Apa Agama Ki Seno Nugroho Murid Ki Manteb Soedharsono?

Ki Seno Nugroho
Sumber :
  • Tangkapan layar instagram/kisenonugroho

VIVA – Dalam bidang wayang, nama Seno Nugroho juga tidak kalah populernya dengan Didi Kempot yang sukses menggaet kalangan anak muda untuk menikmati musik campursari. Ki Seno Nugroho juga mampu mengajak anak muda milenial untuk menyaksikan pagelaran wayang semalam suntuk. 

Terungkap 3 Alasan Iran dan Arab Saudi Saling Bermusuhan, Isu Agama Paling Kuat

Ki Seno Nugroho sempat menceritakan, bahwa kesuksesannya dalam menggaet anak muda rela untuk duduk berjam-jam adalah karena dirinya mendalang dengan bahasa yang sederhana.

Apa Agama Ki Seno Nugroho Murid Ki Manteb Soedharsono? Ini profilnya.

Deretan Negara Paling Tak Percaya Tuhan di Dunia, Mayoritas di Benua Asia!

Profil Ki Seno Nugroho

Nama lengkap: Seno Nugroho
Nama panggilan: Ki Seno Nugroho
Tempat tanggal lahir: Yogyakarta, 23 Agustus 1972
Tmur: 48 Tahun (Tutup usia tahun 2020)
Agama: Islam
Pendidikan: SMKI Yogyakarta 
Pekerjaan: Seniman, Wayang Dalang
Tutup usia: 3 November 2020 di Sleman, Yogyakarta

Alvin Lim Kecam Pendeta Gilbert Lumoindong yang Singgung Zakat dan Salat

Ki Seno Nugroho merupakan seorang seniman dan dalang wayang kulit dari Yogyakarta lahir pada tanggal 23 Agustus 1972. Ki Seno Nugroho berasal dari keluarga seniman tradisional dan merupakan anak dalang populer di Yogyakarta yaitu almarhum Ki Suparman Cermowiyoto. 

Namanya dikenal secara meluas sebagai dalang melalui pagelaran wayang kulit yang memadukan antara gagrak Surakarta dan gagrak Yogyakarta. Kekhasan lainnya yang membuat dirinya terkenal adalah saat menampilkan panakawan (Semar, Gareng, Petruk, Bagong) dengan guyonan yang spontan, kontekstual, aktual, dan sangat lucu. Selain pentas di Indonesia, Ki Seno Nugroho juga pernah diundang untuk tampil di negara Belanda dan Belgia. 

Karier Ki Seno Nugroho Sebagai Dalang

Ki Seno Nugroho mulai menggeluti dunia pedalangan sejak dirinya berusia 10 tahun. Kemudian dirinya mengawali karir sebagai dalang pada usia 15 tahun, saat masih duduk di Sekolah Menengah Kesenian Yogyakarta. 

Kekagumannya terhadap sosok Ki Manteb Soedharsono ini sontak membuat dirinya tertarik dalam dunia pedalangan dan terus menggelutinya. Hingga di akhir hayatnya, Ki Seno Nugroho belum mempunyai sanggar pedalangan sendiri, tetapi sesekali beberapa orang dari mancanegara belajar untuk mendalang padanya. 

Ki Seno Nugroho juga mempunyai kelompok karawitan sendiri yang diberi nama Wargo Laras dengan jumlah anggotanya kurang lebih sebanyak 50 orang. Bahkan banyak permintaan dari para penggemarnya agar Ki Seno Nugroho membuat sanggar karena anak-anak mereka ingin menjadi dalang. 

Ternyata hal itu belum bisa dilakukan karena padatnya jadwal pementasan Ki Seno, hingga kini dirinya telah tiada. Meski begitu, nama dalang Ki Seno Nugroho akan tetap abadi di hati para penggemarnya. Dalang Seno, sapaan akrab Ki Seno Nugroho, rupanya memiliki “darah” danang dari keluarga.

