Daftar Panjang Korban NII

Bendera Negara Islam Indonesia (NII)
Sumber :
  • picasaweb.google.com

VIVAnews –Dua ribu orang. Sejumlah itulah orang yang mengadu. Mereka melapor tentang anggota keluarga yang hilang. Pergi begitu saja. Entah kemana. Mereka melapor ke Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center.

Lembaga ini didirikan Ken Setiawan, yang lama malang melintang di NII, dan belakangan mengaku menyadari betapa sesatnya organisasi itu. Dua ribu orang itu melapor semenjak awal April 2011. Data itu dibeberkan Ken kepada VIVAnews.com, Selasa 4 April 2011.

Mereka melapor semenjak kasus Lian ramai di media massa. Sebagaimana luas diberitakan bahwa tanggal 7 April 2011, Lian yang adalah pegawai Kementerian Perhubungan itu pergi bersama seseorang ke Bogor. Di sana dia masuk sebuah rumah, ditinggalkan di sebuah masjid oleh wanita bercadar, dibawa ke kantor polisi dan ditemui keluarganya dalam keadaan lelah, juga sonder ingatan.

Siapa yang mencuri ingatan ibu muda itu? Polisi masih menyelidiki. Tapi sejumlah kalangan percaya bahwa Lian adalah korban NII. Dan sesudah kasus Lian itu, sejumlah mahasiswa Universitas Muhamadiyah di Malang, Jawa Timur, juga mengalami nasib yang sama. Pergi, lalu pulang tanpa ingatan. Belakangan diketahui ternyata jumlah korban jaringan ini banyak sekali. Yang melapor ke Crisis Center saja 2000 orang. Mereka hilang sebelum dan sesudah kasus Lian itu.

Setelah diklarifikasi, dari 2000 laporan yang masuk ke Crisis Center itu, 488 korban ternyata masih aktif di NII. Dan 80 orang lainnya sudah hilang. Hilang karena apa? Masih ditelusuri terus. Yang pasti, kata Ken,” Yang sudah dikonfirmasi 33 orang hilang karena NII.”

Setiap laporan yang dialamatkan, jelas Ken, akan diinvestigasi, dan bahkan mengunakan cara-cara intelijen. Siapa nama dan dari mana korban, data-data itu masih disimpan. Ken justru membeberkan daftar 175  nama yang dilaporkan menjadi korban NII tahun 2008 lalu. Kebanyakan mahasiswa, ada juga yang bidan, jurnalis, perawat, guru, juga karyawan. Orang tua mereka relatif mampu ada yang berprofesi sebagai dokter, manajer, PNS, juga wiraswasta. Mereka menjadi penduduk desa bikinan NII di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.

Para orang tua yang tak tinggal diam. Tak hanya ke NII Crisis Centre, melalui wadah Forum Komunikasi Orang Tua Korban NII KW 9 mereka menulis pengaduan untuk Kapolri. Surat itu bertanggal 25 Agustus 2008.

Para orang tua melaporkan perubahan drastis yang dialami anak mereka. “Yang baru atau lama, sifat mereka punya pola sama, memutuskan hubungan komunikasi dan perasaan dengan keluarga. Sulit bagi kami untuk mengenali anak kami sendiri,” demikian tertera dalam salinan surat yang diterima VIVAnews, Selasa (3/5) malam. Ciri lain, nilai kuliah mereka jeblok. “Terutama bagi korban wanita, sedangkan bagi laki-laki sekian lama cuti bahkan drop out.”

Yang lebih mengkhawatirkan para orang tua, adalah cara anak-anak mereka mengumpulkan dana demi NII: menipu keluarga dan teman-teman dengan modus sandiwara seperti pura-pura mengganti barang yang hilang, menilep uang kuliah, memalsukan proposal seminar dengan memalsu nama dekan dan cap universitas, hingga mencatut anak yatim demi kepentingan mereka. “Kami menilai NII ancaman serius dan lebih bahaya dari narkoba,” jelas surat tersebut. Tak hanya merusak ahlak, para orang tua menilai NII membuat para korban berada di jalan sesat.

Bagaimana nasib pengaduan itu? Menurut Ken, tak ada hasil. Tak ada tindak lanjut. Senasib dengan dua laporan sebelumnya. Dijelaskan Ken, pada 2005, ada 15 orang tua yang anaknya jadi korban NII melapor ke Polri. Sebelumnya, pada 5 April 2002, sekitar 30 orang tua melaporkan tindak pidana penipuan, makar, dan penodaan agama.

