal 27 ayat 4 UU ITE menyebutkan, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman. Ancaman pidana bagi pelanggar pasal ini adalah penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Deretan daftar penghina Jokowi

Roy, pemuda yang ancam bunuh Presiden Joko Widodo.

Hermawan Susanto merupakan orang kesekian yang menghina dan mengancam Presiden Jokowi. Sebelumnya, sudah ada sejumlah orang yang menghina dan mengancam Jokowi yang diciduk polisi dan divonis bersalah. Jumlahnya terus bertambah dan diperkirakan lebih dari 10 orang sepanjang tiga tahun terakhir.

Awal April lalu, seorang pria dengan jari-jari penuh batu akik ditangkap penyidik Polres Bogor karena menghina Jokowi. Video penghinaan pria ini terhadap Jokowi viral di media sosial. Dalam video, pria ini terlihat berdiri di pinggir jalan raya membawa kertas putih bertuliskan hinaan terhadap presiden yakni 'Hei Jokowi rakyat sudah muak jijik sama lu..!'

Tidak sampai di situ, pria ini juga berorasi sambil melakukan penghinaan terhadap Jokowi. Dengan suara lantang dia menyuarakan hinaannya di tengah lalu lintas yang padat. Dia menuding Jokowi sebagai antek China dan juga PKI.

Pada bulan yang sama, Kepolisian Resor Bogor juga menangkap dua pria berinisial S dan B tersangka penghina Presiden Jokowi. Polisi menangkap mereka dan menjerat keduanya dengan pasal pelanggaran UU ITE. 

Salah satu kasus yang kini kembali mencuat adalah kasus remaja berusia 16 tahun yang menyebut Presiden Jokowi sebagai kacung dan mengancam akan menembak Jokowi. Kasus RJ kembali mencuat setelah sejumlah pendukung Prabowo mempertanyakan penanganan Polri terhadap kasusnya karena proses hukum RJ masih belum jelas. 

RJ mengatakan ingin membunuh Jokowi dengan cara yang keji, yakni menembaknya, memancung kepalanya dan membakar rumahnya. "Gua tembak, ini kacung gua. Gua pasung kepalanya. Jokowi gila. Gua bakar rumahnya, Presiden Jokowi, gua tantang elu, cari gua 24 jam, kalau elu enggak cariin gua, gua menang," ujar RJ sambil menunjuk foto Jokowi dalam video yang diposting di media sosial.

Diketahui bahwa dalam kasus RJ, pihak penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya telah menyelesaikan berkas kasusnya dan melimpahkannya ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Rabu 30 Mei 2018. 

RJ dan orangtuanya juga telah mengklarifikasi video tersebut dan meminta maaf kepada Jokowi dan masyarakat. Meski begitu, polisi tetap menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.

Walau jadi tersangka, RJ tidak ditahan. Dia dititipkan di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani, Bambu Apus, Jakarta Timur. Penitipan RJ di panti sosial tersebut mengacu pada Pasal 32 ayat 2 Undang-undang Sistem Peradilan Anak. Juga karena ancaman hukuman pidana yang dijerat masih di bawah tujuh tahun.

Tahun lalu, seorang pria asal Medan berinisial MFB divonis 1,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Medan, karena telah menghina Presiden Jokowi dan Kapolri Tito Karnavian.

Sebelumnya, pemilik akun Facebook bernama Ummu Izzah Mujahidah dilaporkan oleh GP Ansor Kota Semarang, ke Polda Jawa Tengah pada Agustus 2017. Ummu dilaporkan lantaran mengunggah konten yang diduga menghina Presiden Jokowi, dan Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siraj. 

Kasus penghina Jokowi lainnya adalah Sri Rahayu, wanita asal Desa Cipendawa, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dia divonis 1 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cianjur karena terbukti bersalah melakukan ujaran kebencian, Desember 2017 lalu.

Sri Rahayu telah mem-posting puluhan foto yang mengandung konten berkategori ujaran kebencian, dan penghinaan terhadap Jokowi melalui laman Facebook bernama Sri Rahayu Ningsih atau Nyonya Sasmita. 

Kemudian, Ropi Yatsman (35) yang divonis 15 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Lubukbasung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pada 24 Juli 2017. Ropi mengedit foto Jokowi dan menyebarkan ujaran kebencian. 

Asas persamaan di hadapan hukum

Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Bridjen Pol Dedi Prasetyo, memastikan Polri bekerja profesional menindak para tersangka kasus penghinaan atau ancaman terhadap Kepala Negara. Hal itu diutarakan Dedi mengomentari tudingan bahwa Polri bersikap tebang pilih dalam menindak para tersangka ujaran kebencian. 

"Penyidik Polri bekerja secara profesional dan transparan berdasarkan fakta hukum," ujarnya kepada VIVA, Senin 13 Mei 2019.

Dedi mengatakan, apabila ada pihak yang merasa tidak puas dengan penangkapan para tersangka penghina Jokowi maka mereka boleh mengajukan praperadilan. "Artinya mekanisme konstitusional sudah menyiapkan jalurnya," katanya.

Dia menegaskan Polri akan selalu berpegang pada pedoman asas hukum persamaan di hadapan hukum. "Asas hukum equality before the law menjadi pedoman," ujar Dedi. 

Sebelumnya, Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional, Dahnil Anzar Simanjuntak, melalui akun Twitternya sepakat jika Hermawan Susanto harus ditindak karena melanggar hukum. Namun dia mengungkit ABG yang sempat menyebut Jokowi sebagai kacung dan kasus pria yang sempat mengancam Fadli Zon.

"Jelas yang dilakukan anak ini salah dan melanggar hukum harus ditindak. Namun pertanyaannya bagaimana dengan Nathan yang akan membunuh @fadlizon dan seorang anak yang menyebut Presiden sebagai kacung dia. Apakah mereka diperlakukan sama dan ditangkap???" cuit Dahnil dalam akun Twitternya, Minggu 12 Mei 2019.

Dahnil kemudian bicara soal ketidakadilan dalam proses hukum. Dia menyinggung soal permainan hukum yang menghabisi lawan politik, sembari 'menyolek' mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie dan mantan ketua MK, Mahfud Md.

"Ketika keadilan hukum tak pernah hadir, permainan hukum untuk menindak dan menghabisi siapa pun yang menjadi lawan politik dilakukan secara masif dan tanpa malu-malu. Dan, sebagian dari kita diam sambil menikmati ketidakadilan itu. Bukan kah begitu Prof @JimlyAs @mohmahfudmd ?" lanjut Dahnil.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono, menegaskan semua kasus penghinaan dan ancaman kepada Kepala Negara diproses hukum, termasuk kasus RJ. 

"Itu (kasus RJ) sudah kita lakukan semua, sudah P21. Sudah tahap dua. Sudah kita kirim ke Kejaksaan," katanya, Senin 13 Mei 2019. 


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya