Bullying si 'Pembunuh'

Bullying pada anak.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Tenda duka itu terpasang di rumah Yosina di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu 16 Oktober 2019. Dia baru saja kehilangan keponakannya, YSS, yang meninggal diduga, lantaran bunuh diri

Brigadir Ridhal Ali Diduga Setor ke Kapolres, Madinah Diterjang Banjir Bandang

Kakak kandung dari ibunda YSS ini tak menyangka, korban mengakhiri hidupnya dengan cara tersebut. Ketiga kakak korban pun, tak mengira adiknya melakukan hal itu.

Di mata Yosina, korban merupakan anak yang rajin dan mudah bergaul. Ia telah merawat korban beserta tiga orang kakaknya selama tujuh tahun, sejak ibu mereka meninggal. Pada 2012 lalu, sang ibu meninggal, lantaran dibunuh bapak korban dengan cara dicor di samping rumah mereka. Sejak kejadian itu, rumah korban tak lagi ditempati.

Misteri Kematian Satpam di Agam Tanpa Kedua Bola Mata, Saksi Ungkap Ini

Hingga pada Senin 14 Oktober 2019,  pukul 10.00 Wita, YSS, ditemukan tewas gantung diri di rumah tersebut. Adalah Cristofel Key, yang pertama menemukan jenazah siswa kelas dua sebuah SMP negeri di Kupang, Nusa Tenggara Timur itu. Saat itu, Cristofel hendak memberi makan ternak kambing, tak jauh dari lokasi kejadian.

Menurut Cristofel, awalnya dia mencium aroma tak sedap di sekitar rumah tersebut. Ketika mendekati rumah yang telah kosong itu, lalu mengintip lewat celah jendela, ternyata ada seseorang tewas tergantung. Temuan tersebut, langsung dilaporkan ke pihak berwajib. Saat ditemukan, korban sudah dalam kondisi bengkak.

Manajemen Sriwijaya Air Buka Suara soal Pendirinya Jadi Tersangka Korupsi Timah

Sebelum meninggal, korban sempat membuat sebuah pesan yang dituliskan dalam buku. Dalam pesan itu, korban mengutarakan isi hatinya dan meminta maaf kepada keluarga dan bibi korban yang telah mengasuh dia sejak ibunya tewas dibunuh.

Korban juga mengeluh, kerap menjadi bahan olok-olokan sebagai keturunan pembunuh dan anak tukang cor. Pesan lainnya, korban dendam kepada ayah kandungnya yang membunuh ibunya. Korban berjanji, akan menghabisi ayahnya sendiri yang kini mendekam di penjara.

Ilustrasi korban bullying

Sepeda dari Jokowi

Semasa hidupnya, YSS ternyata pernah menerima hadiah sebuah sepeda dari Presiden Joko Widodo. Dia mendapat sepeda, karena mampu menjawab pertanyaan Jokowi dan mampu menghafal Pancasila secara baik dan benar. Saat itu, korban masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Dia mendapat hadiah, ketika Jokowi melakukan kunjungan kerja membagikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada sejumlah siswa.

Hingga akhir hayatnya, sepeda itu masih dalam keadaan baik. Sepeda itu biasanya digunakan korban untuk berolahraga ataupun bermain bersama teman-temannya.

Dalam keluarga, YSS dikenal sebagai siswa berprestasi dan selalu mendapat juara di kelas sejak masih SD hingga kelas 1 SMP. Tak hanya juara, korban juga pernah mengikuti olimpiade matematika dan IPA, saat kelas 5 SD hingga ke tingkat Provinsi NTT. Namun, setahun ini prestasi YSS agak menurun sejak kelas 2 SMP.

Psikolog anak, Sani Budiantini Hermawan menilai, korban bunuh diri lantaran kondisi lingkungan tidak sehat, dengan latar belakang keluarga yang punya traumatis terhadap ayah. Jadi, anak ini berada pada lingkungan tidak sehat, sehingga membangun mental yang tidak sehat juga. “Jadi, penanggulangan emosi, penanggulangan kejiwaan tidak berhasil,” ujarnya, saat dihubungi VIVAnews, Jumat 18 Oktober 2019.