Berkaca dari tiga laporan yang hasilnya nihil, Ken mengaku tak habis pikir saat polisi di sebuah stasiun televisi menganjurkan pihak-pihak yang menampung laporan korban NII segera melapor ke Mabes Polri. “Kami sudah lapor tiga kali, tak ada hasil. Justru masuk laci,” tukas dia.

Padahal, tambah Ken, persoalan NII adalah masalah besar, tragedi kemanusiaan. Dan nyatanya, sudah banyak korban yang jatuh. “Kalau didiamkan makin parah. Lepas dari isu politik, isu pengalihan. Ini nyata,” kata dia. “Kalau polisi tidak bertindak, siapa lagi?”

Meski heran dengan sikap polisi, NII Crisis Centre mengaku tetap akan melapor. Setelah daftar korban terkonfirmasi disusun, nama-nama mereka juga akan dipublikasikan ke media, meski sebagian hanya inisial. “Kami ingin media mengawal, agar laporan ini ditindaklanjuti."

Tak hanya keluarga korban yang melapor, tapi bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pada tahun 2002, MUI bahkan membentuk tim pencari fakta untuk menyelidiki Pondok Pesantren Al Zaytun, yang diduga ‘markas’ NII. Hasilnya, di pemukaan tak ada masalah, sesuai ajaran Islam. Namun, MUI tak bisa menembus lingkaran dalam yang diduga ada penyimpangan. Soal itu dilaporkan ke Mabes Polri. Hasilnya? Kata Ketua MUI Amidhan, “tak ada tindakan, bahkan terkesan ada pembiaran.”

Sementara, Kabareskrim Komjen Ito Sumardi mengaku kesulitan memperkarakan NII, sebab, polisi hanya bisa melakukan tindakan hukum pada kasus pidana. "Orang kadang-kadang sudah lama hilang terus datang kembali. Kita lihat apakah kepergiannya itu secara sukarela atau tidak? Kalau sukarela kita sulit mengenakan pasal-pasal pidana,”kata dia, Rabu 3 Mei 2011. ”Tapi kalau kepergiannya itu ada yang dirugikan, misalnya dia harus mengumpulkan uang, atau ditipu, ya silakan dilaporkan pada kita.”

Pengakuan Demokrat

Santer diberitakan, faktor kedekatan dengan sejumlah tokoh, partai politik, dan aparat negeri ini membuat Al Zaytun tak bisa disentuh. Soal kedekatan dengan ntelijen maupun TNI dibantah Menkopolhukam, Djoko Suyanto.

Selasa kemarin, bantahan datang dari sejumlah partai politik. Meski mengaku ada tokoh partainya yang pernah berkunjung ke Al Zaytun, Ketua DPP Partai Demokrat, Jafar Hafsah mengatakan, tak ada yang istimewa. "Waktu itu rombongan DPP bersama jajarannya kunjungan kerja ke Jawa Barat. Kami kan selalu keliling Indonesia," kata dia saat dihubungi VIVAnews.com, Selasa 3 Mei 2011. Saat berkeliling, tambah dia, Demokrat kerap menghadiri sejumlah acara di daerah, termasuk mengunjungi pesantren. "Waktu itu ada beberapa pondok pesantren, kalau tidak salah ada tujuh. Kunjungan ke Al Zaytun itu salah satunya," tambah Jafar.

Soal sumbangan US$10 ribu dari Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, Jafar tak membantah, tapi tak menyebut pasti jumlah sumbangan. "Kalau ada berkunjung pasti ada sumbangan-sumbangan. Saya juga kalau kunjungan kerja ke Sulsel, ada sumbangan-sumbangan ke pondok pesantren, petani," kata dia.

Dia juga membantah ada hubungan dekat antara Anas Urbaningrum dan Panji Gumilang. "Setahu saya biasa-biasa saja, sama seperti hubungan dengan pemilik pondok yang lain."

Ditambahkan Jafar, saat itu, Demokrat tak mengetahui soal dugaan pondok pesantren itu terkait NII. "Sadar baru ribut-ribut  sekarang, pemerintah kan tidak pernah melarangnya. Perkara ada NII atau tidak kita tak tahu," tambah dia.

Sementara, Ketua DPP Golkar, Priyo Budi Santoso, menegaskan partainya tidak terinfiltrasi jaringan NII. Prinsip dasar Golkar, kata dia, adalah mendukung ideologi negara yaitu Pancasila."Golkar menolak ideologi di luar ideologi negara," ujar Priyo di DPR RI, Jakarta, Selasa 3 Mei 2011.

Priyo menegaskan partainya bahkan tidak akan mempertahankan dukungan suara dari Al-Zaitun jika memang terbukti pondok pesantren tersebut ada kaitan dengan gerakan NII. "Kalau ada kaitan dengan NII, dipastikan Golkar akan meninggalkan," kata Priyo.

Bantahan juga datang dari orang dekat Wiranto – yang disebut-sebut politisi Effendy Choirie dapat dukungan Al Zaytun saat Pilpres 2004. Gus choi juga menyebut nama lain, mantan Kepala BIN AM Hendropriyono, dan Adi Sasono.

Menurut RJ Soehandojo, juru bicara Partai Hanura yang juga dekat dengan Wiranto, dukungan yang diperoleh Wiranto saat Pemilihan Presiden 2004 biasa saja. "Beliau menerima semua tamu yang datang dalam konteks silaturahmi, apalagi kapasitas beliau saat itu mencalonkan diri sebagai pemimpin bangsa jadi terbuka dengan segala kelompok masyarakat."

Soehandojo menyatakan, tidak ada kaitan Wiranto dengan Zaytun itu. "Beliau kan tidak tercatat sebagai dewan pembina atau penasihat. Kalau dia sebagai wadah yang bergerak di bidang Islam dan pendidikan harus dihormati. Kalau sekarang ada dugaan menyimpang, jangan dikait-kaitkan, itu kurang tepat," kata Soehandojo.

Recehan jadi miliaran

Tak hanya soal ideologi dan ajaran yang diduga menyimpang. Pendanaan NII juga jadi sorotan, karena diduga terkait kasus Century. Di rapat dengar pendapat dengan Pansus Century Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua PPATK Yunus Huein mengatakan, ada simpanan sangat besar, yaitu Rp46,2 miliar milik Abu Maarik. Namun dia tak menjelaskan siapa Abu Maarik ini. Namun, diduga Abu Maarik adalah nama alias Panji Gumilang.

Untuk memastikan benar tidaknya duit itu milik NII, DPR berencana meminta keterangan dari PPATK. Jika perlu, Panji Gumilang dipanggil.

Soal nasabah bernama Abu Maarik, mantan karyawan Bank CIC –milik Robert Tantular cikal bakal Bank Century– punya cerita unik. Abu Maarik datang langsung ke Bank CIC, di Fatmawati, Jakarta Selatan tiap setengah atau sebulan sekali. Menyetorkan duitnya.

Tiap datang, ia membuat karyawan pusing. Bayangkan, mereka harus kerja ekstra menghitung recehan yang jumlahnya bisa mencapai Rp200 juta sekali setor. Tahun 1996 nilai itu sungguh besar. Dari Rp50 ribu, pecahan terbesar kala itu, sampai pecahan yang paling kecil. “Semuanya kucel,” kata sumber VIVAnews.com, Selasa siang.

Anehnya, Abu Maarik yang beralamat di Indramayu hanya mau dilayani dua orang: satu manajer bank dan Robert Tantular sendiri. Penasaran, sumber ini sempat bertanya apa bisnis Abu Maarik. Jawab dia,” usaha pengolahan sampah.” Di CIC, Abu Maarik menjadi nasabah kelas kakap dengan simpanan miliaran rupiah. Sehingga sejumlah layanan pun diberikan cuma-cuma.  Abu Maarik bisa meminjam uang ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah dengan jaminan uang simpanan itu. "Fasilitas kredit back to back ini tidak diberikan kepada setiap nasabah."

Tabrak dan Hendak Rampas Mobil, 6 Debt Collector Sadis Ditangkap Polres Labusel

Laporan: Nur Eka Sukmawati

Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua/ilustrasi

KKB Serang Polsek Homeyo, Seorang Warga Sipil Tewas Tertembak

Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Intan Jaya menyerang Polsek Homeyo di Kampung Pogapa Distrik Homeyo, Kabupaten Intan Jaya pada Selasa, 30 April 2024.

img_title
VIVA.co.id
30 April 2024