Ayah, kakek, hingga kakek buyut Seno merupakan dalang. Dalam sebuah video yang diunggah di Youtube Dalang Seno, ia menceritakan kehidupan masa kecil yang kerap wara-wiri ikut ayahnya mendalang.
Namun, diakui Seno, saat itu masih belum tertarik menjadi dalang.

Saat remaja, tepatnya SMP, Seno diajak menonton Ki Mantep Sudarsono mendalang di Sasoho Hinggil Dwi Abad Yogyakarta. Dari kejadian itulah, Ki Seno kemudian semangat belajar untuk mendalang.

Belajar wayang dari Ki Mantep Soedharsono

Dalang yang menjadi idola Seno ialah Ki Mantep Soedharsono. Lantas ia berusaha belajar bagaimana cara mendalang Ki Mantep dengan datang ke setiap pentasnya di Jogja. Meski acaranya tidak gratis, dia berusaha menyisihkan uang agar bisa datang.

Seno kemudian mulai bisa memainkan wayang dan memutuskan belajar di Sekolah Menegah Karawitan Indonesia jurusan pedalangan. Ketika menginjak kelas 2, ayahnya jatuh sakit.  Pada waktu itu pamannya, Ki Supardi, menasehatinya, jika bukan Seno yang melanjutkan perjuangan ayahnya lalu siapa lagi.
Hal itu membuat dirinya semangat untuk mulai mendalang.

Akan tetapi, dia memiliki syarat, dia tak mau ayahnya melihat ketika dia mendalang. Dua hal yang melatar belakangi syarat tersebut, pertama karena malu dan kedua takut dimarahi apabila salah dalam mendalang.
Ki Seno pertama kali menjadi dalang di Mrican. Saat malam pamannya mendalang, dia bergilir mendalang disiang harinya.

Pada awalnya berjalan lancar, tapi ketika Seno menengok ke belakang melihat ayahnya memainkan salah satu alat musik, dia grogi dan pecah konsentrasinya. Ayahnya lalu keluar. Malam harinya dia diajak ke Pekalongan. Selepas ayahnya mendalang di sana, uangnya digunakan untuk membeli jajan.

Padahal jajanan yang dibeli adalah pantangan bagi ayahnya. Ayahnya pun senang, lantaran sudah ada penerus. Hal itu yang membuat apa pun permintaan Seno dikabulkan.

Perjuangan hidup Ki Seno

Sejak ayahnya meninggal, ia harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kerja serabutan pun dilakoninya. Perjuangan Seno saat itu tidaklah mudah. Menurutnya, pahitnya masa lalu justru mengajarkan untuk hidup seperti saat ini.

Terlebih Seno selalu mendapat bimbingan senior-seniornya, terutama Ki Mantep. Lantaran sering diajak manggung, meski belum punya nama. Meskipun dia seorang dalang, Seno tidak pernah menolak ajakan kolaborasi dengan pegiat seni lainnya. Karena ia menganggap bahwa dengan berkolaborasi itu sangat menyenangkan dan berkesan ketika bisa bermain dengan tokoh-tokoh seni terkenal lainnya.

Pada akhirnya, dia telah menjelajah berbagai negara karena kemampuannya mendalang. Korea, Argentina, Belanda, dan Belgia merupakan sejumlah negara yang pernah dikunjunginya. Salah satu pengalaman mendalangnya yang berkesan adalah saat dia mengikuti Festival Wayang Dunia di Buenos Aires.

KBRI Argentina yang mengundangnya. Tak cukup sampai di situ, penonton masih menginginkan satu pentas lagi, tapi tidak bisa dilakukan Seno karena harus segera kembali ke Indonesia.

Idola milenial

Dalam bidang wayang, Seno sukses mengajak kalangan anak muda untuk menikmati wayang. Seno mengatakan, cerita wayang maupun tuntunan dalam cerita dibuat simpel. Intinya semua dipermudah saja.
Saat pementasan wayang, Seno menuruti keinginan penonton untuk lakon yang dimainkan.

Meskipun sudah sering dimainkan, ia tidak mempermasalahkan karena terpenting kepuasan penonton. Seno mengaku menggunakan sarana media sosial untuk menyiarkan pementasannya cukup efektif mengenalkan wayang kepada anak muda.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya