Kisah Mencintai dalam Diam

Kata Bijak
Sumber :
  • vstory
Mengenal Agama Sikh, Keyakinan yang Dianut Bunga Zainal dan Anak-anaknya

VIVA – Parasnya sungguh memesona siapa pun yang melihat, belum lagi kesantunannya, ibadahnya, perilakunya, dan lain sebagainya. Dia ibarat paket komplet dari definisi ciri-ciri wanita yang terbaik di dunia. Dia diperebutkan, ibarat Sang Ratu, yang diidamkan para raja.

Di masa kecilnya, Fatimah memiliki kawan laki-laki dari keluarga miskin. Adalah dia Ali bin Abi Thalib. Terkesan biasa saja awalnya, mereka bermain, bercanda layaknya anak kecil pada umumnya. Namun hingga masa dewasa ada definisi lain dari keakraban mereka. Apalagi kalau bukan perasaan jatuh cinta.

Usai Memilih Mualaf, Davina Karamoy Belum Siap Kenakan Hijab

Saat itu Ali belum terlalu siap untuk melamar Fatimah. Lagipula, apa yang bisa dia bawa kepada Rasul untuk meminang anak kesayangannya itu? tidak memiliki harta yang cukup, tidak pula terlalu dekat dengan Sang Nabi. Pikirnya, lebih baik ia pendam perasaan itu di lubuk hatinya yang paling dalam.

Memendam perasaan memang tak selamanya enak, begitu yang dialami Ali. Saat itu hatinya tersayat, pedih sekali. Sang Pujaan, Fatimah, dilamar oleh orang lain. Pertama adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan kedua adalah Umar bin Khattab. Keduanya sama-sama istimewa di mata Nabi. Pemberani, jujur, dermawan, ibadahnya tak perlu diragukan lagi, dan lain sebagainya.

Hard Gumay Ramal Kasus Hukum Chandrika Chika, Warganet: Gila, Ilmunya Dalem Banget

Ali pasrah pada Allah, "Aku mengutamakan kebahagiaan Fatimah di atas cintaku." bisik Ali dalam hati. Allah memang memiliki kekhasan sendiri dalam berencana, siapa sangka kedua pelamar itu ditolak dengan lembut oleh Rasulullah saw..

Ali pun memberanikan diri. Ia datangi Rasul, mengutarakan maksudnya untuk melamar Fatimah. Dan siapa sangka Rasul mengiyakan maksud Ali. Dengan modal baju besi yang telah dijualnya, ia membeli perlengkapan pengantin. Bahagia sekali hatinya berhasil menjadi raja atas ratu yang diidamkan banyak pria.

"Wahai suamiku, kini aku telah halal bagimu, aku sangat bersyukur pada Allah memiliki suami yang tampan, saleh, cerdas dan baik sepertimu." ucap Fatimah kepada Ali.
"Aku pun demikian wahai Fatimah, aku sangat bersyukur kepada Allah akhinya cintaku padamu yang telah lama kupendam telah menjadi halal dengan ikatan suci pernikahanku denganmu." Ali membalas.

Fatimah melanjutkan, "Wahai suamiku, maafkan aku, tahukah engkau bahwa sesungguhnya sebelum aku menikah denganmu, aku telah lama mengagumi dan memendam rasa cinta kepada seorang pemuda dan aku merasa pemuda itu pun memendam rasa cintanya untukku."

Ali terdiam sejenak. lembut memang ucapan Fatimah, tapi baginya ucapan Fatimah bak petir yang tiba-tiba menghujam hatinya. "Wahai suamiku, astaghfirullah maafkan aku. Aku tak ada maksud menyakitimu, demi Allah aku hanya ingin jujur, saat ini kaulah pemilik cintaku, raja yang menguasai hatiku," tambah Fatimah.

Ali masih saja terdiam, bahkan Ali mengalihkan pandangannya dari wajah istrinya itu.
Tiba-tiba Ali pun berkata, "Fatimah, kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu, selama ini aku berjuang memendam rasa cintaku demi untuk ikatan suci bersamamu. Tapi

Fatimah, tahukah engkau saat ini aku pun sedih karena mengetahui kau menikahiku bukan karena kau sungguh-sungguh mencintaiku. Aku tak mau orang yang kucintai berada dalam keterpaksaan."

Tampak senyuman Fatimah sesaat mendengar kata-kata Ali, Ali diam, merenung sejenak. Lalu dengan air mata dan hati yang sangat tulus Ali berkata lagi, "Wahai Fatimah, kita memang telah menjadi pasangan kasih dalam ikatan suci, tapi aku belum sedikit pun menyentuhmu, kau masih suci. Aku rela menceraikanmu malam ini agar kau bisa menikah dengan pemuda yang kau cintai itu, aku ikhlas. Lagipula ia pun mencintaimu. Karena ia pasti akan membahagiakanmu. Menikahlah dengannya, aku rela."

Tak terasa air mata membasahi pipi Fatimah sambil tersenyum menatap Ali, Fatimah sangat kagum dengan ketulusan cinta Ali kepadanya, ketika itu juga Fatimah ingin berkata kepada Ali, tapi Ali memotong dan berkata, "Tapi Fatimah, sebelum aku menceraikanmu, bolehkah aku tahu siapa pemuda yang kau pendam rasa cintanya itu?

Aku berjanji tak akan meminta apa pun lagi darimu." Air mata Fatimah mengalir semakin deras, Fatimah tak kuat lagi membendung rasa bahagianya dan Fatimah langsung memeluk Ali dengan erat.

Lalu ia pun berkata dengan tersedu-sedu, "Wahai Ali, demi Allah aku sangat mencintaimu, sungguh aku sangat mencintaimu karena Allah. Awalnya aku ingin tertawa dan menahan tawa sejak melihat sikapmu setelah aku mengatakan bahwa sebenarnya aku memendam rasa cinta kepada seorang pemuda sebelum menikah denganmu, aku hanya ingin menggodamu.

Sudah lama aku ingin bercanda mesra bersamamu. Tapi kau malah membuatku menangis bahagia. Apakah kau tahu sebenarnya pemuda itu sudah menikah wahai Ali?"
Ali menjadi bingung, Ali pun berkata selembut mungkin, walaupun ia kesal dengan ulah Fatimah kepadanya. "Apa maksudmu wahai Fatimah?" Fatimah pun kembali memeluk Ali dengan erat, tapi kali ini dengan dekapan yang lebih mesra.

Lalu menjawab pertanyaan Ali dengan manja, "Wahai Ali sayang, kau benar seperti yang kukatakan bahwa aku memang telah memendam rasa cintaku itu, aku memendamnya bertahun-tahun sudah sejak lama aku ingin mengungkapkannya, tapi aku hanya memasrahkannya pada Allah,

Aku tak ingin menodai anugerah cinta yang Allah berikan ini. Aku pun tahu bagaimana beratnya memendam rasa cinta apalagi dahulu aku sering bertemu dengannya. Hatiku bergetar saat aku bertemu dengannya. Tapi tahukah engkau wahai cintaku, pada malam pertama pernikahannya, ia malah dibuat kesal dan menangis oleh perempuan yang baru dinikahinya."

Ali pun masih agak bingung, tapi Fatimah segera melanjutkan kata-katanya dengan nada yang semakin mesra, "Baiklah, akan kuberi tahu siapa pemuda itu. Sekarang aku sedang memeluknya mesra, tapi dia hanya diam saja, padahal aku memeluknya sangat erat dan berkata-kata manja padanya, aku sangat mencintainya dan aku pun sangat bahagia ternyata memang dugaanku benar, ia juga sangat mencintaiku."

Ali berkata kepada Fatimah, "Jadi maksudmu?"

"Ya, wahai cintaku, kau benar, pemuda itu bernama Ali bin Abi Thalib sang pujaan hatiku," Ali terdiam bisu, hening sejenak, atas ucapan istrinya itu. Pernyataan Fatimah itu sontak membuat Ali haru bahagia. Ia membalas pelukan istrinya dengan mesra.

Malam itu sangat indah. Tidak hanya indah ujungnya, namun juga pada prosesnya. Tak disangka cinta dalam diam itu berbuah manis. Terbukti dengan indahnya malam sepasang insan mulia ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.