Seharusnya, menurut Sani, anak dengan latar belakang seperti itu perlu pendampingan. Namun, lantaran gagal, maka menjadi pribadi yang memiliki gangguan secara mental juga, sehingga dia mengakhiri hidupnya. “Menurut saya, sudah mengalami tekanan-tekanan yang dia tidak bisa salurkan,”  katanya.

Ilustrasi bullying

Soal dugaan korban mengalami bullying atau perundungan, lantaran dia diolok-olok sebagai keturunan pembunuh, Sani mengemukakan, dalam kasus ini lebih kental terkait latar belakang ayahnya sendiri yang dipenjara, karena membunuh ibunya.

Menurut dia, bullying bisa menambah anak menjadi stres dan tertekan. “Tetapi, kalau dialami anak, misalnya ada sistem keluarga yang lebih baik, mungkin perundungan tidak menjadi pemicu gitu,” ujar Sani.

Untuk antisipasi agar tak terjadi perundungan, hal terpenting dari pihak sekolah harus mensosialisasikan bahwa perundungan itu dilarang, karena berakibat negatif. Guru juga harus memantau siswa-siswanya, membuka waktu ketika anak mengalami sesuatu.

“Silakan untuk terbuka terhadap gurunya. Bagaimana anak bisa curhat. Keluarga juga harus membangun sistem komunikasi terbuka. Supaya, anak bisa percaya sama orangtua,” kata Sani.

Kasus Bullying Mendominasi

Berdasarkan kpai.go.id yang dikutip VIVAnews, Jumat, 18 Oktober 2019, dari hasil pengawasan kasus pelanggaran hak anak dalam bidang pendidikan selama 2019, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan, dalam kurun waktu Januari hingga April 2019, didominasi bullying kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan seksual.

KPAI mencatat, ada delapan kasus anak korban kebijakan. Kemudian, korban pengeroyokan tiga kasus, kekerasan fisik delapan kasus, kekerasan seksual tiga kasus, 12 kasus kekerasan psikis, dan bullying, serta kasus anak melakukan perundungan terhadap guru sebanyak empat kasus.

Adapun beberapa jenis perundungan, menurut psikolog anak, Sani Budiantini Hermawan, ada perundungan kontak fisik, perundungan psikis yang menekan secara pskilogis mental, perundungan secara sosial anak dijauhkan, perundungan finansial anak seperti dipalak, juga cyber bullying melalui media sosial.

Sulli.

Terkait cyber bullying, artis terkenal asal Korea Selatan, Sulli ,diduga kerap mengalaminya. Cyber bullying tersebut, diduga menjadi salah satu penyebab utama depresi yang dialami mantan personel girlband f(x) itu.

Seorang pejabat hiburan dalam sesi wawancara dengan Busan Report, mengungkapkan bahwa Sulli kesulitan menangani komentar buruk yang ditujukan untuk dirinya.

Dikutip dari laman Koreaboo, menurut Kantor Polisi Seongnam Sujeong, manajer Sulli menemukan dia meninggal di rumahnya, Senin 14 Oktober 2019, pada pukul 15.21 waktu setempat. Seorang pejabat polisi menyatakan bahwa Sulli menderita depresi berat. Laporan polisi juga mengungkapkan bahwa Sulli meninggal karena bunuh diri.

Masih terkait media sosial, kasus bullying juga dialami seorang siswi SMP di Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat, 29 Maret 2019. Anak berusia 14 tahun berinisial A, diduga dikeroyok sekelompok siswi SMA. Penyebabnya, diduga berawal dari cekcok di media sosial. 

Salah satu pelajar SMA itu mengungkapkan, perkelahian dimulai dari dirinya dengan A, lantaran kesal dia sering di-bully di medsos. Akibat dugaan penganiayaan itu, korban mengalami luka. Kasus ini sempat viral di media sosial. (asp)

Laporan Frits Floris (Kupang, Nusa Tenggara Timur)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya