Tembus Rp13.000/Dolar, Untung atau Buntung?

Ilustrasi uang rupiah
Sumber :
  • iStock

VIVA.co.id - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akhirnya menembus level psikologis Rp13.000. Pada perdagangan Kamis 5 Maret 2015, rupiah terpuruk di level Rp13.022 per dolar AS.

Sikap Pasar Modal dan Rupiah Soal Aksi Damai 4 November

Rupiah melemah 59 poin atau 0,46 persen dibandingkan penutupan sehari sebelumnya yang mencapai Rp12.963 per dolar AS.

Berdasarkan pantauan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, pergerakan rupiah yang terjadi pada Kamis, terlemah selama periode Januari hingga awal Maret 2015, setelah perdagangan 2 Maret di level Rp12.993 per dolar.

Bahkan, level ini menjadi salah satu yang terburuk sepanjang sejarah sejak perdagangan 22 Januari 1998 dengan pencapaian Rp17.000 per dolar AS.

"Ekspektasi akan kembali turunnya BI Rate seiring dengan dimulainya tren penurunan suku bunga di beberapa negara memberikan sentimen negatif bagi pergerakan rupiah," ujar Kepala Riset PT Woori Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada, kepada VIVA.co.id.

Menurut dia, laju rupiah masih berpotensi untuk terus melemah dengan minimnya sentimen positif dari dalam negeri. Dia pun memperkirakan bahwa rupiah akan berada di rentang Rp12.957-13.075 per dolar AS.

Kalangan analis memprediksi penguatan dolar AS akan terus terjadi sepanjang tahun ini. Dengan demikian rupiah bisa terus terpuruk lebih dalam.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, meminta semua pihak untuk tetap tenang dan jangan memberikan komentar yang membuat pasar menjadi panik dan akhirnya mengganggu stabilitas ekonomi Indonesia.

"Jangan bikin panik masyarakat, sudah gitu aja," tuturnya.

Importir merugi

Anjloknya nilai tukar rupiah tersebut direspons negatif para importir. Mereka berpendapat kondisi rupiah sudah tidak sehat.

Wakil Ketua II Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Erwin Taufan, mengatakan bahwa sebenarnya importir masih bisa menerima kalau dolar ada di kisaran Rp12.500. Tapi, kalau lebih dari itu, bahkan sampai menembus Rp13.000, Erwin menilai kondisi ini tidak menguntungkan.

"Bagus dong, kalau Rp13.000 lebih," sindir Erwin, ketika dihubungi VIVA.co.id, Kamis, 5 Maret 2015.

Erwin mengatakan, pelemahan rupiah itu berdampak kepada importir secara merata. Rencana bisnis mereka menjadi berantakan. Kurs rupiah Rp13.000 per dolar ini berpengaruh 20 persen terhadap biaya usaha.

"Buat importir, kalau dolar AS menguat, jadi was-was dong. Planning bisnisnya berantakan, kondisi ini akan berpengaruh kepada cost logistic dan harga barang banyak berubah," kata dia.

Dolar Masih Lemah, Rupiah Melaju di Jalur Hijau

Erwin mengatakan, para importir seperti di industri suku cadang kendaraan bermotor, barang baku/barang modal, dan konsumer, paling merasakan dampak ini. 

"Misalnya, spare part. Mereka impor spare part rutin untuk angkutan truk dan segala macam. Waktu mereka mau beli barang, dolar menguat. Harganya naik. Ini akan berpengaruh kepada nilai jual. Ini langsung berpengaruh kepada demand," kata dia.

Lalu, apa yang akan dilakukan importir terkait masalah ini? Erwin pun mengatakan, mereka cenderung melihat reaksi pemerintah terhadap pelemahan rupiah ini.

"Kami hanya bisa melihat, wait and see, bagaimana proses penanganannya dari pemerintah seperti apa. Intervensi yang dilakukan Bank Indonesia (BI) seperti apa," ujarnya.

"Tidak bisa dong dengan 'menyiram' dolar. Bagaimana nanti cadangan devisa kita? Kami ingin juga melihat bagaimana cara kerja cepat pemerintah," tuturnya.

Rupiah Masih Tertatih-tatih untuk Kembali Menguat
Uang rupiah.

Rupiah Melemah, Tertekan Gejolak Ekonomi Global

Aksi damai 4 November tidak terlalu pengaruhi pergerakan rupiah.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2016