Menjaga Badak, Menjaga Indonesia

Badak Jawa
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Di suatu siang yang cerah dan berangin saat pelajaran Bahasa Inggris, kelas kami tengah membaca sebuah buku yang menampilkan gambar hewan lengkap dengan namanya, ketika salah seorang murid saya dengan polosnya membaca dengan terbata-bata, "Rhi..no..ce..ros.. artinya ba..dak.." lalu mendongak dan bertanya dengan polos, "Badak itu apa, Bu?" Saya tertegun cukup lama. Ini seperti dejavu. Saya ingat semasa kecil pernah mengajukan pertanyaan yang sama pada guru saya tentang burung dodo.

Perjalanan ke Habitat Terakhir Badak Jawa

Apakah telah tiba waktunya saat badak sudah begitu langkanya hingga tak lagi dikenali generasi saat ini? Saya teringat, sejak kecil saya selalu menyukai tokoh badak dalam cerita-cerita yang saya baca. Saya memang tak pernah melihat langsung badak dengan mata kepala saya sendiri, tapi dalam pikiran saya, mereka adalah hewan besar yang tampak tangguh di luar, namun lembut di dalam.

Si Pemalu yang Langka Badak adalah satwa yang meski terlihat angker, sebenarnya hanya memakan semak dan daun (satwa browser). Meskipun besar, mereka juga terkenal sabar. Dan meski anggun, mereka bisa menjadi agresif jika menyangkut anak mereka.

Menilik Paniis, Kampung Wisata nan Asri di Ujung Kulon

Badan mereka yang kokoh terutama menunjang kebiasaan mereka yang gemar menjelajah. Karena itulah mereka dikenal sebagai pejalan kaki yang tak kenal lelah. Sejauh ini, badak telah menjadi bagian penting dari ekosistem kehidupan dunia selama 40 juta tahun lamanya.

Sayangnya nilai ekonomis cula badak membuatnya diburu besar-besaran hingga jumlahnya berkurang drastis hingga ke level kritikal. Saat ini, faktanya badak Jawa bahkan telah menjadi mamalia terlangka di dunia yang berada di ambang kepunahan.

Menelusuri Jejak Sang Megafauna Kharismatik

Jumlah badak Jawa yang hidup kini diperkirakan hanya tinggal 50 ekor, sehingga membuatnya masuk dalam kategori sangat terancam (critically endangered) dalam Daftar Merah IUCN. Untungnya, berkat upaya konservasi, edukasi masyarakat, serta pemberlakuan hukum yang ketat, upaya perburuan pun dapat mulai ditanggulangi di Indonesia.

Ancaman bagi Rumah sang Badak Namun muncul tantangan lain yang tak kalah mengkhawatirkan, yaitu ancaman hilangnya ekosistem dan habitat hidup badak akibat desakan kebutuhan manusia, ekspansi lahan, penebangan hutan secara liar dan besar-besaran, serta polusi yang mengkhawatirkan. Padahal yang perlu disadari, badak merupakan spesies payung (umbrella species), yang artinya jika kita melakukan konservasi dan menjaga kelestarian badak, maka kita secara tidak langsung telah turut menjaga spesies lain yang berbagi habitat dengan mereka.

Jika sang badak terlindung, maka demikian juga dengan burung, ikan, serangga, serta tanaman lainnya. Oleh sebab itu, menyelamatkan badak berarti juga menyelamatkan hutan tropis Indonesia. Secara alami, hewan-hewan besar memiliki preferensi tertentu dalam habitatnya. Dalam sebuah penelitian di Ujung Kulon disebutkan bahwa faktor dominan dalam preferensi tersebut adalah pH tanah dan salinitasnya.

Faktor lain yang juga disukai badak adalah lokasi yang cenderung datar dan kemiringan yang landai. Selain itu, karena kegiatan rutin badak melibatkan mandi berkubang yang bertujuan untuk mendinginkan tubuh, menjaga kulitnya agar tidak pecah-pecah, serta terhindar dari parasit, maka badak pasti memerlukan habitat di dataran rendah, di mana air dapat dengan mudah diakses. Saat ini, Taman Nasional Ujung Kulon menjadi satu-satunya habitat yang tersisa bagi badak Jawa di Indonesia, sementara populasi lain dari sub-spesies yang berbeda di Vietnam telah dinyatakan punah.

Sayangnya, berdasarkan pengamatan para ahli, tingkat pertumbuhan populasi badak Jawa yang stagnan di Taman Nasional Ujung Kulon menunjukkan bahwa batas daya dukung taman nasional tersebut telah tercapai. Lokasi di mana badak-badak hidup berkumpul di satu kawasan juga membuat mereka rentan terhadap ancaman wabah penyakit dan bencana alam, khususnya karena Ujung Kulon berada dekat dengan lokasi anak gunung Krakatau.

Bayangkan jika gunung tersebut meletus, maka populasi badak Jawa di lokasi tersebut juga akan langsung musnah. Disebutkan juga bahwa invasi langkap, sejenis tanaman palem yang menghalami sinar matahari untuk menembus lantai hutan, turut menjadi hambatan karena dapat menghalangi tumbuhnya vegetasi pakan alami badak.

Untuk itu WWF aktif melakukan penelitian dan mengontrol penyebaran langkap. Kontribusi Saya, Kamu, Kita Semua Saat ini para ahli tengah terus mencari kemungkinan-kemungkinan untuk menciptakan habitat kedua bagi Badak Jawa, dimana beberapa lokasi yang menjadi pertimbangan adalah Hutan Baduy, Taman Nasional Halimun - Salak, Cagar Alam Sancang, dan Cikepuh.

Tapi seiring dengan berbagai upaya konservasi tersebut, tugas kita dalam menciptakan rumah yang nyaman bagi badak pada dasarnya adalah dengan membiarkan mereka hidup bebas di alam liar. Dan di manapun lokasi yang akan dipilih untuk rumah kedua bagi Badak Jawa, kita wajib turut memberikan dukungan dalam berbagai bentuk yang kita pilih.

Donasi, dukungan moral, mematuhi aturan taman nasional, tidak menggunakan produk-produk dari cula badak, penyadaran masyarakat, atau apapun itu. Pelestarian hutan yang merupakan habitat asli badak-badak tersebut juga menjadi kritikal, seiring dengan upaya kita untuk menahan implementasi laju keserakahan manusia berupa pembabatan hutan, ekspansi lahan, dan penebangan ilegal.

Pada akhirnya, badak hanya akan lestari jika kita semua, saling berangkulan, ikut berpartisipasi dan turut ambil bagian. Saat ini, di tahun 2015, kita masih cukup beruntung dapat mengetahui dan belajar banyak dari sang badak. Namun sepuluh-dua puluh tahun dari sekarang, masih bisakah anak-anak dan keturunan kita mengenal sang badak? Saya menatap murid-murid saya. Jangan sampai generasi masa depan bangsa ini tak lagi mengenal hewan mengagumkan yang satu itu. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya