Mudik di Desa Penari

Pemudik. Foto: dokumen pribadi
Pemudik. Foto: dokumen pribadi
Sumber :
  • vstory

Ternyata, desa tidak hanya memproduksi memori. Desa, menurut Icuk Rangga Bawono dalam bukunya, Optimalisai Potensi Desa di Indonesia, menyebutkan bahwa desa menjadi semacam hinterland, di mana desa biasanya lebih banyak memproduksi dibanding mengonsumsi. Sering kali kita mendapatkan banyak pasokan kebutuhan untuk perkotaan yang datang dari desa. Seperti layaknya bahan pangan, kopi, bahan kerajinan tangan, kayu untuk kebutuhan rumah hingga hal kecil seperti cabai dan bawang. Singkatnya, desa adalah tempat produksi bahan pangan. Seperti apa yang dicirikan oleh Paul Henry Landis, pakar sosiologi pedesaan bahwa cara berusaha (ekonomi) yang paling umum dilakukan di desa yaitu pada sektor pertanian, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi alam sekitar, seperti iklim, keadaaan alam.

Namun, potensi ekonomi sektor pertanian di desa yang besar itu tidak cukup kuat menarik minat terutama generasi muda untuk tetap tinggal di desa. Padahal, pada kurun 2020-2030, Indonesia mulai memasuki masa bonus demograf di mana, ada 70 persen usia produktif (15-65 tahun), sisanya usia nonproduktif (< 5>65 th) sebanyak 30 persen. Tentu, bonus tersebut akan menjadi kekuatan baru dengan syarat disertai penyiapan SDM generasi muda yang berkualitas dan fasilitasi lapangan kerja terutama yang nantinya akan terjun di sektor pertanian. Karena biasanya, desa akan ditinggalkan oleh generasi muda yang sudah mengenyam pendidikan (well educated). Dan ini menjadi fenomena di mana-mana. Mereka menjadi pemburu pekerjaan yang memberikan garansi penghasilan menjanjikan yang banyak ditawarkan di perkotaan. Sehingga gelombang urbanisasi yang menjadi bagian lain dari paska lebaran tak terelakan.

Jika tidak ditangani dengan melibatkan banyak pihak, urbanisasi akan menjadi ancaman bagi kelangsungan sektor pertanian terlebih di masa pemulihan pandemi. Walaupun selama dua tahun pandemi sektor pertanian mampu bertahan, menjadi penyelamat ekonomi  bahkan sektor pertanian menjadi pilihan utama bagi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), tenaga kerja sektor pertanian meningkat dari 27,53% di 2019 menjadi 29,76% di 2020.

Sektor pertanian sebetulnya sangat potensial untuk menekan laju urbanisasi. Selama ini, generasi muda enggan dan tidak begitu tertarik untuk bertani sebagaimana yang digeluti oleh hampir sebagaian besar orang tua mereka, di antaranya, dikarenakan kecilnya peluang untuk naik kelas, mendapatkan kesejahteraan dari pekerjaan ini. Mensiasatinya, Kementerian Pertanian (Kementan) telah menerapkan bertani yang modern dan efisien dengan sentuhan  teknologi serta cara kerja kolaboratif integratif. Bahkan untuk komoditas dan wilayah tertentu, digitalisasi mulai dari proses pra-produksi, produksi dan panen hingga distribusi sudah dilakukan.

Selain upaya dan dukungan agar generasi muda kembali ke desa untuk terjun di sektor pertanian sudah ditawarkan oleh Kementan,  harapannya, hal yang serupa juga dilakukan oleh pihak lain sehingga desa menjadi episentrum pembangunan, seperti Desa Penari.

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.