Kritik Pemerintah Haruskah Berujung Pemidanaan?
- vstory
VIVA – Kritik adalah gagasan atau masukan yang bersumber dari suara masyarakat untuk melakukan suatu perubahan baik terhadap pemerintah maupun kepada non pemerintah (pihak swasta) yang mana kritik juga tujuannya adalah untuk melakukan berbagai perubahan demi mencapai pembangunan yang berkeadilan sosial sesuai dengan konsep pembangunan itu sendiri yaitu adanya pemerataan.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kritik disebut juga sebagai kecaman atau tanggapan yang kadang-kadang disertai dengan uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap satu hasil karya, pendapat dan lainnya.
Lalu kritik itu sendiri adalah proses analisis dan evaluasi terhadap sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi atau membantu memperbaiki pekerjaan. Kata krtik ini berasal dari bahasa Yunani yaitu kritikos yang artinya dapat didiskusikan. Selanjutnya bahwa kata kritikos ini diserap kata krenein yang artinya memisahkan, mengamati, menimbang dan membandingkan. Secara defenisi kritik adalah sesuatu hal yang biasa yang dilakukan oleh siapapun baik itu dari kalangan masyarakat, wakil rakyat, pengamat, akademisi, mahasiswa, pelajar dan lainnya yang terkait.
Dalam perkembangannya bahwa kritik ini yang sebelumnya sifatnya terbuka dan bebas tapi hari ini tidak lagi demikian, disebabkan adanya ancaman yang berujung pada pemidanaan, yang akhirnya ini juga mengancam kebebasan masyarakat berkumpul untuk menyampaikan pendapat atau krtik baik yang sifatnya langsung maupun tidak langsung. Apalagi kritik yang disampaikan oleh masyarakat itu dialamatkan kepada pemerintah, tentu hal ini akan melahirkan kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat.
Yang tadinya masyarakat boleh menyampaikan berbagai hal yang sifatnya apakah itu masukan, gagasan bahkan kritik menjadi sesuatu yang dibatasi penggunaannya. Maka dalam hal ini masyarakat seolah tidak lagi bebas dengan segala hak kontrol sosial (pengawasan) yang melekat padanya karena dapat diancam dengan pemidanaan.
Akhirnya pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahannya seolah apa yang dilakukannya adalah benar semua bahkan ketika tidak melakukan apapun dalam pemerintahannya menjadi benar. Karena ketika ada hal yang dianggap harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat memberikan masukannya melalui kritik bisa-bisa dilaporkan kepada pihak kepolisian, ini bisa menurunkan minat dan suara masyarakat untuk bisa tetap punya andil dalam pemerintahan.
Dalam Buku Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik yang ditulis oleh Cekil Setya Pratiwi dan kawan-kawan di sana dijelaskan bahwa setidaknya ada 9 (sembilan) asas umum pemerintahan yang baik, di antaranya antara lain :
1. Asas kepastian hukum
2. Asas kepentingan umum
3. Asas keterbukaan
4. Asas kemanfaatan
5. Asas ketidakberpihakan
6. Asas kecermatan
7. Asas tidak menyalahgunakan wewenang
8. Asas pelayanan yang baik
9. Asas tertib penyelenggaraan negara
10. Asas akuntabilitas
11. Asas proporsionalitas
12. Asas profesionalitas, dan
13. Asas keadilan
Bahwa dalam asas penyelengaraan negara yang baik seharusnya pemerintah terbuka dengan segala masukan yang bersumber dari masyarakat terlepas apakah itu namanya kritik atau yang lain, agar masyarakat juga bisa berperan aktif untuk melakukan berbagai hal dalam pembangunan, ketika ada masyarakat yang menginginkan sesuatu, tapi tidak tahu dengan cara bagaimana dia menyampaikannya, maka yang dia lakukan adalah dengan cara mengkritik.
Sebaiknya pemerintah menerima kritikan itu selama memang tidak menyerang dengan yang sifatnya adu domba, fitnah, menyerang pribadi, atau bahkan menyebarkan berita bohong (hoax) dan/atau ujaran kebencian (hate speech), agar pemerintahan bisa berjalan dengan fair. Bahwa antara masyarakat dan pemerintah bukan untuk saling bermusuhan, tapi dengan adanya masyarakat, pemerintah selalu bisa mawas diri bahwa setiap kebijakan yang diambil itu akan diawasi langsung oleh masyarakat, dan masyarakat yang baik pun ketika memang kebijakan pemerintah yang dianggap butuh kritikan, pemerintah tidak boleh alergi dengan itu.
