Papua Bergejolak gara-gara Hoax

Kerusuhan di Manokwari Papua Barat Senin 19 Agustus 2019.
Sumber :
  • VIVAnews/Banjir Ambarita

VIVA – Tak seperti biasanya, Senin pagi situasi Kota Manokwari, Papua Barat ramai dan gaduh bahkan sampai rusuh. Banyak warga yang marah dan melampiaskannya dengan membakar ban, gerobak, sampai gedung DPRD Papua Barat. Massa begitu beringas, buntut peristiwa di Malang dan Surabaya, Jawa Timur, beberapa hari sebelumnya.

Sebulan Diburu, Tim Intelijen Koops TNI Habema Berhasil Tangkap OPM Pembunuh Danramil Aradide Paniai

Diketahui, kejadian di Surabaya berawal saat asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan digeruduk masyarakat dan sejumlah anggota ormas pada Jumat malam hingga Sabtu, 16-17 Agustus 2019. 

Massa datang setelah tersebar kabar bahwa bendera Merah Putih di depan asrama mereka rusak dan dibuang di got. Polisi mengambil tindakan dengan membawa paksa 43 mahasiswa Papua ke Polrestabes Surabaya, Sabtu sore. Puluhan polisi mengepung asrama dengan menembakkan gas air mata.

Meningkatkan Literasi Digital di Wilayah Timur, Langkah Menuju Pendidikan Merata

Sementara di Malang, bentrokan terjadi ketika mahasiswa asal Papua menggelar aksi dengan warga di perempatan Jalan Basuki Rahmad, Kota Malang, Kamis, 15 Agustus 2019. 

Saat di jalan, baik warga maupun mahasiswa saling lempar batu hingga anarki. Mereka semakin bertindak anarki, merusak beberapa fasilitas umum, melempari warga dengan batu dan memblokade jalan, hingga akhirnya dikendalikan polisi.

Pertemuan JMC RI-Papua Nugini, Dirjen Adwil Kemendagri: Tingkatkan Kerja Sama di Perbatasan

Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan, mahasiswa dan masyarakat memang merasa marah dengan perlakuan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur. Kemarahan mahasiswa dan masyarakat di Papua memancing aksi pembakaran di kantor DPRD Papua Barat.

Kerusuhan di Manokwari

Lukas menyayangkan perlakuan tidak etis terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur beberapa waktu lalu. Apa yang terjadi di sana telah memancing reaksi yang cukup keras dari mahasiswa.

"Tidak boleh memancing situasi Papua, kami aman. Kalau mau perang di Nduga sana. jangan memancing situasi dan menimbulkan amarah. Rasisme sangat tidak pantas ada di bumi Pancasila," katanya.

Khofifah Minta Maaf

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengaku sudah menelepon Lukas Enembe begitu kerusuhan pecah di Manokwari, Papua Barat, pada Senin pagi, 19 Agustus 2019. Khofifah meminta maaf dan menyampaikan gesekan terjadi karena ulah personal, bukan mewakili warga Jawa Timur. 

"Ketika kemudian terviralkan sesuatu yang menjadi sensitif dengan sebutan tertentu, kami tadi, saya, bertelepon dengan Pak Gubernur Lukas Enembe. Kami mohon maaf karena itu sama sekali bukan mewakili masyarakat Jawa Timur," kata Khofifah saat mendampingi Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian di RS Bhayangkara Surabaya. 

Dia meminta seluruh masyarakat, baik warga Papua maupun Jawa Timur, agar membedakan antara perbuatan personal dengan komitmen Jatim yang ingin menjaga kedamaian dan persatuan.

"Karena itu, mari kita jaga komunikasi yang baik. Insya Allah nanti Pak Gubernur Papua akan ke Jawa Timur, akan mengkomunikasikan dengan para mahasiswa yang studi di Jawa Timur," ujarnya. 

 Khofifah Indar Parawansa Jadi Saksi Kasus Suap Jual Beli jabatan

Sementara itu, Menko Polhukam Wiranto mengistruksikan pengusutan secara tuntas para pelanggar hukum terkait kerusuhan di Papua.

"Telah diinstruksikan untuk lakukan pengusutan atas siapa pun yang dianggap lakukan pelanggaran hukum. Dan akan kita usut siapa pun yang memanfaatkan insiden itu untuk kepentingan negatif," kata Wiranto di kantornya di Jakarta Pusat, Senin, 19 Agustus 2019.

Dia juga mengaku telah mendapat informasi bahwa situasi di Manokwari Papua telah berangsur lebih tenang. Kemudian, Wiranto berharap masyarakat Papua tidak terpancing dengan provokasi-provokasi.

"Mudah-mudahan berita ini dapat diterima masyarakat, sehingga kembali tetap tenang melakukan tugas masing-masing dan doakan ini bisa segera selesai. Dalam waktu singkat bisa kembali fokus," kata Wiranto.

Wakil Presiden Jusuf Kalla juga angkat bicara. Menurut dia, peristiwa pengepungan asrama Papua itu perlu dijelaskan secara terbuka. Masyarakat Papua juga menurutnya membutuhkan klarifikasi dan permintaan maaf.

"Itu tentunya perlu dijelaskan secara terbuka, diklarifikasi. Karena apa yang saya lihat itu, masyarakat di Papua itu hanya ingin minta klarifikasi dan minta maaf lah," ujar JK.

Wapres juga menilai pelaku yang memprovokasi adanya pengepungan itu harus dicari. Hal itu perlu dilakukan guna mengklarifikasi rentetan kejadian yang menyebabkan semua ini terjadi. 

"Semua terbuka lah, apa sebabnya. Apakah benar ada yang bicara ada yang membuang bendera Merah Putih di selokan, apa benar itu. Ini juga harus semua terbuka. Ya (harus dicari)," jawab sang Wapres.

Presiden Joko Widodo menambahkan, sebagai sesama saudara se-bangsa dan se-Tanah Air harus saling memaafkan. “Emosi boleh, tapi memaafkan itu jauh lebih baik. Sabar jauh lebih baik. Pemerintah akan jaga kehormatan pace, mace dan mama-mama yang ada di Papua Barat,” ucap Jokowi.

Gara-gara hoax

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan ada pihak-pihak yang mengembangkan untuk kepentingan tertentu sehingga menimbulkan kemarahan warga Papua.

"Ada kesalahpahaman, kemudian mungkin ada kata-kata yang kurang nyaman, sehingga saudara-saudara kita yang ada di Papua merasa terusik dengan kata-kata itu. Dan ada pihak-pihak yang mengembangkan informasi-informasi itu untuk kepentingan mereka sendiri," kata Tito di RS Bhayangkara Surabaya.

Dia menegaskan bahwa peristiwa yang terjadi di Surabaya dan Malang sebetulnya peristiwa kecil. "Yang kemudian sudah dilokalisir dan diselesaikan oleh Muspida setempat, baik oleh Pak Kapolda maupun Pangdam. Sudah dinetralisir. Tapi kemudian muncul hoaks mengenai kata-kata yang kurang etis dari oknum tertentu," katanya.

"Ada juga hoaks gambar seolah-olah ada mahasiswa, adik kita dari Papua yang meninggal, padahal tidak. Nah, ini berkembang, ada yang mengembangkan. Berkembang di Manokwari, berkembang di Jayapura, dan kemudian terjadi mobilisasi massa," ujar Tito.

Tito meminta semua pihak agar tidak terpancing dengan isu-isu tidak benar, baik warga Papua maupun warga Jawa Timur. Harus dipahami bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia. "Kita minta kepada saudara kita yang ada di Papua jangan mudah terpancing dengan berita-berita yang tidak benar," ujar Tito. 

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.

"Kepada masyarakat kita yang di luar Papua, termasuk di Jawa Timur ini, perlakukan saudara-saudara kita dengan baik. Papua adalah bagian dari anak bangsa. Papua adalah saudara kita sendiri. Jadi, kita pikir komunikasi perlu dijalin masyarakat. Jangan terpancing, baik yang di Papua maupun di luar Papua. Jangan mau diadu domba," tandas Tito. 

Tito mengatakan, saat ini kondisi di Manokwari berangsur kondusif. Kendati begitu, personel Polri akan diterjunkan ke lokasi untuk mengantisipasi kerusuhan terjadi lagi. "Saya sudah sampaikan kepada Kapolda Papua maupun Papua Barat untuk melakukan langkah-langkah pengamanan dan hindari terjadinya kekuatan yang berlebihan," ucap dia.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, menambahkan penyidik tengah memburu akun media sosial yang menyebarkan berita bohong atau hoax yang diduga menjadi penyebab kerusuhan di Manokwari, Papua Barat. Akun tersebut sudah diidentifikasi oleh Direktorat Siber Bareskrim Polri.

"Hasil pengecekan hari ini isi konten video tersebut sudah dihapus oleh pemilik akun tersebut. Tapi jejak digitalnya yang sudah viral di medsos itu akan sulit terhapus. Oleh karenanya, siapa pemilik akun ini masih menunggu proses profiling dan dilacak Ditsiber Bareskrim Polri," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 19 Agustus 2019.

Akun tersebut, kata Dedi, menyebarkan video dengan narasi yang memprovokasi seperti ada masyarakat Papua yang meninggal dalam kejadian di Surabaya dan Malang. Selain itu, disebutkan bahwa sebanyak 43 mahasiswa Papua ditangkap dan ditahan. Padahal, polisi hanya bertindak sebagai penengah dan mengamankan situasi.

"Kita mengevakuasi untuk menghindari bentrok fisik antara masyarakat setempat dengan masyarakat Papua. Awalnya kan ada perusakan bendera merah putih itu yang memprovokasi awal sehingga masyarakat setempat melakukan pengepungan," katanya.

Dedi pun membantah tak ada tindakan rasis yang diucapkan aparat kepolisian dalam kejadian di Surabaya dan Malang. Polisi, kata Dedi, hanya mengevakuasi agar tak terjadi bentrokan.

"Perusakan ada tapi pelakunya belum. Dievakuasi setelah aman dikembalikan ke asrama," katanya.

Saat ini, lanjut Dedi, polisi fokus kepada akun penyebar video tersebut. Akun tersebut ia sebut membuat kegaduhan baik di medsos dan di Manokwari. Terkait oknum atau pelaku yang disebut mengucapkan rasisme, Dedi menuturkan bahwa pihaknya akan mendalami dari video yang beredar.

"Tentunya akan kita dalami lagi. Kan alat buktinya dari video itu. Video didalami dulu siapa orang dan oknum yang terlibat menyampaikan diksi dan narasi," katanya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya