Kembali Merajut Persatuan Usai Pilkada

Ahok-Djarot dan Anies-Sandi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Pemilihan kepala daerah, atau Pilkada serentak sudah dilangsungkan. Namun, belum tiba di babak akhir. Hasil yang terpampang baru versi hitung cepat. Kendati demikian, calon kepala daerah peraup suara tinggi, jelas terlihat merasa jelak. Lalu, yang berpotensi tersisih, mau tak mau harus terima kalah.

SBY Sindir Kejanggalan Pilkada DKI 2017

Sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan bahwa 15 Februari 2017, akan menjadi momentum Pilkada serentak tahun ini, 101 daerah yang akan memilih pemimpinnya mulai bersiap. Di Pilkada 2017, daerah yang memilih kepala daerahnya, yaitu tujuh provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota.

Dari tujuh provinsi, yaitu Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. Ibu Kota ibarat menjadi barometer nasional penyelenggaraan Pilkada.

Pilpres 2019 Diharapkan Tak Seperti Pilkada DKI, Marak Hoax

Pilkada DKI memang paling menarik perhatian. Terlebih lagi, berbagai isu yang mengait pada kandidatnya mendapatkan perhatian skala nasional. Pasangan yang bertarung di Jakarta, yaitu pasangan calon petahana Gubernur dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, atau Ahok Djarot dan dua penantangnya, pasangan calon Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Setelah mengundi nomor urut pada 23 Oktober 2016 lalu, persaingan antara ketiganya mulai seru diamati. Apalagi, pada periode kampanye 26 Oktober 2016 hingga 11 Februari 2017.  Rivalitas kandidat tak ketinggalan diramaikan oleh para tim pemenangan hingga simpatisan, yang alih-alih mengutamakan prestasi calon kepala daerah, justru kerap saling lempar sisi minus lawan. Menjadi polemik, percakapan hingga perdebatan di dunia maya hingga jagad nyata.

Ahmad Dhani Tersangka Ujaran Kebencian?

Riuh rendah pilkada yang selama ini menjadi fokus publik akhirnya teruji pada momen 15 Februari 2017.  Hanya dalam rentang delapan jam, masyarakat sudah bisa melihat indikasi kemenangan maupun kekalahan pasangan calon yang dipilih di kotak suara.

Lembaga-lembaga survei yang diketahui menjadi konsultan para calon maupun yang tidak, sigap mengambil bagian. Mereka mencari data, mengolah sedemikian rupa, mencacah angka hingga menunjukkan prediksi, gambaran kemenangan dan kekalahan para kandidat pemimpin daerah tersebut. Gambaran itu, diyakini tidak akan jauh meleset dari hasil penghitungan KPU yang baru akan dirilis beberapa hari setelah hari pemilihan nantinya.

Lewat pukul 13.00, Rabu siang, hasil hitung cepat, atau quick count sudah mulai muncul melalui media massa. Angka-angka perolehan pasangan calon susul-menyusul. Dari jam ke jam, perolehan bisa berubah. Namun, menjelang pukul 18.00 WIB, hampir semua lembaga survei maupun litbang media menyebutkan sudah memasukkan data lebih dari 90 persen, sehingga hasil hitung cepat tidak lagi akan berubah signifikan.

Di Pilkada DKI Jakarta misalnya, pasangan nomor urut 2 Ahok-Djarot, menang di semua hitung cepat lembaga survei. Meskipun angka perolehan pasangan tersebut cukup tipis bersaing, disusul pasangan nomor urut 3, Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Sementara itu, pasangan nomor urut 1, Agus-Sylvi memang cenderung jauh tertinggal.

Dua lembaga survei yang cukup popular, Polmark Indonesia yang dibesut Eep Saefulloh Fatah dan Indikator oleh Burhanudin Muhtadi, sama-sama mengeluarkan hasil hitung cepat yang menunjukkan petahana Ahok-Djarot mengungguli rivalnya.

Di hitung cepat Polmark, pasangan Ahok-Djarot meraup suara 42,27 persen disusul Anies-Sandi dengan 39,77 persen dan Agus-Sylvi memeroleh 17,96 persen. Sementara itu, versi Indikator, Ahok-Djarot juga menang dengan angka 43,16 persen diikuti pasangan Anies-Sandi 39,56 persen dan di posisi buntut, perolehan Agus-Sylvi dengan 17,28 persen.

Namun, Ketua KPU Juri Ardiantoro mengingatkan bahwa hitung cepat hasil keseluruhan di tempat pemungutan suara. Meskipun metode tersebut legal, Juri meminta masyarakat tidak berspekulasi dengan hasil hitung cepat.

Quick count itu hanya menggambarkan hasil sementara, yang bukan merupakan hasil Pilkada sesungguhnya, karena itu hanya beberapa Tempat Pemungutan Suara (sampel) dengan menggunakan metode ilmiah, “ kata Juri Ardiantoro di Kantor KPU, Jakarta, Rabu 15 Februari 2017.

Dia melanjutkan, rekapitulasi akan dilangsungkan apabila penghitungan suara sudah dirampungkan di masing-masing TPS dan dicatat dengan formulir C1. Seterusnya, rekapitulasi akan dilakukan berjenjang mulai dari kecamatan, kabupatan dan kota hingga provinsi.

Membaca data hitung cepat, Indikator memperkirakan bahwa Pilkada DKI Jakarta akan berlangsung dua putaran.

“Kami memprediksi, Pilkada DKI Jakarta akan berlangsung dua putaran,” kata Peneliti Indikator Politik Indonesia, Mohammad Adam Kamil di Kawasan Cikini, Jakarta pada Rabu 15 Februari 2017.

Pada putaran kedua diprediksi yang akan maju adalah Ahok-Djarot dan Anies-Sandi. Sementara itu, skenario putaran kedua Pilkada DKI Jakarta, juga sudah disiapkan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta.

Ketua KPU DKI Soemarno mengatakan, apabila tidak ada satu pasangan yang menjangkau hingga 50 persen suara, maka putaran kedua Pilkada akan bergulir. Putaran selanjutnya, bisa dilangsungkan pada April 2017. Namun, waktu akan molor menjadi bulan Juni tahun 2017, sekiranya ada pasangan calon yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, atau MK.

“Tetapi, kalau tidak ada gugatan akan dilaksanakan April 2017, insya Allah putaran kedua 19 April,” kata Soemarno.

Berikutnya, euforia>>>

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

SBY Sebut Kultur Politik Tanah Air Berubah Sejak Pilkada DKI 2017

"Saya berani mengatakan bahwa politik kita telah berubah."

img_title
VIVA.co.id
10 November 2018