Waktunya Berbenah pada Perlindungan Data Pribadi

Proses Registrasi Media Sosial. Sumber : pexels.com
Sumber :
  • vstory

VIVA – Beberapa waktu lalu, jagat media sosial dikagetkan dengan adanya kebocoran data surat dan dokumen kepresidenan. Kebocoran data ini diklaim oleh sosok anonim bernama Bjorka. Entah siapa sosok dibalik nama Bjorka ini. Namun, kehebohan bocornya surat dan dokumen penting negara nampak tak terlalu mengagetkan lagi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Seolah sebagai suatu hal yang wajar, begitu opini masyarakat. Meski begitu pemerintah masih menyanggah adanya kebocoran data oleh pihak yang biasa disebut hacker ini.

India Tangkap Hacker yang Bobol 669 Juta Data Individu dan Organisasi

Sebelumnya juga, kebocoran data terjadi pada lembaga pemerintah lainnya. Sebut saja Komisi Pemilihan Umum (KPU), Telkom Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, dan yang teranyar adalah Badan Intelegen Negara (BIN). Kebocoran data ini menjadi sinyal bahwa kondisi keamanan siber di republik ini masih pada level “Kurang Andal”.

Terdapat 2 jenis data pribadi, yaitu data pribadi umum dan data pribadi khusus. Data pribadi umum lazimnya memuat informasi pribadi yang bersifat dapat diketahui banyak orang, seperti nama, tanggal lahir, alamat rumah, e-mail, pekerjaan, dan nomor telepon. Sementara data pribadi khusus bersifat informasi sensitif yang hanya boleh diketahui segelintir orang, seperti data keuangan, pandangan politik, ras, kepercayaan, preferensi seksual, dan informasi biometrik. Baik data umum maupun data khusus, keduanya merupakan informasi pribadi yang tak boleh sembarang orang mengetahui terlebih menyebarkannya secara illegal.

Marak Penipuan, Yup Ajak Pengguna untuk Proaktif

Data pribadi umum biasanya digunakan dalam proses interaksi administrasi antara pemerintah dan penduduk itu sendiri. Selain itu, data pribadi umum biasanya digunakan pada tahap awal setelah menginstal suatu aplikasi pada perangkat gawai. Umumnya disebut sebagai kebijakan privasi.

Berdasarkan Laporan Persepsi Masyarakat terhadap Perlindungan Data Pribadi yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), diketahui bahwa 87,80 persen masyarakat membaca dan mengetahui kebijakan privasi yang ditampilkan oleh aplikasi yang diinstal. Meskipun kebijakan privasi pada aplikasi umumnya cukup panjang dan sulit dimengerti, namun mayoritas masyarakat sudah cukup aware tentang perlunya selektifitas membagikan informasi data pribadi.

MAKI Kirim Surat ke Nurul Ghufron, Minta Bantuan Mutasi ASN di Papua ke Jawa

Berdasarkan laporan yang sama, sebanyak 27,80 persen masyarakat mengaku pernah mengalami penyalahgunaan data pribadi dan kondisi ini hampir terjadi di seluruh provinsi di Indonesia.

Internet memang seperti pedang bermata dua, dapat menjadi teman atau menjadi lawan. Iklim keterbukaan informasi saat ini di satu sisi memang menguntungkan, namun di sisi lain dapat merugikan. Pentingnya data pribadi nampaknya harus menjadi isu hangat yang harus dibahas pemerintah. Kebocoran data pribadi penduduk bukanlah suatu hal yang dapat dipandang sebelah mata. Kebocoran dan pencurian data pada akhirnya dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab, contohnya memperjualbelikan atau penipuan perbankan seperti yang marak terjadi.

Menurut Samuel Abrijani - Dirjen Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika – yang dilansir dari katadata.co.id menjelaskan bahwa setidaknya terdapat 3 alasan mendasar tentang pentingnya keamanan data pribadi. Pertama, untuk menghindari segala ancaman, seperti pembullyan, penipuan, dan pelecehan seksual. Kedua, untuk menghindari penyalahgunaan data pribadi oleh pihak tak bertanggung jawab dan potensi pencemaran nama baik. Ketiga, adalah data pribadi merupakan hak kendali setiap manusia. Hal ini termuat dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia.

Payung hukum terkait perlindungan data pribadi (PDP) memang sudah tahap pembahasan di meja dewan rakyat sejak 2012 lalu. Namun sampai saat ini UU PDP belum nampak silaunya. Hambatan yang mengakibatkan lamanya RUU PDP ini disahkan adalah regulasi dan birokrasi guna menciptakan harmonisasi diantara pihak-pihak terkait, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementrian Kesehatan, dan Kementrian Dalam Negeri.

Sambil menunggu disahkannya RUU PDP menjadi UU PDP, kita dapat memulai perlindungan data pribadi kita sendiri. Terdapat beberapa solusi yang dapat dilakukan, yaitu dimulai dari lebih sering mengganti kata sandi pada setiap aplikasi, tidak menggunakan fasilitas wifi publik untuk mengakses layanan keuangan. Terutama ketika menggunakan fintech atau yang sering disebut pinjaman online, maka gunakanlah aplikasi yang terdaftar dan mendapat izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dan yang terutama adalah tidak mudah memberi informasi pribadi kepada orang lain apalagi pada pihak yang tidak kita kenal.

Kebocoran data pemerintah yang saat ini terjadi merupakan alaram bagi kita semua, baik pemerintah maupun kita sebagai masyarakat untuk lebih berhati-hati di masa globalisasi ini. Di mana tidak ada batas lagi antara masyarakat dunia.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 mencatat sebanyak 62,10 persen populasi Indonesia telah mengakses internet. Untuk itu diperlukan regulasi dan keamanan data yang dijamin oleh pemerintah. Bukanlah suatu yang mustahil bagi Indonesia untuk mencapai tujuan melindungi segenap Bangsa Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.