Berebut Jatah Kursi Menteri Jokowi

Jokowi saat bertemu Prabowo di Kongres PDIP di Bali beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO

VIVA –  Jelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil Pemilu 2019 20 Oktober mendatang, bursa kandidat menteri makin memanas. Bukan sekadar isu berapa banyak satu partai pendukung dapat jatah menteri, tapi juga soal "deal politik" antara petahana dan kompetitor. 

Demokrat Cium Perang Jokowi-Prabowo Ingin Diturunkan ke Anies-Ganjar

Hanya dua pekan dari sekarang, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin akan dilantik untuk menjalani masa jabatan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024. Semakin dekatnya masa pelantikan membuat embusan isu tentang siapa saja yang akan mengisi kabinet ikut menguat. 

Salah satu isu paling panas adalah  tentang tawaran 'jatah menteri' untuk Gerindra dan Prabowo, kompetitor Jokowi. Konon, Jokowi menawarkan tiga posisi menteri dan pejabat setingkat menteri kepada Prabowo dan Gerindra.  

Mardani-PKS Sebut Duet Jokowi-Prabowo Inkonstitusional

Tarik menarik dikabarkan terjadi. Jokowi menawarkan kursi Menteri Pertanian dan Watimpres. Tapi pihak Prabowo menolak, dan mengajukan posisi Menteri Pertahanan. Tawaran itu dilengkapi dengan konsep khusus dari Prabowo soal pertahanan RI.

Isu tawaran dari Istana diperkuat dengan mengalahnya Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani dari bursa calon Ketua MPR. Mundurnya Muzani melenggangkan Bambang Soesatyo untuk mengisi jabatan tersebut. Padahal sebelumnya, Muzani memastikan dirinya mendapat dukungan penuh dari Gerindra untuk menjadi Ketua MPR. Apalagi jabatan Ketua DPR dan Ketua DPD sudah dipegang oleh partai pendukung Jokowi. 

Sekum PP Muhammadiyah: Jabatan Presiden Cukup 2 Periode

Dualisme Gerindra

Isu penawaran masuk kabinet ternyata mendapat tanggapan berbeda dari kader Gerindra. Bantahan terlebih dulu disampaikan oleh  Juru bicara Ketua Umum Gerindra Pabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak.

Dahnil dengan tegas membantah isu permintaan jatah menteri di kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Menurut Dahnil, Prabowo tak pernah membahas jatah menteri dengan Jokowi.

Dalam setiap pertemuan, katanya, Prabowo bersama Jokowi serta tokoh lain, termasuk Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, tak pernah menyampaikan permintaan posisi menteri. Prabowo hanya menyampaikan ingin berkontribusi di mana pun posisinya, baik dalam pemerintahan atau oposisi.

"Saya ingin mengklarifikasi pemberitaan yang menyatakan Gerindra akan diberikan tiga kementerian dan tiga tokoh Gerindra, yakni Fadli Zon, Sandiaga Uno dan Eddy Prabowo, ditawarkan menjadi menteri. Pak Prabowo sejak awal tidak pernah bicara secara spesifik tentang jabatan menteri dengan siapa pun," kata Dahnil kepada wartawan, Sabtu, 5 Oktober 2019

Hanya selisih dua hari, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengakui memang ada tawaran dari Istana untuk masuk dalam kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin. Tapi, kata Muzani, Gerindra tak serta merta menerima tawaran tersebut.

"Memang ada pembicaraan antara orang yang minta Presiden berkomunikasi dengan kita untuk membicarakan tentang kemungkinan kita bisa berkoalisi atau kemungkinan kita bisa masuk dalam pemerintahan," kata Muzani kepada wartawan di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 7 Oktober 2019.

Muzani menjelaskan, hingga kini Ketua Umum Prabowo Subianto belum mengambil keputusan soal kemungkinan berkoalisi dengan pemerintah. Sebab, Prabowo merasa Gerindra adalah parpol yang justru berseberangan atau kompetitor dengan Jokowi dalam pilpres.

