Perang di Era 4.0 Transformasi Pemimpin dari Homo Deus ke Homo Sapiens

- vstory
VIVA – Masyarakat dunia tengah berduka, Putin menginvasi Ukraina. Semua terkejut, semua terpengarah. Siapa yang membayangkan? Abad 21 yang di mana kita semua menyaksikan maha karya manusia yang dikenal dengan disrupsi yang sangat cepat di segala bidang nyatanya belum bisa mendisrupsi keserakahan, ketamakan, ego dan arogansi manusia untuk menaklukan bangsa lain.
Kita semua dibayangi kengerian dan kecemasan gambaran-gambaran perang masa lalu yang begitu ngeri muncul dibenak kita. Gambaran-gambaran seram menarik file-file momori kita atas kejadian-kejadian perang besar di masa lalu yang begitu kelam.
Jatuhnya bom di atas kota Hiroshima dan Nagasaki, hancurnya Pearl Harbor, Perang Korea, perang dunia ke II dan tentu saja bangsa kita dengan sejarah panjang perang-perang melawan era kolonialisme di Indonesia yang terjadi sepanjang umur bangsa ini.
Perang hanya menyisakan duka. Makna invasi adalah sesungguhnya pembantaian yang diperhalus. Ada banyak darah yang tumpah dan ribuan tubuh warga sipil yang terkoyak-koyak. Setiap kali perang terjadi, setiap kali itu juga manusia harus menanggalkan harga dirinya sebagai manusia.
Meskipun dalam skala kecil, serbuan Rusia ke Ukraina menimbulkan banyak spekulasi bahwa dunia sesungguhya tidak seaman gambaran yang ada dibenak kita selama ini.
Secara kolektif sebagai penduduk bumi, kita percaya bahwa perang di medan pertempuran sudah berakhir, seiring dengan berakhirnya perang dunia ke II. Kita merasa bahwa manusia abad 21 adalah manusia-manusia modern hanya akan berperang di dunia maya dengan kamajuan teknologi.
Kita mengira, bahwa homo sapiens sudah punah, dan masyarakat dunia saat ini adalah masyarakat homo Deus yang mendewakan teknologi dan menanggalkan tradisi-tradisi homo Sapien yang masih berpikir secara tradisional dan di mana mereka harus berebut dengan alam untuk bisa mempertahankan hidup agar tidak mengalami kepunahan.