Ketika Keberatan Ahok Ditolak

Majelis Hakim tolak Nota Keberatan Ahok
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Pool/Bagus Indahono

VIVA.co.id – Ribuan orang membanjiri bagian depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di Jalan Gajah Mada Nomor 17, Jakarta Pusat. Keberadaan mereka sempat menutup jalan, ketika rombongan terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama, hendak meninggalkan gedung pengadilan. 

Ahok Sebut Pertamina Bisa Tetap Untung Bila Tak Naikkan Harga BBM 2022

Lantaran itu, iring-iringan kendaraan terpaksa melawan arus lalu lintas. Dengan dikawal ketat belasan motor Brimob, rombongan akhirnya dapat keluar dari lokasi.

Peristiwa tersebut terjadi usai Ahok, sapaan Basuki, menjalani sidang dalam perkara dugaan penodaan agama, Selasa 27 Desember 2016.  Ahok diduga melakukan penodaan agama, saat berdialog dengan masyarakat Kepulauan Seribu, 27 September 2016 lalu. 

Hasto dan Ahok Sampaikan Pesan Megawati untuk Politisi Muda

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan Pasal 156a atau Pasal 156 KUHP tentang Penodaan Agama. Mantan anggota DPR ini pun terancam hukuman maksimal lima tahun penjara.

Sidang kemarin, merupakan sidang ketiga yang dijalani Ahok. Sidang digelar dengan agenda mendengarkan putusan sela dari majelis hakim. Dalam putusan selanya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, menolak nota keberatan Ahok dan penasihat hukumnya. 

Ruko Milik Ahok di Medan Terbakar, Tiga Orang Alami Luka Bakar

"Menyatakan keberatan terdakwa Ahok dan penasihat hukumnya tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto, saat membacakan putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa.

Putusan sela dijatuhkan majelis hakim dengan sejumlah pertimbangan. Di antaranya, majelis berpendapat eksepsi tersebut telah melebihi ketentuan eksepsi sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Nota keberatan mestinya hanya memuat hal yang bersifat formal dan tidak masuk pokok perkara.  "Belum mempermasalahkan dakwaan terbukti, atau tidak terbukti,” kata anggota Majelis Hakim, I Wayan Wirjana

Menurut majelis, keberatan Ahok yang menyebutkan soal tidak ada niat untuk menistakan Islam masih harus dibuktikan di pengadilan. Begitu juga, soal keberpihakan mantan Bupati Belitung Timur itu terhadap kaum Muslim, dengan membangun masjid dan membiayai marbot pergi umrah misalnya, mesti dibuktikan di persidangan.

Dalam eksepsi saat persidangan pertama, 13 Desember 2016,  Ahok menolak didakwa menistakan agama. Dia menyebutkan, pernyataannya mengenai surat Al-Maidah ayat 51 ditujukan kepada elite politik yang kerap menggunakan ayat itu untuk kepentingan mereka.

Masih dalam pertimbangannya, majelis hakim menganggap permohonan terdakwa dan penasihat hukumnya mengenai berkas dakwaan jaksa tidak cermat dan tidak tepat, tak beralasan menurut hukum. "Menyatakan sah menurut hukum surat dakwaan penuntut umum, sebagai dasar pemeriksaan perkara Ahok," ujar Dwiarso.

Majelis lantas memutuskan untuk melanjutkan persidangan ini dengan  agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi. Majelis hakim pun memerintahkan untuk melanjutkan perkara.

Usai pembacaan putusan sela, Ahok berkonsultasi sejenak dengan tim pengacara. Ia lantas mengatakan, "Yang mulia, kami akan pertimbangkan (putusan sela).” Adapun jaksa berterima kasih atas putusan sela tersebut. 

Walaupun akan mempertimbangkan putusan itu, kubu Ahok mengaku tetap kecewa. Semula, mereka berharap persidangan kemarin adalah persidangan terakhir.  "Tentu kami kecewa. Harapan kami eksepsi dikabulkan," ujar Trimoelja D Soerjadi, ketua tim kuasa hukum Ahok, usai persidangan. 

Sementara itu, dalam keterangan tertulisnya, Trimoelja mengungkapkan, pihaknya tetap berpendirian sesuai eksepsi yang mereka sampaikan. Menurut dia,  jaksa telah mengesampingkan mekanisme yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965. 

Sesuai aturan itu, menurut Trimoelja, mestinya seseorang yang diduga melakukan penafsiran terhadap suatu agama diberikan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu. Faktanya, hingga saat ini Ahok belum pernah mendapatkan peringatan sebagaimana yang diatur dalam UU tersebut.

Penggunaan sikap keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) oleh jaksa juga dinilai tak tepat menjadi dasar hukum. Sebab, pernyataan MUI dianggap bukan sumber hukum positif dan tak punya kekuatan mengikat pada masyarakat. 

Jaksa pun dinilai tak bisa mengungkap niat dari Ahok untuk menista Islam, atau para ulama. Justru, menurut Trimoelja, Ahok telah menjadi korban dari isu suku, agama, ras, dan antargolongan yang diembuskan pihak tertentu. 

Meski kecewa, kubu Ahok tetap menghormati keputusan pengadilan. Saat ini, tim kuasa hukum akan menyiapkan sejumlah saksi, termasuk saksi ahli, untuk meringankan Ahok dalam persidangan selanjutnya. Diperkirakan, lebih dari 10 saksi yang bakal dihadirkan. 

Selanjutnya, pindah lokasi sidang>>>

Terdakwa kasus penistaan agama M Kace menjalani persidangan pembacaan tuntutan

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman 10 tahun penjara untuk terdakwa M Kece terkait kasus penistaan agama.

img_title
VIVA.co.id
24 Februari 2022