"Beliau terhadap tawaran itu berpikir kalau sampai iya, kalau ini benar bahwa ini adalah panggilan negara, tugas Negara, maka beliau memikirkan bahwa panggilan dan tugas negara tersebut harus dimaknai sebagai sebuah cara kita untuk menyicil, membayar utang kampanye," kata Muzani.

Secara resmi, kata Muzani, Prabowo belum mengajukan nama menteri. Sebab saat ini masih pada penawaran konsep awal. Ia tak memungkiri ada pembicaraan tersebut di sekitar Istana. "Sekali lagi kita tidak serta merta menerima tawaran itu sebagai sebuah, tidak. Karena sekali lagi kita merasa 2019 dalam pilpres kemarin kita adalah kompetitor yang berseberangan dengan Jokowi," kata Muzani.

Muzani juga memastikan, jika tawaran tak sejalan dengan sikap Prabowo dan Gerindra, bisa jadi mereka tak akan menerimanya. Kalau pun diterima, itu adalah cara Gerindra dan Prabowo untuk mengabdi dan berbakti pada negeri. 

Wakil Ketua Umum Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad juga membantah kabar tersebut. Ia menduga justru kursi di kabinet yang akan diberikan untuk Gerindra adalah posisi Menteri Pertanian. "Justru saya belum dengar sana sekali kalau kemudian ada soal Kementerian Pertahanan dan lain-lain," kata Dasco di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa 8 Oktober 2019.

Dasco menjelaskan saat ini antara pihak Jokowi dengan Gerindra masih dibahas soal konsep. Ia mengaku heran beredar kabar istana menawarkan Menteri Pertahanan. "Sumbernya dari mana saya enggak tahu, enggak ada itu (tawaran menteri pertahanan) saya enggak dengar, kalau ada saya pasti dengar," kata Dasco menambahkan. 

Dia menegaskan Prabowo tak pernah meminta kursi menteri di bidang politik, hukum, dan keamanan. Namun, ia tak menampik Gerindra memang menawarkan konsep kepada kubu Jokowi.

"Kalau konsep iya, kalau konsep memang kita kasih. Ya kalau diterima ya mungkin pos itu (menteri pertanian) yang diberikan. Kan kami juga enggak bisa juga, kan ini hak prerogatif Presiden kami juga kan enggak bisa kemudian minta-minta ‘pak, harus Gerindra, itu harus Gerindra’ kan enggak bisa," kata Dasco.

Pertaruhan Gerindra dan Prabowo

Isu adanya tawaran dari pihak Istana kepada Gerindra ditanggapi sinis oleh partai koalisi pendukung Jokowi. Sekjen Nasdem, Johnny G. Plate menyindir tentang 'adab politik' jika ada partai non-koalisi mendapatkan jatah kabinet. Meski begitu, pihaknya menghormati penuh apa pun yang menjadi keputusan Presiden Jokowi nantinya.

"Kami mendukung keputusan Presiden, tapi kami mengingatkan keadaban politik. Tetap kalau Presiden memilih untuk satu pertimbangan politik, itu keputusan Presiden kami dukung," kata Johnny di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin 7 Oktober 2019.

Johnny justru menilai, sikap ksatria partai politik terlihat pada keputusan pasca Pemilu. Ia juga heran, alasan dan wacana yang berkembang di media seolah hanya Partai Gerindra yang ditawari menteri. Padahal dari sembilan partai di parlemen, di luar Gerindra, PKS, PAN dan Partai Demokrat, merupakan partai yang punya sikap politik berbeda pada Pemilu lalu.

"Ada tanggung jawab, ada rasa malu itu dari partai politik kesatria. Seorang demokrat, politisi Indonesia, ditunjukkan melalui apa? Hasil kontestasi politik," ujar politikus asal NTT ini. 

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Kapitra Ampera, dengan yakin mengatakan kemungkinan bahwa Fadli Zon, politikus Gerindra akan menjadi salah satu menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf. Menurut Kapitra yang juga aktivis gerakan 212, potensi itu muncul karena Gerindra juga sudah mengakui ada penugasan lain untuk Fadli yang tak lagi menjadi Wakil Ketua DPR.

"Salah satu (kalangan oposisi masuk kabinet) mungkin Fadli Zon lah. Karena sudah dikatakan, ada perintah penugasan (untuk Fadli)," ujar Kapitra usai diskusi Forum Jurnalis Merah Putih 'Jokowi di Pusaran Minta Ini Minta Itu' di Cikini, Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019.

Kapitra menyampaikan, dia belum bisa memprediksi penempatan Fadli di kabinet Jokowi-Ma'ruf. Hanya, merujuk ke fokus yang dimiliki Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, ada sejumlah bidang yang memiliki potensi juga ditangani oposisi.

"Saya yakin Fadli Zon masuk (kabinet). Itu pribadi ya. Dia masuk lah. Tidak tahu tapi ke mana," ujar Kapitra memastikan. 

Kapitra juga mengemukakan bidang itu di antaranya pertanian, perdagangan, investasi, serta UKM. Kapitra yang juga praktisi hukum ini yakin penugasan lain yang dimaksud Gerindra untuk Fadli Zon adalah penempatan politikus yang vokal ke pemerintah itu, di pemerintahan.

"Bahasa begini biasa kita mendengarnya. Ada 'penugasan yang lain', jadi ditarik dari situ (Wakil Ketua DPR). Itu sinyal. Percaya sama saya," ujar Kapitra.

Pengamat politik Ireng Maulana, menyayangkan jika Prabowo benar tergiur dengan jabatan Menhan. Sebab, jika itu benar, maka pamor eks Pangkostrad itu sebagai salah satu aktor politik pelawan arus di Tanah Air dinilai akan memudar. Ia menyebut figur Prabowo hanya akan menjadi politikus pragmatis yang cukup puas dengan kursi menteri.

Dia menekankan posisi Menhan hanya menjadikan Prabowo hanya sebagai bawahan Jokowi selaku Presiden. "Posisi Menhan akan menjadikan dirinya menjadi bawahan presiden yang notabene adalah Jokowi yang dua kali bertarung dengan dirinya pada Pilpres. Bawahan tidak lagi sejajar apapun dalihnya," ujar Ireng, Selasa, 8 Oktober 2019.

Sebab, dengan basis massa serta posisinya sebagai Ketum Gerindra, eks Danjen Kopassus itu masih bisa menjadi rujukan kekuatan politik Tanah Air.

"Sikap dan tindakan politik Prabowo masih ditunggu sebagai respons dari berbagai persoalan di tanah air. Kelihatan sekali Prabowo masih diperhitungkan sebagai salah satu kekuatan politik arus utama," ujar alumni Iowa State University, Amerika Serikat itu.

Prabowo juga harus menampung kekecewaan jika benar Prabowo menginginkan kursi Menhan. Kata dia, Prabowo akan diingat sebagai figur yang hanya mementingkan jabatan.

"Ketika Prabowo sudah mempersempit ruang perannya sendiri dengan menjadi Menhan, itu sama saja mengkerdilkan arti penting dirinya sebagai tokoh politik," ujar Ireng.

Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPP Partai Gerindra Puan Maharani, yang kini menjadi Ketua DPR mengaku partainya belum diajak bicara oleh Jokowi. Tapi Puan mengakui, hak memilih menteri adalah hak prerogatif presiden. 

Puan mengatakan, partainya tak dalam posisi setuju atau tidak setuju soal bergabungnya Gerindra. "Setuju tidak setuju, kita lihat saja. Presiden belum ngajak ngomong," ujarnya.

Tapi Puan berpesan agar hal tersebut tetap dibicarakan dengan partai pendukung presiden.  "Harus dibicarakan secara matang dan bersama-sama dengan semua partai yang mendukung Pak Presiden. Kita lihat saja nanti," ujarnya. (ren)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya