Tempe, Tahu, dan Kemandirian Kedelai

Hasil panenan Kedelai di Kulonprogo, September 2022
Sumber :
  • vstory

VIVA – Badan Pusat Statistik (BPS) awal Desember 2022 mencatat tempe dan tahu menyumbang kenaikan inflasi cukup besar. Tempe menjadi salah satu penyumbang utama inflasi pada November 2022, yang sebesar 0,09 persen dibanding bulan sebelumnya. Kenaikan harga tempe dan tahu disebabkan oleh stok kedelai di dalam negeri yang semakin menipis, sedangkan realisasi impor kedelai menurun dan juga terlambat datang ke Indonesia. Menteri Perdagangan RI bahkan minta maaf beberapa hari yang lalu, karena impor kedelai terakhir terhambat dan baru akan sampai di Indonesia bulan Januari 2023.

Siapkah untuk Digitalisasi Pertanian?

Dalam 3 bulan terakhir, terdapat kenaikan harga produk pangan turunan kedelai. Yakni tempe yang naik dari Rp12.421 per kilogram pada September 2022 menjadi Rp12.682 per kg di Oktober 2022, serta Rp12.949 per kg pada November 2022. Lalu untuk produk tahu, harganya meningkat dari sebesar Rp11.330 per kg pada September 2022 menjadi Rp11.438 per kg di Oktober 2022, serta Rp11.680 per kg pada November 2022. Kenaikan harga ini menyesuaikan salah satunya karena kenaikan harga kedelai.  

Kebutuhan kedelai dalam menunjang keberlangsungan produksl tahu dan tempe sangat dirasakan penting bagi para pengusaha tahu dan tempe di lndonesia. Terdapat sekitar 81 ribu usaha kecil dan menengah pengusaha tahu dan tempe  (Gabungan Koperasi  Produsen Tahu Tempe Indonesia-Gakoptindo). Kebutuhan kedelal dari pengusaha tahu dan tempe saat ini rata-rata memerlukan  3,2 juta ton per tahun.

Waspada pada Stagflasi

Ada beberapa hal yang mengakibatkan pasokan kedelai berkurang. Dampak  perubahan kondisi  cuaca yang  cukup ekstrem. Curah hujan terus menerus dan lebih  panjang karena dampak iklim Lalina. Kondisi pasca pandemi covid-19 yang belum stabil dan juga adanya konflik perang dan krisis pangan telah dirasakan terjadi di berbagai tempat. Selain itu impor bahan baku kedelai oleh pemerintah terbatas jumlahnya dan tidak selancar seperti sebelumnya.

Harga kedelai saat ini mencapai Rp 14.000-Rp 16.000 di tingkat pengusaha tahu dan tempe. Harga kedelai mengalami lonjakan kenaikan mencapai 1.2-1.5 kali bila kita gali lebih panjang. Sebelum pandeml harganya hanya Rp 6.000 - Rp 7.000 per kilo gram. Upaya pemerintah untuk melindungi pengusaha kecil agar bisa bertahan dengan produksinya adalah dengan memberikan subsidi bantuan pembelian bahan baku kedelai sebesar Rp1.000 perkilonya.

Meraih Ketahanan Pangan Indonesia

Kenaikan harga kedelai yang tinggi ini memberikan dampak yang cukup berat bagi pengusaha tahu dan tempe skala kecil dan menengah atas kelangsungan usahanya. Kenaikan harga kedelai sejatinya dapat memberikan angin segar bagi para petani dalam meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Dengan harga jual di tingkat petani di kisaran Rp12.000 budidaya kedelai dapat memberikan keuntungan hasil panen jika dibandingkan komoditas pangan yang lain seperti padi, atau kacang-kacangan yang lain. Selain ongkos produksi budidaya kedelai yang lebih rendah, kemudahan perawatan budidaya. tanaman kedelai juga membantu menyuburkan tanah karena kemampuan bintil akamya yang mampu melepaskan Nitrogen di dalam tanah.

Peningkatan produksi lokal

Upaya peningkatan produksi kedelai lokal sangat penting melalui peran sumber daya petani dan generasi muda di dalamnya. Hal ini dapat didukung dengan peningkatan peran teknologi yang diimplementasikan mulai dari ketersediaan benih unggul, standar budidaya kedelai, penanggulangan hama penyakit, pengawasan, panen, proses pascapanen, dan jaminan pasar dari hasil panen oleh industri. Di samping itu, pentingnya peran pendampingan dan bimbingan secara terus-menerus dan komprehensif di tingkat petani dengan didukung implementasi hasil riset dan pengembangan dalam menjawab adopsi inovasi teknologi dan solusi permasalahan kedelai nasional.

Pandemi dan krisis pangan di dunia dapat menjadi momen kebangkitan usaha tanaman kedelai di tanah air. Hikmah positif terwujud dari titik balik dalam menjadikan peningkatan kembali produksi kedelai lokal sebagai kebutuhan yang banyak diperlukan bagi masyarakat, untuk makin ditumbuhkan dalam mendorong kemandirian pangan kedelai di tanah air. Dengan demikian kesejahteraan petani dan pengusaha hasil olahannya menjadi meningkat bersama.

Program seperti Smart Agriculture Enterprise Kedelai (Saekedelai) dari Universitas Gadjah Mada dapat diusulkan dan secara potensi merupakan alternatif langkah strategis yang tepat dalam mendukung kemandirian pangan kedelai di tanah air. Sarana dukungan infrastruktur teknologi yang adaptif terhadap antisipasi kondisi cuaca dan iklim yang ekstrem, dukungan informasi dan kemudahan sistem budidaya kedelai sesuai standar. Juga sangat dibutuhkan pendampingan dan monitoring dari pemerintah, kemitraan dengan offtaker industri dan penerapan hasil riset dan pengembangan yang telah dilakukan. Kecenderungan petani untuk makin tergerak dalam budidaya kedelai perlu ditingkatkan karena dibutuhkan dalam mensuplai kebutuhan industri dan pengusaha tahu dan tempe.

Kementerian Perdagangan RI perlu meningkatkan sosialisasi dan pendampingan kepada konsumen ihwal kenaikan harga tahu tempe di pasaran. Usulan lainnya ialah menambah subsidi bagi pelaku usaha.  Pemberian subsidi kedelai sampai Rp3.000 per kilogram diperlukan, karena pengusaha tahu tempe sudah tidak kuat menambah permodalan usaha dalam membeli bahan baku kedelai, sehingga dapat menjaga kelangsungan usahanya. Selain itu, bagaimana mempertahankan daya beli masyarakat akan konsumsi tahu tempe, khususnya kalangan berpenghasilan rendah, yang menjadi sebagian besar konsumen pangsa pasar pangan hasil olahan kedelai tersebut.

Varietas Unggul

Kedelai lokal yang saat ini banyak dibudidayakan petani sering dianggap kalah menarik dari kedelai impor. Ukuran butir kedelai lebih kecil serta tidak seragam, kulit ari sulit terkelupas saat proses pencucian, serta proses pembudidayaan yang memakan waktu lebih lama.

Kita harus mendukung upaya penggunaan varietas unggul kedelai lokal Indonesia dan perluasan lahan budidayanya. Varietas unggul kedelai di Indonesia telah cukup banyak jenisnya, tetapi hanya sekitar 15 persen yang berkembang luas. Varietas kedelai yang dilepas pemerintah pun sebenarnya sudah mempunyai sifat yang unggul dan diminati petani dan pasar, yaitu berbiji besar seperti varietas Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan, dan Dega 1. Kedelai dengan masa tanam pendek atau disebut umur genjah dicirikan dengan umur masak yang kurang dari 80 hari juga ada, di antaranya Baluran, Deva 1, dan Grobogan.

Sentral pembibitan dan pembudidayaan yang optimal bagi tanaman kedelai di banyak tempat akan membantu mengedukasi para petani terkait varietas unggul ini. Jangan sampai petani yang berperan penting dalam membudidayakan tanaman kerap kali menjadi kelompok yang paling terakhir mendapat kebaruan informasi, termasuk mengenai varietas-varietas terbaru yang ada. (Suparna, Statistisi Madya BPS Provinsi DIY)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.