Kisah Kakak Beradik Penghafal Alquran
VIVA.co.id – Wajahnya hampir serupa, berkulit putih dan ganteng. Kegemarannya pun sama, yakni menghafal Alquran. Bahkan, di usia belianya mereka sudah mampu menghafal 6 juz Alquran. Mereka adalah kakak beradik penghafal Alquran dari Rumah Yatim. Ada Anis yang kini duduk di bangku SMP, dan Muhammad Hamid yang duduk di bangku SD.
Mereka dilahirkan dari rahim Omah Siti Rohmah dan bapak mereka bernama Hasan yang sudah meninggalkan mereka sejak lama akibat sakit komplikasi. Bahkan, si bungsu Hamid tidak pernah mengenal ayahnya. Karena saat ayah mereka meninggal, Hamid masih dalam kandungan ibunya. “Saat abinya meninggal, saya tidak tahu kalau saya sedang mengandung satu bulan,” ungkap Omah.
Hamid pun dilahirkan tanpa kehadiran sang ayah. Di tengah kesendiriannya membesarkan enam anak, Omah pun harus berjuang mencari nafkah. Tapi Omah beruntung, kala itu masih ada gaji pensiunan guru PNS sejumlah Rp600.000 per bulan dan sisa dari sumbangan yang akhirnya dijadikan modal usaha untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya yang masih kecil-kecil.
Saat ditinggal abinya, anak tertuanya Hawari masih duduk di bangku SMP. Awalnya, usahanya berjalan mulus. Namun di tengah kebutuhannya yang semakin bertambah, Omah harus mengalami kebangkrutan. Omah tak pernah putus asa. Dia selalu yakin dimana ada kesulitan pasti ada kemudahan.
Berselang tak begitu lama, ada penawaran untuk anak-anaknya agar tinggal di Rumah Yatim Bandung. Cukup lama menjadi bahan pertimbangan, namun dia ingat kata-kata almarhum suaminya untuk menyekolahkan anaknya di pesantren. Dengan tekad kuat, tak hanya keenam anaknya, dia pun memutuskan untuk membantu pihak Rumah Yatim membantu anak-anak yang senasib dengan putra putrinya.
Setelah diam di asrama, meski harus terpisah dengan semua anaknya karena berbeda asrama, namun Omah percaya Allah yang akan menjaga anak-anaknya. Dan tentu memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada pengurus, bahwa mereka akan mendidik anak-anaknya sesuai harapan dan amanah dari almarhum bapaknya.
Kini, terbukti harapan almarhum bapaknya bisa terjadi pada anak-anaknya. Terutama Anis dan Hamid yang kini sudah menghafal 6 juz Alquran. Belum ditambah sederet prestasi yang didapat oleh kakak beradik itu. Baik itu nilai akademik yang selalu unggul karena selalu berada di tiga besar, ditambah mereka pun sering menjuarai perlombaan tahfiz tingkat SD dan SMP. “Alhamdulillah, memiliki anak-anak seperti mereka,” papar Omah.
Omah melihat kedua anaknya tersebut, terutama Hamid yang bercita-cita ingin menjadi ustaz ini selalu rajin belajar dari sejak kecil. Ketertarikannya pada pelajaran tak pernah Omah suruh-suruh atau dipaksakan. Namun, Hamid kecil selalu belajar dan mengaji walau dalam keadaan sakit sekalipun.
Berbeda dengan Hamid, Anis tidak begitu rajin belajar. Namun entah kenapa prestasinya tidak pernah menurun. Dia selalu saja di ranking teratas. Untuk belajar tahfiz, kedua anak-anak ini memang memiliki fasilitas yang memadai. Karena di sekolah mereka, yakni Anis di SMP IT BIU ada kurikulum diniah yang mengharuskan siswa-siswinya untuk menghafal Alquran.
Sedangkan, Hamid yang sekolah di SD Elfitra juga menerapkan kurikulum yang serupa. Belum lagi dukungan di asrama mereka. Yakni Anis di Lodaya dan Hamid di Antapani yang juga menerapkan kurikulum diniyah (agama). Mereka terus diasah untuk menghafal Alquran. Maka, tak heran mereka kini menjadi para hafiz terbaik Rumah Yatim. (Tulisan ini dikirim oleh Enuy Nuryati)