Wiranto Vs Kivlan Zen, Kini soal Pam Swakarsa

Menkopolhukam Wiranto
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVAnews - Perseteruan antardua pensiunan jenderal TNI, yang juga bekas atasan dan anak buah, Wiranto-Kivlan Zen, seakan tidak pernah berhenti. Jika dulu Wiranto menantang Kivlan, mantan kepala staf Kostrad, untuk sumpah pocong terkait dalang kerusuhan 1998, kini persoalan kedua tokoh tersebut harus bergulir di pengadilan.

Saksi Sebut Uang Rp 3 Juta Perhari untuk Rumah Dinas SYL: Pesan GrabFood Hingga Biaya Laundry

Belum lama ini, Kivlan memutuskan untuk menggugat Wiranto yang kini menjabat sebagai menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, senilai Rp1 triliun ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Rupanya, dia mengungkit luka lama yaitu dalam kasus pembentukan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa) pada 1998, saat Wiranto mengemban jabatan panglima ABRI.

Melalui kuasa hukumnya, Tonin Tachta, Kivlan melayangkan gugatan itu karena merasa Wiranto melakukan perbuatan melawan hukum terhadapnya. Tonin mengungkapkan, saat itu pembentukan Pam Swakarsa membutuhkan biaya yang besar. Namun, yang diterima Kivlan sebagai pelaksana jauh dari cukup.

Gugatan David Tobing Ditolak, Pengadilan Bebaskan Rocky Gerung Bicara di Berbagai Forum

“Pasukan kan perlu dikasih makan, dikasih rokok, dikasih transportasi. Waktu itu hampir Rp8 miliar, Rp400 juta yang dikasih. Jadi komandannya yang tanggung jawab yaitu Pak Kivlan,” kata Tonin saat dihubungi, Senin 12 Agustus 2019.

Mayor Jenderal TNI Purn Kivlan Zen (tengah).

PDIP Sumbar Menang Atas Gugatan dari Kader Sendiri

Untuk menutupi kekurangan, Kivlan harus merogoh kantong pribadi. Bahkan, dia harus menjual rumah pribadi dan terpaksa berutang kepada pihak lain untuk menutup kekurangan biaya.

Sampe jual rumah, jual mobil, utang sana sini dan enggak dibayar. Nah, itu yang ditagih terus sama beliau dari tahun 1999 sampai April 2019 kemarin,” ujarnya.

Tonin juga menegaskan bahwa gugatan tersebut bukan karena sakit hati lantaran Wiranto tidak memberikan jaminan saat dia mengajukan penangguhan penahanan atas kasus makar dan kepemilikan senjata api ilegal. Begitu juga dengan dendam lama, dia menuturkan, pada 2004 antara Wiranto dan Kivlan sudah ada perjanjian tidak boleh saling menyakiti lagi.

“Tapi uangnya belum dibayarkan,” kata dia.

Menurut Tonin, pada saat itu, BJ Habibie yang menjabat sebagai presiden sudah memerintahkan kepala Bulog untuk mengucurkan dana sebesar Rp10 miliar untuk pembentukan Pam Swakarsa tersebut. Tapi uang tersebut tidak sampai ke kliennya.

“Kalau uang sebesar itu baru pas untuk membiayai kebutuhan anggota Pam Swakarsa yang berjumlah 30 ribu orang. Kebutuhan makan, transportasi, dan lain-lain,” tuturnya.

Reaksi Wiranto

Wiranto pun mempersilakan Kivlan Zen mengajukan gugatan. Dia dalam posisi siap menjalani proses hukum tersebut.

"Kan gugatan berjalan. Tunggu saja," kata Wiranto di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin 12 Agustus 2019.

Wiranto

Tapi, soal pembentukan Pam Swakarsa, Wiranto mengatakan tidak ada yang salah mengenai hal itu. Dia menegaskan, kebijakan tersebut untuk kebaikan negara.

"Gugat dari banyak orang silakan. Kita profesional, kerja benar, kerja untuk negara, kebaikan untuk negara," kata dia.

Pendiri Partai Hanura itu lantas menolak memberikan jawaban tegas saat ditanya apakah langkah Kivlan ini sebagai bentuk perlawanan lantaran penangguhan penahanan Kivlan ditolak, Wiranto tidak mau berspekulasi. Dia meminta publik untuk menilai sendiri.

Pada kesempatan lain, Wiranto berjanji akan menyampaikan bantahan resmi dan menyeluruh, serta menjelaskan duduk perkaranya. Dia menegaskan bahwa tuduhan yang disampaikan Kivlan tidaklah benar.

Ada Kejanggalan

Setelah beberapa hari berjalan, sidang gugatan Kivlan terhadap Wiranto akhirnya digelar pada Kamis, 15 Agustus 2019, dengan agenda mediasi. Tapi, keduanya tidak hadir. Mereka hanya diwakili oleh kuasa hukum masing-masing.