Bahwa yang terjadi belakangan ini justru kebebasan untuk mengkritik itu tidak lagi seperti adanya kebebasan, tapi kebebasan yang harus bertanggung jawab. Pemerintah juga dalam hal ini tidak juga bertindak gegabah bahwa setiap kritikan yang dialamatkan kepada pemerintah tidak selalu berujung kepada pemidanaan. Tapi dengan adanya berbagai peristiwa yang terjadi seperti contoh yang terjadi pada Dandy Dwi Laksono seorang aktivis dan jurnalis pada kamis 26 September 2019 ditangkap karena melakukan kritikan mengenai kondisi Papua melalui akun twitter, lalu yang ke 2 (dua) ada Ananda Badudu ditangkap akhir september tahun 2019 karena menggalang dana untuk mendukung aksi demonstrasi mahasiswa terhadap revisi undang-undang komisi pemberantasan korupsi, yang selanjutnya ke 3 (tiga) Ruslan Buton seorang mantan anggota TNI bahkan sampai diadili karena menyebarkan pernyataan terbuka di media sosial karena meminta presiden mundur dan yang terakhir ke 4 (empat) pada Tanggal 4 Mei Tahun 2023 seorang siswi SMP dengan inisial SFA dilaporkan ke kepolisian oleh pemerintah Kota Jambi karena menyebut kepala daerahnya tidak peka karena kondisi rumah neneknya hancur dikarenakan sebuah perusahaan yang berada tidak jauh dari rumah neneknya yang walaupun hari ini sudah terjadi perdamaian antara SFA dengan kepala daerahnya.
Ini segelintir contoh dari adanya kritikan masyarakat terhadap pemerintah yang berujung pemidanaan. Kalaulah memang demikian adanya praktik kritik yang berujung pada pidana, bisa dibayangkan bagaimana Indonesia ke depan dengan konstitusinya sendiri yang memberikan ruang kebebasan terhadap masyarakat sesuai dengan ketentuan Undang-undang Dasar Negara 1945 pada Pasal 28E ayat 3 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.” Lalu ketentuan pasal ini juga dikuatkan dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia tepatnya pada Pasal 23 Ayat 2 dan 3 dan Pasal 25. Bahwa dalam ketentuan Pasal 23 Ayat (2) “Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya baik secara lisan dan/atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperlihatkan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.”
Sedangkan untuk Pasal 25 menegaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Merujuk kepada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan mengemukakan berpendapat di muka umum bahwa menyampaikan pendapat itu adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran baik lisan dan tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggungjawab sesuai dengan aturan yang berlaku.
Bisa dibayangkan jika kritik yang dialamatkan kepada pemerintah selalu berujung pada ancaman akan dipidanakan, lalu berapa banyak masyarakat yang akan berhadapan dengan aparat kepolisian karena diduga menyerang pemerintah, menyebar hoax, atau menebar kebencian? Lalu apakah ini yang kita sebut sebagai demokrasi, ketika kebebasan mengkritik tidak lagi bebas?. Bahwa kritik boleh dilakukan, namun kritik yang harus disertai dengan tanggungjawab bukan bebas tanpa tanggungjawab. Pemerintah juga harus terbuka dengan segala masukan yang ada, masyarakat yang memberikan kritik kepada pemerintah adalah masyarakat yang butuh akan sentuhan langsung dari pemerintah bahwa mereka sedang ada masalah yang harus dilihat dan didengar langsung oleh pemerintahnya, dan pemerintah juga sejatinya memberikan perhatian penuh kepada masyarakat yang terdampak dari berbagai persoalan yang terjadi, bukankah pemerintah juga dibentuk adalah karena adanya kebutuhan masyarakat.
Dan pemerintah yang baik adalah pemerintah yang ketika mendapat kritik dari masyarakat adalah tidak melaporkannya kepada pihak kepolisian, tapi duduk bersama untuk mendengarkan apa keluhan masyarakat yang harus dilaksanakan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang merata dalam berbagai sektor. Dan masyarakat yang bijak adalah tidak hanya melakukan kritik terhadap pemerintah tapi juga memberikan perhatian untuk mau bekerja sama dengan pemerintah memajukan pemerintahannya dengan mendukung agenda-agenda yang sudah ditetapkan. Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang masih melakukan kontrol sosial terhadap pemerintahannya, dan pemerintah yang baik adalah pemerintah yang mencintai rakyatnya.