Kuasa hukum Wiranto, Adi Warman, mengatakan, ada beberapa kejanggalan dalam gugatan yang dilayangkan oleh kubu Kivlan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur itu. Pertama, yakni masalah gugatan yang ditangani oleh Kivlan langsung, di mana, menurut Adi, saat gugatan dibuat, Kivlan sedang berada dalam tahanan.

Padahal seharusnya, jika yang bersangkutan memberikan surat kuasa dan telah menyatakan diwakili, tanda tangan gugatan tersebut dilakukan oleh kuasa hukumnya.

Kuasa hukum Wiranto, Adi Warman di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Kemudian, Adi menilai gugatan yang dilayangkan Kivlan adalah gugatan yang keliru. Menurut dia, hal itu bukanlah kewenangan PN Jaktim untuk mengadili.

Dia menyebut materi yang dipermasalahkan terjadi pada saat Kivlan dan Wiranto masih menjabat sebagai perwira militer aktif. Oleh karena itu, yang berwenang mengadili adalah pengadilan militer.

Adi juga berpendapat, apa yang menjadi substansi gugatan Kivlan terhadap Wiranto adalah tidak benar dan dapat dikatakan bohong. Adi siap untuk memberikan bantahan terhadap isi gugatan tersebut.

"Ya kalau kita lihat tadi saya terangkan dalam gugatan ini, itu tertulis gugatan perbuatan melawan hukum. Faktanya di dalam adalah urusan wanprestasi meminta ganti rugi uang," kata Adi di PN Jaktim, Kamis, 15 Agustus 2019.

Sebenarnya, kata Adi, sah-sah saja bila Kivlan merasa keberatan dengan Wiranto sebagai atasannya waktu itu. Namun, itu semua ada aturannya dalam hukum militer dan bukan kewenangan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Ingin Damai

Namun, saat sidang berjalan, Tonin Tachta menyampaikan bahwa Kivlan ingin ada upaya damai. Apa yang diinginkan kuasa hukum Kivlan itu juga disepakati oleh Adi Warman selaku tim kuasa hukum Wiranto.

Mereka sepakat menyerahkan semua proses mediasi dan penunjukan mediator kepada majelis hakim yang mengadili perkara itu. Ketua Majelis Hakim, Antonius, lantas menunjuk hakim PN Jakarta Timur, Nelson J Marbun, sebagai mediator, dan memberi kesempatan kepada kedua pihak selama 30 hari untuk melakukan perundingan.

Kuasa Hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta Singarimbun.

Jika mediasi berhasil, Hakim Antonius mengatakan, PN Jakarta Timur akan mengeluarkan akta perdamaian. Namun, jika mediasi itu gagal maka majelis akan melanjutkan perkara gugatan Kivlan ini.

Persidangan akan dibuka kembali pada 26 September 2019 untuk membacakan hasil dari mediasi. Jika mediasi gagal, majelis hakim akan melanjutkan sidang dengan agenda pembacaan gugatan.

Tentang Pam Swakarsa

Pam Swakarsa merupakan kelompok sipil bersenjata tajam yang dibentuk untuk membendung aksi mahasiswa sekaligus mendukung Sidang Istimewa MPR (SI MPR) pada 1998.

Pam Swakarsa berkali-kali terlibat bentrokan dengan para pengunjuk rasa yang menentang SI MPR selama sidang berlangsung. Kelompok pengamanan sipil itu juga terlibat bentrokan dengan masyarakat yang merasa resah dengan kehadiran mereka.

Meski kelompok ini 'gampang panas' dan dikecam berbagai pihak, namun Wiranto tetap kekeh mempertahankan eksistensi Pam Swakarsa.

Menurutnya, Pam Swakarsa tidak hanya mengamankan Gedung DPR/MPR tetapi juga dikirimkan melalui truk-truk ke lokasi yang potensial menjadi daerah demonstrasi dan orasi mahasiswa, seperti Tugu Proklamasi atau Taman Ismail Marzuki. Bahkan, kelompok sipil ini menggelar patroli malam dengan iringan mobil polisi.

Sidang praperadilan Kivlan Zen di PN Jaksel, Senin, 22 Juli 2019.

Terlepas dari perkara kedua pensiunan jenderal TNI itu di pengadilan, sejumlah organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta), menilai gugatan itu memperkuat bukti kebenaran pelanggaran hak asasi manusia peristiwa ‘Tragedi Trisakti’, Semanggi I, dan Semanggi II, dan adanya keterlibatan aktor-aktor negara.

Mereka kemudian mendesak Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan keputusan presiden (keppres) pembentukan pengadilan HAM ad hoc untuk penyelesaian pelanggaran HAM berat, sekaligus memerintahkan jaksa agung agar melanjutkan dan menyelesaikan berkas penyelidikan kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II ke tingkat penyidikan.

Kedua, Komnas HAM bersama-sama dengan Kejaksaan Agung untuk segera melakukan upaya pemanggilan paksa (Subpoena) kepada Wiranto dan Kivlan Zen sebagai individu yang diduga bertanggung jawab dalam kasus pelanggaran HAM berat Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya